Dan
aku melihat adikku seseorang yang sedang jatuh hati. Ia sepertinya telah
menjatuhkan pilihan pada seorang lelaki yang istimewa.
Banyak
yang bertanya, “Kok boleh? Kok bisa?”
Jawabannya,
aku juga tak tahu.
Hari
itu hari Minggu. Kami ke gereja seperti biasa dan aku diperkenalkan dengan
lelaki istimewa itu. Aku hanya tersenyum. Hatiku hanya berkata, “Ah…ini dia.”
Lelaki
itu tersenyum, manis. Perangainya sopan, namun keras. Keras dalam diam. Lelaki dengan
sejuta impian dan perencanaan dalam hidupnya.
Inikah
lelaki untukmu? Lelaki yang akan kau sandingkan hidupmu dengannya?
“Aku
suka. Aku dukung,” kataku begitu saja. Hal itu tulus. Bukan hanya untuk
menyenangkan adikku. Aku tahu peraturannya. Ada larangan dan batas yang tak
boleh kami langgar. Suatu kode etik dan perijinan yang sungguh kompleks. Tapi aku
yakin dan semoga harapan itu bisa terwujud.
Adik
baru yang bisa kupanggil abang… J
Well, untungnya bapak memberi lampu
hijau. Aku sependapat dengannya. Hati tidak pernah berbohong. Ia tahu kemana
harus memimpin untuk melangkah. Hanya saja seringkali kami mengabaikan suara
yang berteriak memberitahu arah itu dan menuruti ego kami.
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar