Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2014

Siapa orang munafik itu?

Jangan tanya mengapa semuanya menjadi bertumpuk di akhir bulan. Tentu saja karena kesibukan yang tidak normal sampai aku lupa bagaimana kehidupan normalku dan bagaimana menormalkan hidup yang tidak normal. Tentu saja banyak diantara kumpulan itu lupa, lupa bagaimana menginjakkan kembali kaki mereka di atas tanah, lupa bagaimana kesulitan mengepakkan sayapnya pertama hingga terbang melayang di angkasa, lupa bahwa angkasa itu terlalu luas dan tidak dapat mereka takhlukkan, lupa bahwa mereka hanyalah seonggok daging tiada berarti. Jangan tanya mengapa aku berkata demikian. Kalau tidak kuingat selama masih kaki berjejak di bumi, selama itu kita menyadari ada batasan yang menjadi batas untuk hidup, namanya usia. Ada batasan yang menjadi batas toleransi, namanya waktu. Jadi, siapa kamu siapa aku? Pertanyaan yang menjadi benteng pertahanan diri untuk mengatakan, “Urusi urusan masing-masing.” Seperti kata Kitab Tua: Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan

Jadi Bagaimana

Nggak peduli seberapa keras kita berusaha untuk berbuat semaksimal mungkin untuk menyenangkan orang lain atau setidaknya membuat keberadaan kita tidak merisihkan orang lain sehingga membuat mereka terganggu atau tidak nyaman means tidak sampai disebelin, tetap saja ada celah yang terjadi, satu-dua orang yang bakalan nggak suka. Bahkan TUHAN yang Sempurna aja, masih nggak disukai oleh manusia yang tidak tahu diri. Jadi seberapapun besarnya usaha seseorang agar tidak menyakiti, tidak melukai, tidak menyinggung perasaan orang lain, tetap saja akan terjadi hal sebaliknya yang tidak diinginkan, seberapapun kita berusaha untuk menghindari dan mencegah hal itu terjadi. Ditilik dan direnungkan, apa masalahnya? Apa mungkin itu berasal dari orang yang bersangkutan? Apa karena ada hal yang si A lakukan sekali saja salah di mata si B, lantas sepanjang usia si B jadi tidak menyukai si A? Lantas, pertanyaannya bukan lagi, “Siapa yang salah?” melainkan, “Di mana bagian yang harus dibenarkan da

Wisata Kuliner #4

Jadi ceritanya setelah gagal beberapa kali membuat cheese cake tanpa oven, toleransi akhir sebagai ajang coba-coba di rumah dihentikan (untuk sementara waktu sampai oven yang dijanjikan akan diberikan padaku), akhirnya ganti haluan menuju masakan panas, kalau bahasa kerennya hot kitchen . Sekedar berlagak keren, istilah ini juga baru tahu dari sepupu yang kuliah di perhotelan Universitas Trisakti dimana ada sesi masak-masaknya. Hasil cheese cake pertama sampai ketiga: Percobaan ketiga nggak tau fotonya ke mana. Percobaan pertama terlalu keras karena pakai pop-cake. Padahal rasanya enak. Percobaan kedua kurang berasa cheese cake dan hancur-hancur. Percobaan ketiga terlalu asam karena kebanyakan lemon. Akhirnya membuat pudding roti yang resepnya dapat dari dosen, beserta fla-nya: Walaupun warnanya agak serem, ini ‘kue’ paling enak yang pernah aku bikin, kata yang makan sih, Cuma agak pahit karena kopinya pakai kopi hitam tanpa saring, jadi sama ampas

About Notes

Mungkin ada sebagian orang yang akan komentar (lagi) tentang apa yang akan aku tulis saat ini. Oke, mungkin aku terlalu expose tentang kehidupan pribadi aku lagi, tapi seturut tema besar blog ini bahwa aku memang akan ­ share­ tentang pengalaman aku sendiri maupun pengalaman orang lain yang singgah ditelingaku, yowes , jadi aku post aja deh. Kalau ditanya hadiah apa yang bisa membuat kamu senang, mungkin jawabannya mobil mewah, rumah gedong, perhiasan super mahal, atau seikat bunga dan kartu ucapan manis, dinner romantis, mungkin… Aku? Nggak tahu nih, aku aneh, rasanya memang ada keanehan didiri aku sendiri… Suatu hari ada seorang yang memberikan ini: Dengan pesan ini: Sejujurnya agak kaget, ini kan hal yang sederhana, siapapun bisa ngasih. Iya, siapapun bisa kasih, toh ini bukan barang yang mahal. Tapi pesan yang disampaikan pada aku itu loh … Sedikit, kecil sih, tapi punya makna yang (agak) dalam. Soalnya orang yang ngasih, tahu bahwa memang kesukaan aku