Langsung ke konten utama

Tentang Pak Mah

Kalau ngomongin tentang SMA tercinta karena cuma pernah bersekolah di satu SMA yang sama dan nggak pindah-pindah, makanya nggak ada pilihan lain buat menyukai SMA selain SMAN Jupan Yahud.
Jadi kali ini mau berkisah tentang salah satu guru yang paling ajaib, errr, unik…
Waktu itu semester 5, udah kelas 3 SMA, kelas XII, bentar lagi lulus. Bagaimana membuat masa-masa SMA berkesan? Silahkan buat kesan itu sendiri, kan?!
Pas pelajaran fisika, gurunya itu, sebutlah Pak Mah. Dia ini guru yang pinter, tapi sayangnya suka malu kalau berada di kerumunan siswa yang melihat dia mengajar dengan muka polos, karena kalaupun ilmu yang diajarkan salah, toh nggak ada siswa yang protes. Karena waktu itu duduk paling belakang lantaran udah tahu kebiasaan Pak Mah yang suka lihat bukunya atau ngobrol sama papan tulis, alhasil niat belajar turun drastis.
Jadi apa yang dilakukan oleh siswa yang duduk paling belakang? Sudah tentu tidak memperhatikan guru.
Nah, aku itu punya kebiasaan sejak SMP, yaitu suka banget makan di kelas lantaran kalau laper jadi nggak konsen belajar dan nggak fokus perhatikan guru ngajar, jadilah aku makan di kelas, walaupun hal itu dilarang, tapi karena sudah jago (professional), jadilah hal ini tidak pernah ketahuan. Kalaupun ketahuan…(saksikan di kisah saat SMP, ini kisah saat SMA dulu). Ternyata kebiasaan itu menular, ke temen-temen yang duduknya paling belakang.
Pas pelajaran hari itu, laper banget rasanya. Salah seorang teman yang nggak kalah gokil, cewek juga, aku ajak ke kantin. Kelasnya kan sebelah kantin, jadi tinggal keluar beli jajan aja. Pertama, ijinya ke WC. Terus nongkrong di kantin, beli kopi dulu, soalnya ngantuk. Tapi karena kopi tidak boleh diminum dalam keadaan perut kosong, apalagi bagi penderita maag (seperti aku), maka itu perlu camilan. Karena takut terlalu lama, kita balik ke kelas lagi. Tapi makanan yang dimakan kurang. Pingin beli lagi di kantin. Melihat kesempatan terbuka lebar karena Pak Mah sedang serius mengajar menghadap papan tulis, kita berdua nyelonong aja, nggak pake pamit (please, jangan ditiru! Ini hanya untuk kaum professional). Di kantin, kita borong Turbo sampe 5000 rupiah, dapat 10 bungkus, bawa ke kelas. Anggota geng duduk belakang, melumat habis semua camilannya. Belum sampai situ, ada lagi lukisan di tembok yang digambar sama temenku, si anak seni sejati (pernah di bahas di blog ini, udah lama sih), dan kita ketawa cekikikan. Bahas guru bahasa Indonesia yang jadi anggota suami-suami takut istri, bahkan kaos kotangnya kan kaliatan, terus bolong-bolong. Kata guru kimia (yang jadi informan kita), dia nggak berani minta ganti sama istrinya. Parah… (Ngakak!)
Anehnya, kita rasanya udah berisik, tapi Pak Mah dan barisan siswa teladan duduk terdepan, tidak merasa keberisikan kita, mungkin kita dianggap tak kasat telinga.
Tibalah saat ulangan, tentu saja dengan lambat aku menyelesaikan soal yang ada, karena nggak nyontek dan nggak dengerin, yah bener-bener nge­-blank nggak ngerti. Pas nilainya diedarkan, bener-bener diedarin sekelas dan semuanya bisa lihat nilai satu dengan yang lain, aku, aku dapet 58 booo (kalau nggak salah inget). Yah, shock dong. Anggota geng duduk belakang pada bagus masa, dapatnya 85. Kok hebat?!
Untuk menebus rasa bersalah, setelah UTS itu, aku jadi duduk sama geng anak teladan di depan, depan meja Pak Mah banget, dan merhatiin dia sampai nggak kedip. Pertama, geng anak teladan di depan ada dua kubu, kubu kanan dan kubu kiri. Kubu kiri terdiri dari cewek-cewek rajin berempat, plus satu cowok sohib mereka (akhirnya jadi sohib kami!). Normalnya, satu meja itu hanya dapat menampung lima orang, kan mereka berlima, aku nyempil aja kaya gajah, karena badanku paling besar diantara cewek-cewek imut ini, akhirnya merasa risih, aku terdepak ke kubu kanan. Kubu kanan ini terdiri dari empat cowok kece yang ganteng, tapi nggak ramah. Kubu kanan santai tapi pinter-pinter. Demi nilai bagus, nggak peduli rasanya di sarang penyamun sama cowok-cowok ini yang malah godain balik pas aku duduk di deretan mereka.
“Woi, Le. Udah tobat lo duduk di sini?”
“Le, lo nggak duduk bareng di belakang noh? Tuh, mereka lihatin lo, butuh lo balik.”
“Le…”
“Diam! Sedang belajar. Kalau berisik, ke belakang sana,” cetusku sebal. Aku nggak mau balik ke belakang, nggak saat ini. Nggak musuhan sama geng anak belakang. Kita masih main kalau istirahat, tapi cuma pas pelajaran Pak Mah doang kita pisah.
Akhirnya, melihat kegigihanku yang tetap keukeh duduk sama kubu kanan anak teladan terdepan, jadilah mereka membiarkan salah seorang putri imut duduk bareng mereka.
Tibalah saatnya UAS. Ternyata dapat nilai pas-pasan standar. Yah, mana ketutup kan sama nilai UTS yang dibawah standar, jauuuuh itu!
Dengan hati berdebar pas lihat nilai rapor yang diambil ortu, bushhh. Ajaib, nilainya 80-an lebih. Mantap! Anggota geng belakang? Mau tahu? 90-an lebih…
Settt, jadi aku berjuang buat nilai 80 dan mereka bersukaria dan mendapat 90. Mi Yes Ta. Tapi nggak marah sama sekali, aku senang karena aku berjuang sampai pada akhirnya aku bisa mendapat nilai yang udah lebih dari cukup untuk aku yang udah nakal. Nggak lagi deh sama Pak Mah…

ADIOS.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber

Lagu Penuntun Malam (yang Dingin) #4

Malem ini dingin banget dan saya kedinginan, bukan maksud ambigu yang lain loh, cuma emang tubuh menggigil. Mungkin karena hujan terus sepanjang hari, mungkin juga karena tubuh yang lagi nggak fit. Bukti kedinginan ( lebay ): Udah pake syal, selimut, sweater ... dan oh, kaos kaki juga. Tapi di malam yang dingin ini ditemani lagu-lagu yang sedikit banyak menghibur. You’ll Be in My Heart-Phill Collins ost. Tarzan (Disney) Come stop your crying It will be all right Just take my hand Hold it tight I will protect you from all around you I will be here Don't you cry For one so small, you seem so strong My arms will hold you, keep you safe and warm This bond between us Can't be broken I will be here Don't you cry 'Cause you'll be in my heart Yes, you'll be in my heart From this day on Now and forever more You'll be in my heart No matter what they say You'll be here in my heart, always Why can't they understand the wa

Email from Eric Charles : How To Make That Guy Commit

Hi Mule, Eric Charles here. Women ask me this question over and over again: How do I get him to call me his girlfriend? - or - How do I get him to become official or exclusive with me? - or - How do I get him to say he's in a relationship with me on Facebook? Maybe you're already in an "official" relationship,  but I would still urge you to keep reading because the  trick  I'm about to reveal applies to all relationships at any stage. In many cases, a woman asks me one of those "how do I  get a title / relationship status" question after  weeks or months of waiting for the guy to commit to  her in some way. Things started out fine and progressed into seeing  each other steadily and regularly. But for whatever  reason, despite the frequent visits, sleepovers,  dates, texts, etc.  he says he doesn't want a relationship. (Or for some, he says he's not ready for some next  step... moving in, marriage, etc.) There's a truth about people - men and