Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017

LDR=Ruang

LDR bicara tentang perjuangan, jarak dan waktu, hati, kepercayaan, dan bagaimana belajar bersikap dewasa. Terdengar klise dan mudah diucapkan, pas dijalanin, alamak ! Berat kali kurasa #gayabatak. Kali ini aku akan membahas mengenai keuntungan LDR, sekaligus bisa menjadi keburukannya juga. Bagaikan pisau bermata dua, bagaikan racun dan madu di tangan kiri dan kanan… Baiklah. Bisa dibaca di judulnya. Selesai. … Ruang. Apa yang dimaksud dengan ruang? Sebelumnya aku akan mengajak pembaca untuk membayangkan… Bayangkan kalau gaya pacaran non-LDR, dengan tipe cewek seperti aku yang maunya gelayutan manja setia setiap saat (#bukaniklan). Bayangkan setiap hari harus antar-jemput melebih tukang ojek langganan. Bayangkan makan bersama pagi, siang, malam, dibayarin lagi (tekor pacarnya). Bayangkan, nggak ada waktu untuk berteman di akhir pekan, atau di waktu luang, karena larinya pasti bareng pacar (selayaknya lari di lapangan sambil pegangan tangan seperti yang kulihat ta

Obrolan dengan Waktu

Sumber : Dokumen Mule Ketika hari-hari berlalu dengan cepatnya, aku mencibir sang Waktu. “Hei, mengapa kau terburu-buru begitu. Santailah,” kataku sambil menjentikkan tanganku kepadanya. Waktu hanya menoleh sambil mendengus ke arahku kemudian ia menatap ke depan lagi. “Kau itu tidak mengerti. Aku sedang dikejar-kejar.” “Loh, kok Waktu dikejar? Biasanya kau yang mengejar orang.” Aku melihat Waktu yang siap berlari lagi. Sekilas, ada asap keluar dari hidungnya. “Ada banyak hal yang harus dikerjakan dengan cepat. Ada banyak kejadian yang harus terjadi dengan singkat.” Kali ini Waktu sudah lebih tenang. Ia melirik sekilas ke arahku penuh misteri. “Kau seenak-enaknya memaju-mundurkan dirimu. Memangnya boleh kau tidak berjalan normal seperti biasanya?” Waktu hanya mengangkat bahu. “Kau tidak mengerti.” “Memang. Kemari, jelaskan padaku hal yang tidak kumengerti itu!” perintahku sekenanya. Waktu lagi-lagi mencibir. “Dasar bocah manja. Kau belum diijinkan mengerti. Umurmu

Nilai Kejujuran

Mungkin itu disebabkan karena idealisme. Ya, idealismeku. Aku ingat bagaimana sewaktu kecil aku diajari kejujuran. Semua nilai moral yang baik seharusnya memang berangkat dari pengajaran dalam keluarga. Sewaktu amplop yang berisi uang duka untuk dikumpulkan esok hari diberikan padaku, aku lalai sehingga lupa meletakkannya. Alhasil, amplop itu tertukar dengan kepunyaan saudaraku yang lain. Karena jumlahnya yang berbeda dalam amplop putih polos yang sama persis, diberikan oleh orangtua kami masing-masing, akhirnya aku tidak bisa membedakan amplop mana yang milikku. Mamaku bertanya padaku, mana yang merupakan amplop milikku? Aku tidak bisa menjawab dan hanya menunduk. Setelah ditanya ulang, aku menunjuk asal salah satu amplop. Mamaku bilang, “Kalau memang tidak tahu, lebih baik jawab jujur.” Aku ketakutan setengah mati karena mamaku sangat galak. Ia tidak segan-segan memarahiku dengan nada tinggi dan suaranya yang keras. Akhirnya, aku mengakui. Aku tidak tahu mana amplop yang

Walking

Sumber gambar : https://www.pinterest.se/pin/79094537184608535/?autologin=true Selamat datang di hari Sabtu lagi. Rasanya hari Sabtu merupakan hari berlari, hari jalan cepat, hari buru-buru. Maksudnya, hari di mana terasa Sabtu-kembali-Sabtu, seolah perputaran Sabtu dalam satu minggu sangat cepat. Baru dua minggu lalu, aku bersantai menikmati roti-roti di kedai tua di kawasan kota tua. Sabtu minggu lalu, menghadiri pernikahan teman semasa taman kanak-kanak dan berbincang semalaman. Lalu Sabtu kembali lagi dalam perputarannya menjadi Sabtu ini. Judulnya Walking , berbicara mengenai perjalanan santai melewati 10 KM perjalanan terjal dan menurun, berbatu dan tidak rata, sambil dihimpit pepohonan sepanjang tebing di sisi kanan dan jurang di sisi kiri. Dahan-dahan dengan daunnya yang dominan berwarna hijau, melambai turun merendah, menciptakan suasana dramatis seolah membentuk gapura penyambutan. Udara segar dan suasana nyaman yang jauh dari hiruk-pikuk klakson kendaraan dan deru

Kita Pernah

Kita pernah Mencoba memilin nasib menjadi satu Tidak takut pada tantangan badai Mencoba mengadu dengan waktu Kita pernah Mencoba untuk berharap Dalam kacamata kita yang sempit Mencoba menanamkan nilai luhur Kita pernah Mencoba memutar balik keadaan Tidak menerima fakta yang nyata Mencoba berlari di jalan tak berujung Kita pernah Mencoba berusaha sekuat tenaga Melepaskan diri dari jerat palsu Mencoba mengampuni dan menginsafi Kita pernah Mencoba tertawa dibalik tangisan Mengobati luka dan duka Mencoba menguatkan satu sama lain Kita pernah Mencoba berjalan bertelanjang kaki Tidak takut kerikil tajam yang menusuk Mencoba menapaki nestapa Kita pernah Mencoba mengambil jalur Yang dianggap bodoh bagi dunia Mencoba mengerti apa arti hidup Kita pernah Mencoba sekali lagi Untuk bertahan pada ketidakpastian Mencoba berjuang untuk terakhir kalinya ADIOS