Langsung ke konten utama

Lagi-lagi Tentang Menulis



Penulis itu nggak bisa bener-bener aku lakukan sebagai pekerjaan tetap. Lihat saja sekarang, angot-angotan. Tergantung mood. Kalau lagi galau, bahasannya galau terus, tapi itu masih mending soalnya masih ada ide untuk diketik dan ditulis. Coba kalau lagi mandek kaya gini. Apa aja yang mau ditulis rasanya nggak berselera, yang jadinya nggak jelas juntrungannya. Apa aja yang terlintas di benak nggak bisa langsung ditulis.

Kalau nonton Doraemon, jadi keinget alat yang ditaruh di kepala dan apa yang dipikiran bisa langsung diapresiasikan ke bentuk tulisan ke monitor, atau kalau misalnya ngomong di mikrofon langsung deh keprint apa yang diucapkan. Mudah, praktis, dan ide segar langsung bisa dikeluarkan tanpa perlu dipendam yang hasilnya malah lupa.

Melihat, menilik, mencermati, dan meneliti tulisan dari masa ke masa, dari penulis senior hingga penulis alay tapi bisa tembus ke media cetak hingga karyanya dipublish ke publik, rasanya saya merasa bukanlah penulis ulung dan tidak dapat dibandingkan dengan siapa-siapa dan saya merasa hanya pemula. Bukan! Kurang dari seorang pemula.

Meninjau kembali tulisan yang saya ketik dan buat, kebanyakan hanyalah berupa pengalaman pribadi yang jatuh-nya malah sekedar curhat massal supaya orang tertarik dan baca. Nyatanya, satu karyapun belum pernah diterima oleh editor majalah dan koran manapun sekalipun sudah saya kirim dan coba berulang kali. Namun sampai saat ini, nihil! Nol besar!

Weleh-weleh, saya merasa malu kalau ada yang baca blog saya atau tulisan saya dimanapun dan bilang itu bagus. Saya masih belum menemukan tulisan saya semenarik itu, padahal saya sendiri yang menulis. Mungkin karena mereka kenal saya dan merasa tidak enak untuk menyatakan sebuah kritik tajam yang mungkin itulah yang dapat melecut saya untuk berpacu lebih keras dalam hal tulis-menulis ini.

Rasanya jengah juga menghadapi pergolakan seni yang kian tak menentu. Seni. Satu kata yang memiliki beribu makna. Tanpa batas. Bebas dan lepas. Indah. Menurut pandangan masing-masing individu tanpa ada yang berhak menyatakan pendapat dia benar dan pendapat dia salah. Sampai saat ini, menurut saya seni adalah sebuah sarana yang menjadi teman pelebur sedih, mengekspresikan rasa senang, dan peredam rasa marah. Seni adalah tempat ke mana saya bisa berlari-lari dengan bebas dalam imajinasi saya sendiri. Seni adalah di mana alam mengambil peranan penting. Pada akhirnya, seni adalah karya yang tak terbantahkan oleh siapapun sebab seni itu sendiri mencerminkan siapa penciptanya.

Entah apa tulisan saya bisa dikategorikan sebagai salah satu aliran seni, tapi terlepas dari itu maksud dari menulis itu apa, itu yang penting. Apakah bermanfaat? Apakah dapat mengungkapkan suatu peristiwa, memaparkan misteri, atau malah menimbulkan konflik?

Kembali lagi mengingat para penulis senior, saya merasa sangat amatir. Entah ejaan dan tanda baca sudah sesuai dengan kaidah EYD yang baik dan benar. Saya merasa seperti setitik debu diantara jutaan galaksi di jagad raya ini. Tidak berarti apa-apa.

Maka dari itu, saya sangat berterimakasih pada pendapat apapun bagi mereka yang pernah membaca baik itu pembaca tetap atau sekedar lalang saja. Saya bersyukur, masih bisa menulis dan meluangkan waktu merangkai kata-kata menjadi kalimat lalu menjadi suatu cerita guna menyampaikan maksud.

Sepertinya, banyak yang menganggap diri seperti itu. Malu mempublikasikan tulisannya. Takut itu jelek. Takut tidak sesuai dengan pasaran. Tapi bagi saya, menulis adalah menuangkan ide sebelum ide itu sendiri keburu membusuk dalam pikiran atau mungkin ide itu berguna bagi orang lain yang merasakan dan sepikiran.

Dengan menulis, tanpa kata-kata terucap dari mulut, kita masih bisa menyampaikan apa yang ada dipikiran. Dengan menulis, saya merasa lega.

Sekian cuap-cuap penulis yang sedang bingung mau menulis apa untuk memenuhi blog ini.

Akhirnya, dari cuap-cuap yang tidak karuan melahirkan sebuah tulisan panjang yang sepertinya tidak akan pernah berakhir kalau tidak saya akhiri di sini.

ADIOS.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber

Lagu Penuntun Malam (yang Dingin) #4

Malem ini dingin banget dan saya kedinginan, bukan maksud ambigu yang lain loh, cuma emang tubuh menggigil. Mungkin karena hujan terus sepanjang hari, mungkin juga karena tubuh yang lagi nggak fit. Bukti kedinginan ( lebay ): Udah pake syal, selimut, sweater ... dan oh, kaos kaki juga. Tapi di malam yang dingin ini ditemani lagu-lagu yang sedikit banyak menghibur. You’ll Be in My Heart-Phill Collins ost. Tarzan (Disney) Come stop your crying It will be all right Just take my hand Hold it tight I will protect you from all around you I will be here Don't you cry For one so small, you seem so strong My arms will hold you, keep you safe and warm This bond between us Can't be broken I will be here Don't you cry 'Cause you'll be in my heart Yes, you'll be in my heart From this day on Now and forever more You'll be in my heart No matter what they say You'll be here in my heart, always Why can't they understand the wa

Email from Eric Charles : How To Make That Guy Commit

Hi Mule, Eric Charles here. Women ask me this question over and over again: How do I get him to call me his girlfriend? - or - How do I get him to become official or exclusive with me? - or - How do I get him to say he's in a relationship with me on Facebook? Maybe you're already in an "official" relationship,  but I would still urge you to keep reading because the  trick  I'm about to reveal applies to all relationships at any stage. In many cases, a woman asks me one of those "how do I  get a title / relationship status" question after  weeks or months of waiting for the guy to commit to  her in some way. Things started out fine and progressed into seeing  each other steadily and regularly. But for whatever  reason, despite the frequent visits, sleepovers,  dates, texts, etc.  he says he doesn't want a relationship. (Or for some, he says he's not ready for some next  step... moving in, marriage, etc.) There's a truth about people - men and