Langsung ke konten utama

Cheaper or More Expensive

Jadi terinspirasi buat nulis mengenai topik ‘Cheaper or More Expensive’.
Jadi ceritanya sore ini, terjadilah percakapan mengenai harga barang. Katakanlah, angel fish 1, menunjukkan sebuah foto mengenai makanan yang terdiri dari segelas anggur merah, sandwich atau burger gitu, dan satu set menu itu seharga Rp 995.000 (kalau nggak salah inget) padahal porsinya dikit banget. Menurut kamu mahal atau murah? Menurut saya mahal untuk harga sandwich-nya tapi tergolong murah untuk harga anggur merahnya, dengan catatan bisa di refill.
Nah, ada lanjutannya ke topik yang masih sama tapi beda objek, angel fish 3 kemudian bilang mau beli cheese cake. Saya sarankan beli di Margo, diameter 10 cm, harganya Rp 40.000. Menurut saya murah, tapi kata dia mahal. Kenapa saya bisa bilang itu murah? Karena dibandingkan dengan cheese cake di Harvest yang cuma satu slice berbentuk segi empat ukuran  4x8 cm yang harganya Rp 25.000 itu tergolong murah, iya kan? Walau soal rasa masih belum tahu di Margo itu enak atau nggak, yang di Harvest nggak terlalu enak, biasa aja, menurut saya.
Nah, topik selanjutnya mengenai naik taksi. Jadi angel fish 1 bilang naik taksi ke rumah dia dari kampus Rp 60.000-an, menurut saya itu tergolong murah, kenapa? Karena udah pernah nyoba naik taksi dari Depok (jauhan dikit dari kampus, dari arah Cibubur) sampai ke rumah itu harganya Rp 150.000 belum pakai macet dan bayar tol segala. Yang saya bayangin kan rumah angel fish 1 jauh tuh, makanya saya kira, kok murah banget Rp 60.000-an naik taksi. Ternyata, bolak-balik rumah-kampus-rumah angel fish 1, cuma sejam, dibandingkan rumah saya-kampus-rumah saya, 3 jam, itu belum termasuk macet, dan kalau kecepatannya tinggi. Bisa dibayangkan kan jadinya alasan saya mengatakan hal itu?
Mungkin ini memang radar saya yang terlalu sensitive atau bagaimana, cuma nggak mau dikiranya kok saya songong banget, barang mahal dibilang murah. Bukan begitu sebenarnya. Ketika saya bilang mahal atau murah, itu pasti karena ada alasannya yang setidaknya saya tahu sedikit info (yang mungkin benar, mungkin juga salah) mengenai barang tersebut, kemudian dibandingkan dengan produk sejenis, beda merk, dengan harga dan kualitas yang bisa lebih baik, bisa lebih buruk.
Ambil contoh soal wine itu. Kalau harganya Rp 995.000 adalah wine dengan kualitas terbaik, dinikmati di restoran berkelas, dengan orang-orang penting, harga seperti itu patut dipertimbangkan, apakah murah atau mahal, kalau menurut saya, itu masih kategori mahal tapi cukup worth it untuk dinikmati. Kalau harga wine tersebut dibandingkan dengan wine lain yang harganya Rp 200.000-an, jelas wine Rp 995.000 jadi terlihat mahal, dengan catatan, memiliki kualitas yang sama persis, hanya yang satu dijual di toko roti yang satu dijual di restoran bintang lima, tentu saja akan saya katakan Rp 200.000 jauh lebih murah ketimbang memilih wine Rp 995.000. Walau sebenarnya, harga Rp 200.000 jauh lebih besar ketimbang minuman rasa anggur buatan yang harganya sekitar Rp 50.000, atau Rp 50.000 masih jauh lebih mahal dibandingkan air mineral Rp 500. Tapi tentu ini menjadi perbandingan yang tidak bisa diperbandingkan karena sudah beda objek.
Contohnya lagi, cheese cake Rp 40.000 dengan diameter 10 cm dengan tinggi 3 cm, berbentuk bundar sehingga memiliki luas 314,16 cm persegi, bervolume 942,48 cm kubik, dibandingkan cheese cake 4x8 cm, dengan tinggi 5 cm, memiliki luas 32 cm persegi dan volume 160 cm kubik, dibeli dengan harga Rp 25.000, beli dua menjadi Rp 50.000 menjadikan volume yang diterima 320 cm kubik. Jelas, ini perbandingan yang sangat jauh. Volume kecil dengan harga lebih mahal ketimbang volume besar harga Rp 40.000. Hal ini seringkali terluput dari perhitungan karena tak kasat mata. Okelah, ada topping buah stroberi 6 buah satu potong di kue Rp 25.000, dua potong menjadi 12 buah. Tapi kalau kita beli stroberi satu kotak seharga 10 ribu rupiah, kita bisa mendapat 16 buah stroberi, jadi Rp 40.000+Rp 10.000=Rp 50.000. Harga yang sama tapi mendapat 16 buah stroberi dengan luas kue 942,48 cm kubik. Bagaimana? Apakah masih terlihat terlalu songong-kah saya ketika mengatakan cheese cake seharga Rp 40.000 lebih murah dibandingkan yang harganya Rp 25.000? Lebih worth it yang mana?
Satu lagi, bila naik dengan taksi harganya Rp 150.000 dari kampus ke rumah bisa saya katakan murah, itu dibandingkan dengan sewa mobil pribadi yang harganya Rp 300.000/12 jam, belum termasuk uang sopir, uang makan sopir, uang tol, uang bensin. Tapi Rp 300.000 ini akan jauh lebih murah kalau trayek yang ditempuh jauh, misalnya, Jakarta-Bekasi Barat-Bekasi Timur-Depok-Cibubur-Jakarta. Bila dibandingkan dengan naik taksi, jelas sewa mobil Rp 300.000 itu jauh lebih murah.
Nah, sekarang bisa disimpulkan, ketika saya bilang itu murah atau mahal, lihat dulu alasan dibaliknya. Dibandingkan dengan apa? Kualitas yang bagaimana? Apakah ketika dikalkulasikan menjadi lebih murah atau mahal? Apakah yang kasat mata atau tidak? Belum lagi ditambah kuantitasnya bagaimana?
Jadilah, bukannya saya songong atau bagaimana ketika menyatakan suatu hal atau barang itu murah atau mahal, saya hanya mencoba mengkomparasikan mengenai suatu barang dengan barang lain yang memiliki kuantitas dan kualitas berbeda dengan harga yang relative sama. Tentunya, saya akan memilih kualitas terbaik dan kuantitas yang banyak, dengan harga yang murah dibandingkan hal yang sebaliknya.

Ketika 'ngidam' cheese cake dan dibelikan oleh Felicia Virgana


ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber

Lagu Penuntun Malam (yang Dingin) #4

Malem ini dingin banget dan saya kedinginan, bukan maksud ambigu yang lain loh, cuma emang tubuh menggigil. Mungkin karena hujan terus sepanjang hari, mungkin juga karena tubuh yang lagi nggak fit. Bukti kedinginan ( lebay ): Udah pake syal, selimut, sweater ... dan oh, kaos kaki juga. Tapi di malam yang dingin ini ditemani lagu-lagu yang sedikit banyak menghibur. You’ll Be in My Heart-Phill Collins ost. Tarzan (Disney) Come stop your crying It will be all right Just take my hand Hold it tight I will protect you from all around you I will be here Don't you cry For one so small, you seem so strong My arms will hold you, keep you safe and warm This bond between us Can't be broken I will be here Don't you cry 'Cause you'll be in my heart Yes, you'll be in my heart From this day on Now and forever more You'll be in my heart No matter what they say You'll be here in my heart, always Why can't they understand the wa

Email from Eric Charles : How To Make That Guy Commit

Hi Mule, Eric Charles here. Women ask me this question over and over again: How do I get him to call me his girlfriend? - or - How do I get him to become official or exclusive with me? - or - How do I get him to say he's in a relationship with me on Facebook? Maybe you're already in an "official" relationship,  but I would still urge you to keep reading because the  trick  I'm about to reveal applies to all relationships at any stage. In many cases, a woman asks me one of those "how do I  get a title / relationship status" question after  weeks or months of waiting for the guy to commit to  her in some way. Things started out fine and progressed into seeing  each other steadily and regularly. But for whatever  reason, despite the frequent visits, sleepovers,  dates, texts, etc.  he says he doesn't want a relationship. (Or for some, he says he's not ready for some next  step... moving in, marriage, etc.) There's a truth about people - men and