Langsung ke konten utama

Aku pun Juga Belajar


Aku pun juga belajar
Ini malam terakhir di bulan Agustus saat aku, Mrs. Raibow dan Mrs. Muscle di kos di sudut dan pelosok sebuah daerah di Depok. Malam ini aku bener-bener mau habisin waktu buat ngobrol sama mereka dan bercanda bareng. Pokoknya memanfaatkan waktu sebaik mungkin karena dua Mrs.itu bakalan PP dan nggak satu tempat kos lagi.
Sebelum acara ngumpul ini berlangsung, aku dan Mrs. Muscle makan bareng di WNK deket tempat kos. Terus, pastilah kalau dua orang cewek sedang ngumpul ujung-ujungnya ngobrol apa aja, yang penting nggak diem kaya tokek racun.
“Le, gara-gara aku deket sama kamu nih, aku jadi lebih bisa menghargai diri sendiri, sebelumnya kan suka minder,” kata Mrs.Muscle.
Aku ngangguk-ngangguk.
“Nah, si Mrs.Rainbow nih sekarang yang mesti didukung supaya nggak minder lagi.”
Aku masih ngangguk-ngangguk aja, nggak tahu mesti ngomong dan respon gimana. Masalahnya, bukan aku yang bikin Mrs.Muscle jadi lebih PD. Sebenarnya, dia sendiri yang melihat dan belajar dari sikap orang lain supaya tahu bagaimana caranya beradaptasi. Entah itu baik, entah itu buruk. Manusia harus bisa survive, bener kan?
Jadi, karena aku inget obrolan kita waktu itu, aku jadi kebayang-bayang terus selama ngumpul malem ini.
Aku lagi tidur-tiduran di ranjang yang sebenarnya buat sendiri tapi aku bagi sama si Mrs. Muscle. Tiba-tiba si Mrs.Rainbow yang lagi lihat FB, nyeletuk.
“Gile, temen-temen gue cakep-cakep banget yah. Kalau gue mah kalah...”
Terus suasana hening dan aku berbisik ke Mrs.Muscle, “Hem, kaya yang tadi diomongin.”
“Mrs. Rainbow, aku tanya yah...” aku memulai pembicaraan. “Menurutmu, siapa yang cipatain kamu? Tuhan kan? Kan Mrs. Rainbow punya kaki, tangan yang lengkap, kenapa ngeluh? Kalau ngomong begitu, berarti menghina PENCIPTA dong.”
Dia terdiam, aku tertegun. Kok aku bisa sih ngomong kaya gitu? Sok bijak...
“Kalau aku mau ngeluh, aku bakalan marah-marah kali ke Tuhan kenapa mesti aku di Depok, kenapa ga di Bandung, tempat kuliah impian aku,” aku menambahkan.
Aku langsung berimajinasi. Iya yah, gimana kalau aku marah-marah ke Tuhan dan bilang gini...
‘Tuhan, Tuhan nggak tahu apa aku udah belajar tiap hari dengan gigih, dapet nilai bagus, ngerjain soal-soal sampe begadang? Tuhan nggak tahu apa aku maunya di Bandung? Kenapa aku mesti di Depok sih? Di tempat yang jadi pilihan kesekian. Tuhan nggak mau aku ini sukses di pilihan teknik pertambangan, jadi orang kaya? Tuhan mau yah hidup aku melarat terus? Tuhan, kenapa Kau begitu kejam? Kenapa aku ga di Bandung? Apa sih yang Tuhan mau aku di Depok? Ih, aku sebel!’
Aku ngebayangin, kalau aku ngomong gitu ke Tuhan sambil ngacung-ngacungin tangan nunjuk ke langit. Nggak sopan banget yah. Aku jadi belajar bersyukur.
Pasti TUHAN punya suatu rencana tempatin aku di Depok. Pasti TUHAN punya alasan kenapa aku bukan di teknik pertambangan di Bandung dan malah tempatin aku di pelosok hutan dengan almameter kuning itu. Aku optimis.
Tapi gimana kalau nanti pelajarannya jadi susah dan nggak bisa? Ya, udah. Jalanin aja.
Gimana kalau nanti kerjaannya ga enak dan gajinya kecil? Inget, kerja itu buat pengabdian.
Gimana kalau ini, gimana kalau itu...
Pasti deh manusia yang normal itu bakalan takut juga, khawatir juga.
Lupa bersyukur.
Coba yah aku review ulang hidupku.
Mungkin aku bukan lahir di keluarga kaya raya tapi setidaknya aku tahu aku tidak pernah kekurangan dan pendidikanku terjamin di tangan TUHAN.
Mungkin aku nggak secantik artis-artis korea tapi setidaknya aku tidak melakukan operasi plastik.
Mungkin aku nggak bisa selalu up to date dengan gadget terbaru tapi setidaknya aku ga gaptek dan aku masih punya alat dengan fungsi yang hampir sama dengan versi agak lama.
Mungkin, kalau aku ngomongin ini sama orang, pasti akan dikira bodoh. Kok segitunya aja sih pasrah sama yang namanya jalan kehidupan? Atau aku bakal dikira ‘si gila sok religius’?!
Mungkin. Tapi mau gimana lagi?
Aku nggak kebayang gimana rasanya oksigen yang aku hirup tiap detik mesti bayar, darah yang mengalir di nadiku mesti dicuci dengan tidak otomatis oleh ginjal dan mesti pake alat bantu, dan gimana rasanya jantung aku mesti dikontrol tiap waktu supaya detak dan tensinya bisa normal terus.
Jadi sederhananya aja, selama aku masih bisa menghirup dan menghembuskan nafas, selama darahku masih mengalir di dalam urat-urat nadi, selama itu aku tahu aku harus mengucap syukur.
Dari percakapan kecil, dari peristiwa sederhana, dari lontaran kata sepele, dari situ aku  pun juga belajar, untuk bersyukur. J




ADIOS


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber

Lagu Penuntun Malam (yang Dingin) #4

Malem ini dingin banget dan saya kedinginan, bukan maksud ambigu yang lain loh, cuma emang tubuh menggigil. Mungkin karena hujan terus sepanjang hari, mungkin juga karena tubuh yang lagi nggak fit. Bukti kedinginan ( lebay ): Udah pake syal, selimut, sweater ... dan oh, kaos kaki juga. Tapi di malam yang dingin ini ditemani lagu-lagu yang sedikit banyak menghibur. You’ll Be in My Heart-Phill Collins ost. Tarzan (Disney) Come stop your crying It will be all right Just take my hand Hold it tight I will protect you from all around you I will be here Don't you cry For one so small, you seem so strong My arms will hold you, keep you safe and warm This bond between us Can't be broken I will be here Don't you cry 'Cause you'll be in my heart Yes, you'll be in my heart From this day on Now and forever more You'll be in my heart No matter what they say You'll be here in my heart, always Why can't they understand the wa

Email from Eric Charles : How To Make That Guy Commit

Hi Mule, Eric Charles here. Women ask me this question over and over again: How do I get him to call me his girlfriend? - or - How do I get him to become official or exclusive with me? - or - How do I get him to say he's in a relationship with me on Facebook? Maybe you're already in an "official" relationship,  but I would still urge you to keep reading because the  trick  I'm about to reveal applies to all relationships at any stage. In many cases, a woman asks me one of those "how do I  get a title / relationship status" question after  weeks or months of waiting for the guy to commit to  her in some way. Things started out fine and progressed into seeing  each other steadily and regularly. But for whatever  reason, despite the frequent visits, sleepovers,  dates, texts, etc.  he says he doesn't want a relationship. (Or for some, he says he's not ready for some next  step... moving in, marriage, etc.) There's a truth about people - men and