Langsung ke konten utama

4 Jam

Semua terjadi begitu saja…
Tiba-tiba kenalan berawal dari menanyakan soal, lanjut belajar barsama sampai nongkrong di kedai kopi. Oh, jadi gini nih kegiatan per FTV-an yang berlangsung?
Orang itu sederhana. Ada yang unik, tapi susah dijelaskan. Kami terdampar pada pertokoan elektronik tradisional dan aku tidak bisa menawar. Keribetan bukan jalan yang mau aku ambil dan alhasil, harusnya harga yang lebih murah bisa dicapai, kalau saja aku mau sedikit bersabar dan membiarkan orang itu menawarkan harga untukku atau berjalan ke toko lain. Penyesalan? Buat apa? Kami menikmati waktu untuk berjalan di bawah terik matahari yang memelototi kami seolah tidak mau sinarnya tersaingi.
Lalu di sini, pantat kami dimanjakan oleh bantalan sofa tanpa sandaran yang empuk sementara lidah kami digoyang oleh manis-pahitnya kopi Vietnam tanpa racun sianida. Beginikah seseorang menikmati waktu dengan menghabiskan berjam-jam hidup mereka dalam kedai kopi?
Satu-dua-tiga. Aku menghitung dalam hati sambil menunggu, kapan momen untuk mengorek informasi sebanyak-banyaknya dari orang yang duduk dihadapanku. Biarpun sekeliling terdapat banyak orang lalu-lalang, atau hiasan peninggalan zaman penjajahan Belanda tergantung di dinding dan sebotol bunga asli segar tertata di tiap meja kayu yang terpampang, tidak bisa mengalihkan perhatianku dari orang ini. Aku, entah mengapa, ini perkenalan yang singkat, tapi ada hal yang aku ingin tahu, yang buat aku tersenyum kalau aku tahu. Bukan, bukan karena pemodusan yang kerap kali dilakukan oleh kaum awam lainnya. Aku sudah dibiasakan bertindak professional dalam menghadapi klien dalam perbisnisan, jika benar suatu hubungan dapat dijadikan bisnis.
“Saya pernah membatalkan suatu tawaran bisnis Laundry lantaran orang tersebut terlambat 10 menit.”
What? Kenapa?” Dua kata tanya beruntun yang menunjukkan keingintahuan segera mencuat begitu saja. “Harus se-strict itu? Tadi aku telat, gimana dong?”
“Beda-lah dengan bisnis.” Orang itu terlihat santai yang malah membuat aku menjadi was-was.
“Saya membiasakan diri tidak terikat dengan uang.” Kalimat yang terlontar dari bibir orang itu membuat aku sedikit, hanya sedikit, tertegun. Di jaman serba modern, segala hal diukur dengan uang. Baju yang kamu pakai, sepatu bermerk, tas yang ditenteng, atau sekedar salon mana yang menjadi penata riasmu. Semua dibandrol dengan price tag dan brand. Orang ini, yang bisa kukatakan cukup modern, membatasi dirinya untuk tidak menggantungkan hidupnya pada uang. Menarik.
Lalu perjalanan dilanjutkan dengan makan siang random, padahal perut sudah kenyang dengan tiramisu cheese cake, oreo cheese cake, dan cookies choco chips. Aku kenyang. Perjalanan kali ini melelahkan perut karena ia harus bekerja tujuh kali lebih cepat untuk mengubah sumber energy menjadi energy atau menjadi timbunan glukogen dalam sel.
“Mau main ke Jakarta? Kerja angkat gallon. 100 galon satu jam?”
“Tidak masuk akal.”
“Tapi itu benar adanya.”
“Bagaimana ceritanya?”
“Tidak bisa diceritakan saat ini. Nantilah, ada waktunya. Lagipula harus lihat sendiri. Sebelum itu, persiapkan diri dulu.”
“Kenapa persiapkan diri?”
“Hanya satu dari empat orang yang pada akhirnya berhasil stay, meskipun yang satu itu masih tarik ulur karena ragu.”
“Memangnya saya tipe orang seperti itu? Menurutmu?”
Aku membiarkan otakku berpikir dulu. “Belum tahu. Kita lihat saja nanti,” jawabku sambil mengangkat bahu. Orang itu kebingungan dan mulai berasumsi sendiri. Aku yakin 100% asumsinya salah besar.
Aku tahu, setiap kali melakukan penawaran, hal itu seperti berjudi, atau berdagang, kalau kata-kata ‘judi’ terlalu tabu untuk diucapkan. Semua harus nothing to lose agar tidak kecewa, agar selalu ada harapan lagi ketika harapan sebelumnya belum terpenuhi.
Ketika mie-mie panjang itu mengisi usus-usus yang sama panjangnya, rasa kenyang yang berlebih terjadi.
“Ayo pulang, nanti terlambat ke acara selanjutnya.” Aku menyudahi pertemuan yang berlangsung empat jam itu. Lain kali aku akan berusaha tidak terlambat, walau 5 menit sekalipun.

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber

Lagu Penuntun Malam (yang Dingin) #4

Malem ini dingin banget dan saya kedinginan, bukan maksud ambigu yang lain loh, cuma emang tubuh menggigil. Mungkin karena hujan terus sepanjang hari, mungkin juga karena tubuh yang lagi nggak fit. Bukti kedinginan ( lebay ): Udah pake syal, selimut, sweater ... dan oh, kaos kaki juga. Tapi di malam yang dingin ini ditemani lagu-lagu yang sedikit banyak menghibur. You’ll Be in My Heart-Phill Collins ost. Tarzan (Disney) Come stop your crying It will be all right Just take my hand Hold it tight I will protect you from all around you I will be here Don't you cry For one so small, you seem so strong My arms will hold you, keep you safe and warm This bond between us Can't be broken I will be here Don't you cry 'Cause you'll be in my heart Yes, you'll be in my heart From this day on Now and forever more You'll be in my heart No matter what they say You'll be here in my heart, always Why can't they understand the wa

Email from Eric Charles : How To Make That Guy Commit

Hi Mule, Eric Charles here. Women ask me this question over and over again: How do I get him to call me his girlfriend? - or - How do I get him to become official or exclusive with me? - or - How do I get him to say he's in a relationship with me on Facebook? Maybe you're already in an "official" relationship,  but I would still urge you to keep reading because the  trick  I'm about to reveal applies to all relationships at any stage. In many cases, a woman asks me one of those "how do I  get a title / relationship status" question after  weeks or months of waiting for the guy to commit to  her in some way. Things started out fine and progressed into seeing  each other steadily and regularly. But for whatever  reason, despite the frequent visits, sleepovers,  dates, texts, etc.  he says he doesn't want a relationship. (Or for some, he says he's not ready for some next  step... moving in, marriage, etc.) There's a truth about people - men and