Langsung ke konten utama

Pengajar

Masih kurang paham sama yang menyebut diri mereka guru. Dulu, sewaktu belum kuliah, pengajar itu yah cuma guru namanya, tapi setelah kuliah, ternyata pengajar itu namanya bukan cuma guru, tapi juga dosen.
Aku lebih suka memakai kata pengajar saja, yang lebih universal untuk sebutan semua orang yang memberi pemahaman kepada orang lain. Secara pribadi, pengajar itu memiliki fungsi dari sekedar menyampaikan ilmu-ilmu pasti, sosial, filsafat, atau agama, tapi juga memberikan nilai-nilai hidup, ya nilai-nilai yang seringkali diabaikan bagi mereka yang menganggap diri pengajar.
Menjadi seorang pengajar itu tidaklah mudah. Selalu ada yang pro dan kontra. Semisalnya aku suka sama pengajar yang itu, teman sekelasku tidak. Aku tidak suka dengan pengajar yang itu, teman sekelasku iya. Sebaik apapun pengajar itu, tetap saja ada yang mencecar di belakangnya.
Aku pernah mengajari seseorang, baik secara formal di depan kelas, maupun di bangku secara privat. Yang aku harus lakukan saat itu adalah bagaimana mengajarkan mereka bukan hanya untuk mengerti cara mengerjakan soal, tapi juga paham pada konsep dasarnya, lebih daripada itu aku ingin mereka tahu apa manfaat mereka mempelajari ilmu-ilmu tersebut yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari agar mereka tidak merasa mempelajari hal itu adalah sia-sia. Contohnya, aljabar, kuantum, dan persamaan matematika rumit lainnya yang ternyata sangat berguna dalam pembuatan teknologi, ilmu dagang, dan sebagainya.
Yang lebih dalam soal itu menyangkut pengajar-pengajar spiritual, kalau secara bahasa awam, pengajar agama. Entahlah, dalam pandangan pribadi aku, pengajar agama itu bukan sekedar jago berdakwah, pidato, atau ceramah. Bukan sekedar itu, tapi tentang bagaimana mereka merealisasikannya dalam kehidupan pribadi mereka secara langsung, bukan hanya memaksa pada jemaatnya sementara diri mereka penuh kebusukan dan kemunafikan.
Aku pernah menjadi pengajar di Sekolah Minggu, dan aku nggak bangga sama sekali saat itu sampai akhirnya aku keluar. Bukan karena ada masalah kemudian aku kabur, bukan. Tapi aku menyadari, aku belum mampu memberikan teladan yang benar-benar-benar saat itu kepada anak-anak didik. Mau jadi apa mereka kalau pengajarnya saja belum benar? Padahal kita tahu bahwa anak-anak itu sangat mudah menyerap dan mengingat hal-hal baru yang diajarkan pada mereka.
Entah, aku melihat zaman sekarang ini, banyak, sangat banyak jumlahnya mereka yang pandai dan bangga menjadi pengajar Sekolah Minggu, Bible School, Sekolah Injil Liburan, dengan baiknya mereka mengajar, tapi kehidupan pribadi mereka sendiri tidak sebaik yang mereka katakan. Masih ada syak, masih ada rasa egois, masih menginginkan untuk yang diutamakan. Kalau kembali ke firman TUHAN apa yang tertulis di sana? Apa sudah paham betul apa yang tercantum di sana?
Jadi ingat kisah seseorang yang berseru-seru mengatas namakan Tuhan, kemudian saat pengadilan, ia tidak dikenal Tuhan. Kisah ini ada di Alkitab,  juga ada dalam sebuah cerpen yang ditulis oleh penulis Indonesia dengan judul, “Robohnya Surau Kami.” Atau sinetron Tukang Bubur Naik Haji, yang menjadi pak haji di sana, Haji Muhiddin, malah bersikap tidak sesuai dengan title-nya itu.
Mungkin, hal ini yang kerapkali diabaikan manusia, bahwa hidup mereka hanya seperti uap, yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Lupa! Lupa kalau detik itu juga dia bisa mati, lupa bahwa ada Kuasa yang tak bisa ditentang.
Hari ini dalam kelas mata kuliah Metode Statistik, pengajar itu bercerita tentang kebetulan yang sangat ganjil, antara kapal Titanic dan Iceberg. Ketika manusia membuat kapal Titanic dalam segala kemegahannya, mereka terlalu sombong hingga mengeluarkan pernyataan bahwa Tuhan saja tak akan dapat menenggelamkan kapal itu. Iceberg awalnya sebuah daratan yang tertutup es. Bersamaan peluncuran kapal Titanic itu, entah bagaimana Iceberg itu kemudian lepas dari daratan kemudian mengapung di air. Suatu waktu, kapal Titanic kehabisan bahan bakar, kemudian berhenti. Di saat yang sama, Iceberg itu terjebak dalam sebuah teluk, dan berhenti. Biasanya bila Iceberg terjebak dalam sebuah teluk, akan diam dan terkurung di sana. Namun entah bagaimana, ketika kapal Titanic itu kembali berlayar setelah mengisi bahan bakarnya, Iceberg itu terlepas dari teluk. Namun, kedua benda ini berjalan ke dua arah yang berlawanan. Kemudian, kapal Titanic terbawa angin sementara Iceberg terbawa arus air, bertemu di satu titik. Nahkoda yang panik kemudian dikomandokan untuk berbelok, kemudian mundur, namun hal itu malah merobek lambung kapal yang akhirnya menenggelamkan kapal itu. Seandainya kapal itu ditabrakkan saja pada Iceberg, kapal itu tidak akan tenggelam karena akan terjadi tidak lenting sama sekali, kapal ‘nempel’ pada Iceberg.
Lalu kisah ini menginspirasi aku secara pribadi bahwa kesombongan itu adalah kesia-sia-an dan kehampaan belaka.

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber

Lagu Penuntun Malam (yang Dingin) #4

Malem ini dingin banget dan saya kedinginan, bukan maksud ambigu yang lain loh, cuma emang tubuh menggigil. Mungkin karena hujan terus sepanjang hari, mungkin juga karena tubuh yang lagi nggak fit. Bukti kedinginan ( lebay ): Udah pake syal, selimut, sweater ... dan oh, kaos kaki juga. Tapi di malam yang dingin ini ditemani lagu-lagu yang sedikit banyak menghibur. You’ll Be in My Heart-Phill Collins ost. Tarzan (Disney) Come stop your crying It will be all right Just take my hand Hold it tight I will protect you from all around you I will be here Don't you cry For one so small, you seem so strong My arms will hold you, keep you safe and warm This bond between us Can't be broken I will be here Don't you cry 'Cause you'll be in my heart Yes, you'll be in my heart From this day on Now and forever more You'll be in my heart No matter what they say You'll be here in my heart, always Why can't they understand the wa

Email from Eric Charles : How To Make That Guy Commit

Hi Mule, Eric Charles here. Women ask me this question over and over again: How do I get him to call me his girlfriend? - or - How do I get him to become official or exclusive with me? - or - How do I get him to say he's in a relationship with me on Facebook? Maybe you're already in an "official" relationship,  but I would still urge you to keep reading because the  trick  I'm about to reveal applies to all relationships at any stage. In many cases, a woman asks me one of those "how do I  get a title / relationship status" question after  weeks or months of waiting for the guy to commit to  her in some way. Things started out fine and progressed into seeing  each other steadily and regularly. But for whatever  reason, despite the frequent visits, sleepovers,  dates, texts, etc.  he says he doesn't want a relationship. (Or for some, he says he's not ready for some next  step... moving in, marriage, etc.) There's a truth about people - men and