Langsung ke konten utama

Poin di Halte

“Lucu yah, ada orang yang sebegitu irinya sama aku sampai semua hal yang aku punyai dikritik habis-habisan senegatif-negatifnya.”
“Loh, kok prasangka buruk?” aku mencoba menengahi, entah perselisihan orang dihadapanku ini dengan siapa, sejujurnya aku tidak tahu.
“Memang kenapa kalau handphoneku Blackberry? Dulu semua orang juga punya, kalau aku punya sekarang karena dianggap ketinggalan jaman ketika mereka beralih ke Android atau Windows Phone, memang salah kalau aku punya BB? Toh ini juga bukan hasil nyuri!” sepertinya dia terlihat sangat kesal. Aku memasukkan handphone-ku yang juga BB lalu mengeluarkan HP Nokia Xpress Music-ku yang memang sudah kolot, tapi masih berfungsi dengan baik.
“Terus, belum lagi kamera SLR aku. Memang kenapa kalau aku amatir dan menggunakan type standar? Kenapa harus sampai dibilang kamera abal? Laptop, laptop yang baru aku beli dibilang buat orang idiot. Bahkan sampai dosen pilihanku dibilang nggak berkualitas karena bahasa inggrisnya jelek. Memang kenapa kalau mereka itu pintar inggris dosen pilihanku tidak? Lantas, aku juga yang salah?”
Perempuan itu terus mendumel sendiri, pikirannya pasti sedang tertuju pada pelaku yang sudah membuat emosinya memuncak saat ini.
“Sabar, sabar,” ucapku klise. Sebenarnya, aku tidak terlalu tahu apa masalahnya, tapi sepertinya si pelaku memang tidak suka dengan segala hal yang dipunyai perempuan ini. Dalam benakku, si pelaku terlalu perhatian dengan perempuan ini karena segala bentuk benda kecil saja sampai ia tahu dan diberi komentar. Aku tersenyum sendiri, mengingatkanku pada kejadian serupa yang pernah aku ingat.
“Artinya orang itu perhatian sama kamu.” Aku masih berusaha untuk mencoba menenangkan perempuan cantik yang duduk disebelahku. Kami sama-sama sedang menunggu bus di halte. Sepertinya terik siang yang membakar aspal jalan membuat perasaan semakin membara.
Aku menyeka keringat yang mulai membasahi dahiku.
“Ini,” aku menyodorkan selembar tisu.
“Aku tahu. Pasti berminyak kan mukaku ini,” ujarnya sebal lagi. Aku tersenyum.
“Aku juga. Kan wajar, sedang panas begini muka berkeringat dan berminyak.” Aku menyeka saja mukaku dengan tisu yang aku punya tanpa menoleh lagi ke sebelahku. Perempuan itu mengikuti tingkah lakuku.
“Mereka juga mengomentari tentang ini.” Perempuan itu menunjuk wajahnya yang sekarang sudah bersih dari minyak yang tadi dia sebutkan. Aku tersenyum tapi tetap terdiam.
“Mereka benar-benar sayang padamu rupanya.”
Perempuan itu menoleh, ia menyipitkan matanya dan menatapku tajam. “Kau tidak tahu bagaimana posisiku sih!” ujarnya kesal.
“Aku tahu!” sahutku. “Karena itu aku berusaha positif thinking supaya tidak terjadi perkelahian. Toh kalau memang mereka iri, biarlah. Bagiku, kelebihanku itulah yang menyenangkan kan? Sampai-sampai membuat orang iri.”
“Menyenangkan bagaimana?!” Ia menghentakkan kakinya kuat-kuat menimbulkan bunyi berdebum agak keras. Aku tetap menunduk, tidak menoleh ke sebelah karena aku tahu beberapa pasang mata menatap heran ke arah kami.
“Sudahlah. Buang kemarahanmu itu, tiada berguna.” Aku berusaha bijak. “Nikmati saja. Sebentar lagi masa-masa itu juga akan berlalu. Anggap saja sebagai latihan. Di dunia kerja nanti, akan lebih kejam bukan? Bukan lagi diam-diam kucing seperti ini, tapi langsung terkaman harimau.” Aku tertawa mendengar perumpamaanku sendiri.
Perempuan itu tersenyum. Sepertinya marahnya sudah mereda. “Iya, aku harusnya lebih mengucap syukur yah. Berarti aku punya banyak kelebihan, eh tidak, punya banyak orang yang aku sayangi dan memperhatikan aku sehingga kebahagiaan yang aku rasakanlah yang membuat orang lain iri karena mereka sebenarnya menginginkan hal itu juga namun tidak mendapat kesempatan.”
“Tepat!”
Kami berdua tertawa. Sepertinya kami sudah mendapat titik poin utama dari hal apa yang harus kami pelajari kali ini.


ADIOS.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber

Lagu Penuntun Malam (yang Dingin) #4

Malem ini dingin banget dan saya kedinginan, bukan maksud ambigu yang lain loh, cuma emang tubuh menggigil. Mungkin karena hujan terus sepanjang hari, mungkin juga karena tubuh yang lagi nggak fit. Bukti kedinginan ( lebay ): Udah pake syal, selimut, sweater ... dan oh, kaos kaki juga. Tapi di malam yang dingin ini ditemani lagu-lagu yang sedikit banyak menghibur. You’ll Be in My Heart-Phill Collins ost. Tarzan (Disney) Come stop your crying It will be all right Just take my hand Hold it tight I will protect you from all around you I will be here Don't you cry For one so small, you seem so strong My arms will hold you, keep you safe and warm This bond between us Can't be broken I will be here Don't you cry 'Cause you'll be in my heart Yes, you'll be in my heart From this day on Now and forever more You'll be in my heart No matter what they say You'll be here in my heart, always Why can't they understand the wa

Email from Eric Charles : How To Make That Guy Commit

Hi Mule, Eric Charles here. Women ask me this question over and over again: How do I get him to call me his girlfriend? - or - How do I get him to become official or exclusive with me? - or - How do I get him to say he's in a relationship with me on Facebook? Maybe you're already in an "official" relationship,  but I would still urge you to keep reading because the  trick  I'm about to reveal applies to all relationships at any stage. In many cases, a woman asks me one of those "how do I  get a title / relationship status" question after  weeks or months of waiting for the guy to commit to  her in some way. Things started out fine and progressed into seeing  each other steadily and regularly. But for whatever  reason, despite the frequent visits, sleepovers,  dates, texts, etc.  he says he doesn't want a relationship. (Or for some, he says he's not ready for some next  step... moving in, marriage, etc.) There's a truth about people - men and