Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2012

Manusia+Atom=Kimia

Kalau cinta bisa diibaratkan, cinta itu seperti gas. Tidak terlihat, tapi bisa tercium. Tidak memberati tapi bisa dihitung. Tidak berwujud tapi nyata. Manusia itu materi. Materi itu terbagi menjadi ras murni atau campuran. Tiap-tiap ras dibagi lagi. Sang murni menjadi senyawa dan unsur yang akan saling berkolaborasi dengan reaksi kimia. Sedangkan ras campuran menjadi kumpulan heterogen (si egois) dan kumpulan homogen (si pembaur). Manusia itu kaya atom yang selalu pingin mencari kestabilan. Selalu pingin semulia si gas mulia yang notabene sudah stabil dari alam. Atom itu selalu mencari cara gimana caranya bisa hidup stabil alias tenang, damai, dan adem ayem . Maka dari itu, manusia (atom) selalu mencari pasangan yang tepat dan cocok. Kalau dipaksa yang ada hanyalah perpisahan kembali. Contohnya ion natrium bernilai +1 akan berpasangan dengan ion klorida yang bernilai -1. Nah cocok akan, hasilnya akan sama dengan nol (0), stabil. Itu ikatan ion, ikatan antara cewek dan cowok, di

Lagi-lagi Tentang Menulis

Penulis itu nggak bisa bener-bener aku lakukan sebagai pekerjaan tetap. Lihat saja sekarang, angot-angotan. Tergantung mood. Kalau lagi galau, bahasannya galau terus, tapi itu masih mending soalnya masih ada ide untuk diketik dan ditulis. Coba kalau lagi mandek kaya gini. Apa aja yang mau ditulis rasanya nggak berselera, yang jadinya nggak jelas juntrungannya. Apa aja yang terlintas di benak nggak bisa langsung ditulis. Kalau nonton Doraemon, jadi keinget alat yang ditaruh di kepala dan apa yang dipikiran bisa langsung diapresiasikan ke bentuk tulisan ke monitor, atau kalau misalnya ngomong di mikrofon langsung deh ke print apa yang diucapkan. Mudah, praktis, dan ide segar langsung bisa dikeluarkan tanpa perlu dipendam yang hasilnya malah lupa. Melihat, menilik, mencermati, dan meneliti tulisan dari masa ke masa, dari penulis senior hingga penulis alay tapi bisa tembus ke media cetak hingga karyanya di publish ke publik, rasanya saya merasa bukanlah penulis ulung dan tidak dap

Wahai Maut

Wahai maut, mengapakah kau begitu angkuh? Menganggap semua yang ada di bumi ini akan kau telan Betapa menyakitkan dirimu dengan racun diujung sengatmu Masihkah kau dapat berkata, “Aku paling berkuasa”? Wahai maut, mengapa kau begitu kejam? Merenggut semua kebahagiaan mahkluk di bumi Menelannya bulat-bulat tanpa sisa Dan bekerja tanpa ampun dan belas kasih Wahai maut, ke mana kau boyong semua yang terkasih? Kau merasa semua takut padamu, segan padamu Tapi masih ada suatu kumpulan kecil Sepucuk keberanian untuk menantangmu Wahai maut, sampai kapankah kau jalankan tangan besimu? Bilamanakah kau lelah bermain-main dengan makhluk di bumi Melepaskan satu persatu ‘barang mainanmu’ Kepada suatu keabadian yang tak bisa kau sentuh

Kemarin itu...

Kemarin, aku dan saudara-saudara yang lain pergi ke suatu daerah di utara Jakarta. Langit waktu itu mendung dan mulai meneteskan air, namun hanya sebentar saja sebab tak lama kemudian rintik-rintik hujan berhenti. Lalu salah seorang diantara mereka berbicara padaku. "Le, tahu nggak kenapa hujannya berhenti?" "Kenapa?" balasku bertanya. "Soalnya, hujannya pindah dari langit ke mataku." Aku terdiam. "Maksudnya, kamu nangis gitu?" Dia mengangguk. "Haha, bohong ah." Aku tidak percaya karena dia itu anaknya ceria, heboh, suka ketawa-ketawa, jingkrak sana jingkrak sini, hiperaktif, caper(loh kok jadi jelek-jelek-nya). "Ah, tuh kan, emang nggak ada yang percaya sih kalau aku nangis." "Emang." "Ada yang salah kalau gitu?" katanya horor. "Apaan sih?" aku heran. "Aku kurang ekspresionis. Harusnya ngomongnya sambil...'Hiks, aku...kemarin, hiks...nangis-di-jalan...huaaaaa." "Lebay dasar!&q

Aku Bertanya-tanya

Aku bertanya-tanya Apakah hidup manusia akan seperti awan di langit? Yang menguap dari laut, mengembun di udara, lalu jatuh ke bumi sebagai titik-titik hujan. Berputar membentuk siklus. Aku bertanya-tanya Apakah hidup manusia akan seperti ombak di laut? Bergulung-gulung kecil dari tengah laut kemudian membesar ketika hampir mencapai tepi lalu pecah di batu karang sebagai kesudahannya lalu berulang kembali. Aku bertanya-tanya Apakah hidup manusia akan seperti metamorfosis kupu-kupu? Dari telur kecil tak berdaya menjadi ulat jelek lalu bersembunyi dalam kepompong untuk menjadi kupu-kupu cantik yang terbang kian kemari kemudian menelurkan telur-telur kecil tak berdaya lagi. Aku bertanya-tanya Apakah hidup manusia akan selalu seperti ini? Lahir, tumbuh dan berkembang, belajar dan bekerja, lalu menjadi tua dan mati bersenang-senang serta berlelah-lelah kemudian melebur kembali pada tanah.