Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2013

Sekolah, Gratis?

Kemarin baru saja cerita-cerita sama adikku, Sarah, quality time berdua sambil jaga Padang Belantara Store di jalan Gotong Royong I (yuk mampir). Kebetulan di samping warung, ada acara ijab kabul, dan baru pertama kali melihat acara yang demikian. Pernikahan versi berbeda. Setelah acara selesai, Sarah melambai pada seseorang di lantai dua rumah tetangga. “Siapa itu Sar?” tanyaku. “Mbak, dia masih umur 14 tahun loh ci tapi uda jadi pembantu.” “Kenapa nggak sekolah aja? Kan sekarang sekolah gratis,” kataku singkat. “Iya sih, tapi emang buku sama baju gratis? Uang makan? Transport? Kalau mau ujian? Kalau mau acara jalan dari sekolah? Kan bayar.” Jawaban singkat dari Sarah itu membuat aku terdiam. Eh, iya yah, aku yang uda berumur puluhan tahun ini malah berpikiran sempit tentang biaya sekolah hanya terbatas tentang SPP dan uang gedung, sementara untuk kebutuhan yang tidak kalah penting selama proses pembelajaran itu sendiri nggak sampai aku perhitungkan, tapi seorang anak

Review Film #1

After Earth Kemaren itu habis nonton film ini dan mau review . Bagus kok film-nya cuma yang mau aku bahas di sini adalah mengenai arti dari film itu dari tiap kejadian yang muncul. Pas pesawat Will Smith dan Jaden, lupa nama di filmnya apa, jatuh, terus kapalnya hancur terbagi dua, bagian ekor dan badan pesawat, mereka perlu pemancar S.O.S yang ada di ekor pesawat karena pemancar yang mereka punya rusak. Will yang terluka parah akhirnya mengutus anaknya itu untuk mengambil pemancar itu di ekor pesawat dengan memberi wanti-wanti terlebih dahulu bahwa mereka berada di planet karantina kelas 1, artinya planet yang sangat berbahaya, bernama Bumi. Padahal Jaden sama sekali bukan petarung yang baik di lapangan. Kenapa berbahaya? Karena semua mahkluk yang ada di Bumi setelah 1000 tahun ditinggal manusia, berevolusi dan telah di- set untuk membunuh setiap manusia yang datang ke sana. Lokasi yang dipakai yaitu hutan-hutan di mana bisa bersembunyi dan menerkam dengan tiba-tiba. Dan ya

Teman Sejawat

Sudah tiga hari ini teman sejawat belum juga memunculkan batang hidungnya. Sudah lima hari juga belum bertemu. Rasanya agak lama. Lalu terngiang dua sesi obrolan penuh makna dan berbobot berat, tentang kuantitas vs kualitas, tentang idealisme vs perfeksionisme. Teman sejawat ini begitu pandai, baik pandai untuk dirinya maupun pandai berbagi. Seringkali diajari olehnya lebih dapat dimengerti ketimbang dosen asli yang memberi mata kuliah tersebut. Aku sangat optimis, suatu saat nanti, dia akan menjadi pengajar favorit. Orang boleh bilang dia perfeksionis, aku juga mengatakan demikian, awalnya. Tapi seiring berjalannya waktu dan sempat mengobrol dengan penuh makna itu, perfeksionis bagi dia, bahwa sesuatu yang dipandang sangat ideal untuk dirinya sendiri dan menurut pemahamannya sendiri, sementara idealisme adalah pandangan yang menganggap suatu keadaan ideal bagi suatu kumpulan dan pemahaman oleh sekelompok tertentu. Kalau tidak salah ingat, begitulah hal yang aku tangkap. Dari pemah

Kematian Lepi

Sebenarnya kisah ini sudah lama ingin aku sampaikan sebagai bahan gundah gulana yang sudah menjangkit beberapa bulan. Ini tentang kematian Lepi. Kasihan Lepi. Setelah lima tahun bersama sejak kelas satu SMA hingga semester empat di bangku kuliah, dia sudah bersamaku. Waktu aku marah, nangis, nulis kata-kata yang nggak jelas, waktu aku stress berat, dia yang jadi saksi bisu yang nggak pernah protes kalau aku toel-toel atau aku tekan dengan keras. Dia nggak marah kalau aku berteriak dan membentak dia mengatakan bahwa dia ‘Lemot!’ Dia juga yang jadi saksi bagaimana semua kisah dan semua kenangan yang terangkum indah dalam foto-foto mahakarya dan video girang dengan tawa yang membahana. Dia yang paling tahu bagaimana aku begadang buat mendesain sesuatu atau nonton, atau berpuisi, atau berkisah, atau sekedar web-cam sama orang di ujung layar di sebelah sana, Lepi tahu kegiatan-kegiatan seperti itu. Lepi yang nemenin aku waktu aku tersesat di hutan beton kampus Binus, dia pengalih p

Saat Ini

Jingga lalu kelabu Awan-awan hitam yang menggantung di langit Dari terang jadi meredup Menelan sang surya yang kini menghilang Tetes-tetes hujan mulai mendera Setiap tubuh yang tidak siap melindungi diri Dari rintik menjadi deras mengguyur tanah  Yang menyeruakkan baunya yang khas Tiap bunyi langkah kaki yang tergesa Beradu keras dengan aspal yang hitam legam Sambil merapalkan doa berkali-kali Oleh bibir dengan penuh harap dan cemas Rambut basahnya yang panjang dibiarkan tergerai Nafasnya sedang sesak hampir putus Ia berdiri kaku dan hanya menatap Pada sekumpulan orang yang sedang bersedu sedan Lututnya gemetar namun mulutnya terkunci rapat Setiap tepukan semangat di pundaknya hanyalah sebuah basa basi belaka Ia tidak ingin siapapun menghiburnya Ia hanya ingin kekasihnya hidup dan berada di sisinya saat ini ADIOS.

Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana; dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu aku ingin mencintaimu dengan sederhana; dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada Oleh: Sapardi Djoko Damono

Branded Things

Seems like everybody got a price,   I wonder how they sleep at night. When the sale comes first,   And the truth comes second,   Just stop, for a minute and Smile   Why is everybody so serious!   Acting so damn mysterious You got your shades on your eyes And your heels so high That you can't even have a good Time Lagu ini sering banget aku senandungkan sendiri dan sering banget terngiang di kepala. Waktu aku cermati kata-katanya, eh iya juga yah. (Mungkin) benar juga kalau zaman ini setiap orang dinilai berdasarkan ‘harga’ mereka masing-masing. Maksudku, yang aku tangkap di sini adalah orang itu dinilai ‘Gaul’ atau ‘Cupu’ berdasarkan apa yang mereka pakai. Mungkin HP mahal, canggih, dan keren, mungkin dari pakaian, tas, jam tangan, dan sepatu branded . Mungkin juga tentang make-up yang menghiasi wajah mereka. Seberapa gaul-kah kamu? Dulu pas zaman sekolah, gaul itu adalah 3B, behel, BB, belah tengah . Aku bukan semuanya, jadi nggak gaul dong yah? #hengg It’s no

Lagu Penuntun Malam #3

Malam ini ditemani oleh lagu klasik yang sebenarnya agak membuat ngantuk tapi berhubung kabarnya musik klasik itu bagus buat otak, jadi bisa dipakai sambil belajar. Dengan tidak adanya lirik lagu, jadi aku nggak bisa ikutin nyanyi -nyanyi . Nggak banyak lagu klasik di HP aku, soalnya banyakan di laptop yang lama. Lagu klasik yang menjadi favorit aku yaitu Sonata Mediunica de Mozart yang menjadi ringtone HP aku juga. Lagu klasik yang sudah mainstream tapi tetap enak didenger yaitu Ludwig Van Beethoven - Moonlight Sonata. Lagu ini dibuat Beethoven buat pacarnya tapi pacarnya ninggalin dia. Padahal lagu ini romantis, sayangnya di film-film dibuat kaya mistis gitu. K Lagu klasik bagus yang banyak di aransemen-kan adalah Canon in D-Pachebel .   Lagu ini juga sebenarnya romantis, menggambarkan hati yang sedang senang dari Pachebel  waktu itu. Lagu klasik yang satu ini bukan favorit aku tapi selalu berhasil mengingatkanku pada seseorang yang berlanjut mengingat beberapa orang

Mini Gallery #2

This is my second Mini Gallery. Look at these picture s . Apa perbedaan dari kedua gambar ini? Gambar pertama fokus pada pohon cemara, sehingga latarnya menjadi terlihat kabur. Gambar kedua fokus pada mobil kijang di dekat sudut pandang kamera dan statue -nya sehingga mobil-mobil yang terparkir dan deret pohon di belakangnya sebatas menjadi latar yang tidak terlalu jelas, tidak menjadi fokus utama. Kalau kita perhatikan betul gambar-gambar ini, sebagian besar mencerminkan kehidupan kita. Apa yang menjadi fokus kita dalam hidup. Apa semua hal menjadi perhatian kita, atau sebagian saja yang  menjadi objek yang kita tekuni secara mendalam? Ini gambar yang sederhana sebenarnya, sebua basin , wastafel tempat cuci tangan. Nggak terlalu unik kalau dilihat dengan mata biasa. Tapi dalam lensa kamera ini, menjadi sesuatu yang indah kan? Mungkin, dalam hidup, sesuatu yang sederhana itu perlu di-‘poles’ sedikit sehingga dapat tampil menawan. Sudut pandang yang di

Ayub Kecewa Terhadap Sahabat-sahabatnya

 Lalu Ayub menjawab: Ah, hendaklah kiranya kekesalan hatiku ditimbang, dan kemalanganku ditaruh bersama-sama di atas neraca! Maka beratnya akan melebihi pasir di laut; oleh sebab itu tergesa-gesalah perkataanku. Karena anak panah dari Yang Mahakuasa tertancap pada tubuhku, dan racunnya diisap oleh jiwaku; kedahsyatan Tuhan seperti pasukan melawan aku. Meringkikkah keledai liar di tempat rumput muda, atau melenguhkah lembu dekat makanannya? Dapatkah makanan tawar dimakan tanpa garam atau apakah putih telur ada rasanya? Aku tidak sudi menjamahnya, semuanya itu makanan yang memualkan bagiku. Ah, kiranya terkabul permintaanku dan Tuhan memberi apa yang kuharapkan! Kiranya Tuhan berkenan meremukkan aku, kiranya Ia melepaskan tangan-Nya dan menghabisi nyawaku! Itulah yang masih merupakan hiburan bagiku, bahkan aku akan melompat-lompat kegirangan di waktu kepedihan yang tak kenal belas kasihan, se

Mini Gallery #1

Baru aja korek-korek foto di akun FB yang ter- hidden dengan nama akun berinisial TV dan mendapat sesuatu gambar yang ternyata pernah ada.  Waktu itu jalan-jalan ke GI, terus lihat ada pameran cuma masih belom di publish untuk umum. Apa kita dobrak pintunya aja? #anarkis Alhasil, cuma bisa lihat dari luar, dari kaca. Ayo tebak, itu lukisan tokoh siapa? Bukan cuma itu aja, tapi masih banyak loh lukisan yang lain. Nih, lihat...! Sayang, cuma bisa dari depan kaca. Nggak cuma lukisan, ada juga manekin-nya. Mungkin itu dari sejenis clay . Lucu kan ada perapian di dalam mall . Jepret dulu ah... Satu lagi yang mirip. Lihat lampu itu? Mirip kaya di cerita Narnia edisi The Lion, The Witch, and The Wardrobe . Inget kan pas dia lagi di hutan penuh salju?! Lampu itu yang nanti akan bawa putra-putri Adam dan Hawa (sebutan manusia di negeri Narnia) buat balik ke dunia nyata. Dan kita sekali lagi dibawa ke dunia dongeng, The Nutcracker . Itu

GPS and Racing

Kadang, emang rada susah kalau punya HP lumayan keren. Apalagi kalau HP-nya bisa GPS... Waktu itu pernah, dalam rangka mengantar proposal dalam suatu kegiatan, aku diajak untuk keliling Jakarta. Sebut saja namanya sopir dan kenek. Jadi aku merasa terjebak udah mau dibawa kabur sama mereka berdua. Masalahnya adalah kalau udah naik mobil dan nggak diajak ngobrol dengan intens, aku bakalan tidur. Dan kejadian pertama sepanjang perjalanan, hampir aku tidur terus sementara kenek dan sopir asik ngobrol. Perjalanan berikutnya, karena aku dengan pasrahnya ikut lagi dan tentu saja banyak diamnya di perjalanan aku tidur. Waktu itu pernah nyoba untuk ngobrol, alhasil, kalau nggak dibohongin, malah dibilang cerewet. Pernah juga waktu itu cuma pergi sama sopir lantaran kenek lagi galau dan lagi-lagi aku merasa terjebak oleh situasi ini. Si sopir bilang kalau sebenarnya ngajak aku tuh cuma buat minjem HP yang bisa jadi GPS. Jadi yang diperlukan itu HP-nya, bukan orangnya. Tega jahat parah!