Langsung ke konten utama

Si Waktu

Kalau dulu punya rasa yang kaya nano-nano buat ditelaah, supaya bisa dipilah mana yang buruk dan nggak, mana yang perlu dipertahankan dan mana yang dibuang, sekarang rasanya, plongg
Actually, aku nggak bisa cerita secara langsung bukan karena aku nggak mau, tapi lebih kepada karena aku sendiri nggak tahu apa yang harus aku ceritakan. Bukan kosong atau hampa, tapi saking banyaknya hal yang terbelit di otakku (kayanya) jadinya terasa lepas semua. Ibarat kata, tanganku yang dua ingin banget memeluk erat sebatang pohon beringin yang jelas-jelas nggak akan ketemu lengan dengan lengan, tapi aku masih keukeh, masih usaha, barangkali saja bisa. And finally, aku sendiri terluka.
Terus, aku berusaha manjat lagi pohonnya. Nggak peduli sama serat-serat kayu yang pada akhirnya menyusup masuk lewat kulit-kulit ari dan pori yang terbuka. Bahasanya kesusuban. Perih, sakit, dan mungkin saja tanpa aku sadari serat kayunya sudah menjalar mengikuti aliran darah dalam tubuhku. Itulah bahayanya. Aku terus memanjat dan jaraknya sudah cukup tinggi dari tanah dan tiba-tiba saja aku dipelantingkan ke bawah. Katanya aku curang dan gaya memanjatku menyimpang. Aku berdarah, dan terluka. Bukan luka yang terbuka yang terasa sakit, tapi luka akibat serat kayu yang menjalar tadi, sudah mengenai organ vitalku, menyerangku seperti pengkhianat dari dalam. Rasanya perih, sakit terkhianati oleh perasaan sendiri.
Hasil gambar untuk waktu
Lalu aku ditinggalkan, dalam kesendirian. Aku diperintahkan untuk bertahan, atau aku mati. Seolah pilihannya kalau mau hidup yah aku harus berjuang, menahan pilu dalam keluguanku yang tidak tahu bagaimana membalut luka. Mungkin aku mengandalkan saja si waktu supaya menyembuhkan lukaku dengan memanfaatkan sistem imun dan regenerasi sel secara alamiah. Walaupun aku juga tahu, bermain dengan waktu seperti pedang bermata dua, dia bahkan bisa membunuhkan atas seijin Penciptanya, tentu saja, dengan perlahan dan lebih menyiksa. Si waktu, bisa saja terlihat begitu memberikan aku harapan untuk pulih, padahal mungkin saja dia berbuat licik bahwa aku sebenarnya ditakdirkan untuk berakhir, hidupku.
Waktu mulai menagih bayarannya. Ia menyedot kebahagiaan, dia mengambil orang yang kusayang, dia meruntuhkan kepercayaan dalam sekejab. Kepercayaan yang kubangun seumur hidupku. Kalau peribahasanya ‘Karena nila setitik, rusak susu sebelanga’, begitulah waktu yang singkat telah menjungkir-balikkan hidupku, memporak-porandakannya tanpa ampun, dan mengobrak-abriknya tanpa seijinku. Dia terlalu arogan, karena katanya dia tidak memerlukan ijinku. Aku ditinggalkan dengan dagu ternganga karena aku tidak bisa melawan, lebih tepatnya aku tidak sempat melawan. Si waktu sudah bersembunyi kembali.
Aku berjalan, aku hidup, atau aku tidak? Aku tidak tahu karena tiap langkahku jadi tidak punya arti. Mataku terbuka, aku melihat, bukannya aku tidak mengerti atau aku tidak mau mengerti. Aku hanya tidak sampai mengerti dimana batas aku untuk berpijak, melangkah. Aku merasa dicurangi dan aku kehilangan arah. Aku bahkan tidak tahu harus mulai darimana ketika aku berada di titik nol, aku sebenarnya berada di persimpangan jalan menuju plus atau minus dan hal ini sungguh sangat menggelisahkan hatiku. Aku bukan berada diantara hidup dan mati lagi, aku berada di kebinasaan atau kehidupan. Dua-duanya bersifat kekal. Keduanya memberikan rasa takut yang sangat.
Tapi bukankah hidup harus memilih? Aku, tentu saja sudah menentukan pilihan (tentu saja kehidupan), tapi aku belum menentukan kapan aku mulai melangkah lagi, menata kembali isi hatiku. Apakah aku bisa mengharapkan sekali lagi pada si waktu? Mungkin aku bisa membujuknya agar mau berbaikan denganku, sekali lagi. Membantuku, walau memang ia adalah teman yang licik, tapi aku harus lebih pandai lagi dari dia. Mari bermain denganku waktu, biar kalau kau kalah, kalahlah sebagai pemenang karena pada akhirnya aku akan tetap keluar sebagai pemenang. Kau terkejut? Karena disegala sisiku, sebenarnya Penciptamu berpihak padaku. Kau bilang aku terlalu percaya diri? Aku hanya mempercayakan diriku pada Penciptamu.
Sudah, itu saja ceritaku dengan si waktu. Semoga dia tidak kembali mengamuk padaku karena aku membagikan kisahnya denganku lagi.

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber

Lagu Penuntun Malam (yang Dingin) #4

Malem ini dingin banget dan saya kedinginan, bukan maksud ambigu yang lain loh, cuma emang tubuh menggigil. Mungkin karena hujan terus sepanjang hari, mungkin juga karena tubuh yang lagi nggak fit. Bukti kedinginan ( lebay ): Udah pake syal, selimut, sweater ... dan oh, kaos kaki juga. Tapi di malam yang dingin ini ditemani lagu-lagu yang sedikit banyak menghibur. You’ll Be in My Heart-Phill Collins ost. Tarzan (Disney) Come stop your crying It will be all right Just take my hand Hold it tight I will protect you from all around you I will be here Don't you cry For one so small, you seem so strong My arms will hold you, keep you safe and warm This bond between us Can't be broken I will be here Don't you cry 'Cause you'll be in my heart Yes, you'll be in my heart From this day on Now and forever more You'll be in my heart No matter what they say You'll be here in my heart, always Why can't they understand the wa

Email from Eric Charles : How To Make That Guy Commit

Hi Mule, Eric Charles here. Women ask me this question over and over again: How do I get him to call me his girlfriend? - or - How do I get him to become official or exclusive with me? - or - How do I get him to say he's in a relationship with me on Facebook? Maybe you're already in an "official" relationship,  but I would still urge you to keep reading because the  trick  I'm about to reveal applies to all relationships at any stage. In many cases, a woman asks me one of those "how do I  get a title / relationship status" question after  weeks or months of waiting for the guy to commit to  her in some way. Things started out fine and progressed into seeing  each other steadily and regularly. But for whatever  reason, despite the frequent visits, sleepovers,  dates, texts, etc.  he says he doesn't want a relationship. (Or for some, he says he's not ready for some next  step... moving in, marriage, etc.) There's a truth about people - men and