Senja mulai datang kembali. Terdengar
samar-samar dari jauh ada suara music dan cahaya yang cukup terang. Asap
membumbung ke langit menandakan ada sumber api di sana. Pemudi kemudian
berjalan menuju kebisingan tersebut untuk memperingatkan mereka menghentikan
kegiatan tersebut karena dapat menarik perhatian musuh, yang saat ini sisa
kelompok pembawa pedang. Pemudi yang tidak tahu apakah kumpulan orang tersebut
musuh atau kawan, menyamarkan dirinya dengan lumpur di wajah dan lengannya agar
warna kulitnya tidak sama dengan aslinya. Rambutnya yang panjang digelung
membentuk bantalan dibelakang kepalanya, dan bajunya disamarkan dengan
daun-daun lebar agar bahan kulit yang dikenakannya dapat tersembunyi di balik
daun tersebut.
Setelah mengintip sejenak dari balik
dedaunan yang tinggi dan lebat, pemudi tersebut terpaku dengan seorang pemuda
yang berdiri menghadap dirinya. Ketika itu, mata mereka saling bertatapan.
Cepat-cepat pemuda tersebut berlari ke arah pemudi tersebut, namun pemudi
langsung kabur. karena langkah kaki pemuda lebih lebar dan lebih cepat, pemudi
berhasil ditangkap pemuda tersebut.
“Sedang apa kau di sini?” tanya pemuda
itu mencengkram kuat lengan pemudi.
“Maaf, saya hanya tersesat.” Mata
pemudi menatap pemuda itu dan suaranya bergetar. Bukan karena takut, tapi
karena kagum.
“Siapa kau? Mengapa bisa tersesat di
sini?” pemuda itu mulai mengendurkan pegangannya.
“Hamba ini hanya seorang bawahan yang
disuruh untuk menyeberangi hutan ini, namun hutan ini telah menyesatkan saya.
Hingga saya mendengar suara music dan cahaya di tmpt itu dan mendatanginya.
Apakah saya mengganggu? Saya hanya ingin lewat saja.”
“Oh, boleh kalau mau lewat silahkan.”
Pemuda itu mempersilahkan pemudi tersebut lewat dengan sopan.
“Oh, yah. Aku hanya mengingatkan saja
untuk tidak terlalu membuat gaduh dan segera memadamkan api tersebut karena
menghasilkan asap. Itu terlalu menarik perhatian,” pemudi mengingatkan sesuai
rencana awalnya tadi.
“Terimakasih atas peringatannya.
Ngomong-ngomong, bagaimana kau tahu di hutan ini tidak hanya ada kumpulan kami
sehingga menarik perhatian?” Pemuda itu tersenyum sambil mendekati pemudi itu.
Pemudi mundur perlahan ketika pemuda tersebut mengeluarkan pedang dari balik
punggungnya.
“Maksudmu, menarik perhatian kelompok
pembawa pedang seperti ini?”
Pemudi langsung menghindar dan lari
pada tebasan pedang pertama dari pemuda tersebut. Pemuda langsung mengejar
pemudi kembali. Namun penerangan yang minim dan kegesitan pemudi membuat pemuda
kehilangan jejaknya. Dalam pencarian yang membuatkan kesal sendiri, pemuda
tersebut kemudian kembali ke kumpulannya. Sementara itu, pemudi dapat menarik
nafas sejenak di atas dahan pohon yang dipanjatnya, ia ingat bagaimana induk
beruang memanjat dahan pohon, untunglah pemudi sempat mempelajarinya sejenak.
Ia menunggu dalam diam dan tertidur hingga terbangun esok pagi-nya.
“Aku harus segera melanjutkan
perjalanan.” Pemudi itu memanjat turun kembali setelah memastikan keadaan aman.
Bersambung...
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar