Sebenarnya masalah santai ga santai tiap orang agak-agaknya berbeda.
Dan aku akan cerita mengenai santai ala Mule dalam kuliah.
Jadi ceritanya pas matrikulasi bener-bener nggak mudeng ditambah berita-berita horror simpang-siur kalau nggak lulus matrikulasi bakal dipertimbangkan lanjut kuliah atau nggak. Mana bisa santai kan?!
Masalahnya, aku kuliah bukan buat aku sendiri. Kalau aku gagal, aku membuat 20 orang lainnya gagal juga, bukan cuma merasa. Memang, kelihatannya seolah-olah keputusan buat maju atau nggak di tangan aku, tapi manusia berencana, Tuhan-lah yang berkehendak mewujudkannya.
Santai itu saat kita udah merasa settle, atau bahasa industrinya (teknik) steady state, stabil gitu. Nah, penyesuaian selama sebulan dan melihat huru-hara yang sudah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi, membuat aku jadi bisa memikirkan dua sampai tiga langkah ke depan…nggak ding, keren bener. Selangkah ke depan aja dulu. Barangkali ada kotoran di depan, makanya harus perhatikan satu langkah itu dulu…#apasih
Bicara soal santai, aku menikmati dengan berbagai kegiatan per-sarjanaan, per-remajaan, dan per-mudaan lainnya. Jogging, nonton konser, dining di resto dan cafĂ©, ke mal, nonton bioskop, belanja ke pasar, masak bareng, beberes rumah, tidur siang, nonton laptop, bikin post di paper, nongkrong, ngobrol, main ke rumah temen, ngiterin Bandung, ke factory outlet kejar diskonan, ke tempat jual HP, ke-mana lagi deh, banyak. Ini malah nggak aku dapat pas aku sarjana dulu. Kok, adikku ini enak banget yah uda dapat sekarang…
Tapi aku senang. Karena dulu aku nggak merasakan santai seperti ini, aku nggak mau saudara-saudaraku merasakan hal serupa. Makan sehari sekali di warteg pula hanya dengan lima ribu rupiah selama satu semester, miris. Beli buku aja ga bisa, minjem senior. Fotocopy aja ngirit, kadang nyatet sendiri. Baju yah itu-itu aja sampai belel dan bule. Sepatu jebol, tas jebol, masih aja di pake. BIG NO NO! nggak mau balik ke jaman dimana hidup itu tidak mencapai standar, bahkan hampir nggak layak. Sarapan dan makan malam hanya biscuit hingga ke remah-remahnya. NEVER!
Nah, sekarang sudah bisa santai. Supaya kita bisa mengerti betapa baiknya TUHAN yang telah mengajari kita bagaimana bersyukur dalam kondisi. DIA yang memberi DIA pula yang mengambil. Aku di sini saat ini, bisa jadi untuk backing up si adik aku ini. Biar taraf hidup meningkat, gaul dikit gitu, yang lebih penting biar dia tahu, aku tahu, kita tahu bahwa penyertaan TUHAN itu selalu ada dan nggak perlu khawatir sama hari esok karena hari ini punya kesusahannya sendiri, cukup untuk hari ini aja.
Nah… ini nih konsep santai aku. Lagipula, dipagi hari bisa disapa secangkir kopi susu nikmat, martabak, dan sarapan favorit aku sejak dulu, gandum plus madu, cukuplah menu sarapan. Makan siang dan malam, ada lainnya lagi.
ADIOS.
Dan aku akan cerita mengenai santai ala Mule dalam kuliah.
Jadi ceritanya pas matrikulasi bener-bener nggak mudeng ditambah berita-berita horror simpang-siur kalau nggak lulus matrikulasi bakal dipertimbangkan lanjut kuliah atau nggak. Mana bisa santai kan?!
Masalahnya, aku kuliah bukan buat aku sendiri. Kalau aku gagal, aku membuat 20 orang lainnya gagal juga, bukan cuma merasa. Memang, kelihatannya seolah-olah keputusan buat maju atau nggak di tangan aku, tapi manusia berencana, Tuhan-lah yang berkehendak mewujudkannya.
Santai itu saat kita udah merasa settle, atau bahasa industrinya (teknik) steady state, stabil gitu. Nah, penyesuaian selama sebulan dan melihat huru-hara yang sudah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi, membuat aku jadi bisa memikirkan dua sampai tiga langkah ke depan…nggak ding, keren bener. Selangkah ke depan aja dulu. Barangkali ada kotoran di depan, makanya harus perhatikan satu langkah itu dulu…#apasih
Bicara soal santai, aku menikmati dengan berbagai kegiatan per-sarjanaan, per-remajaan, dan per-mudaan lainnya. Jogging, nonton konser, dining di resto dan cafĂ©, ke mal, nonton bioskop, belanja ke pasar, masak bareng, beberes rumah, tidur siang, nonton laptop, bikin post di paper, nongkrong, ngobrol, main ke rumah temen, ngiterin Bandung, ke factory outlet kejar diskonan, ke tempat jual HP, ke-mana lagi deh, banyak. Ini malah nggak aku dapat pas aku sarjana dulu. Kok, adikku ini enak banget yah uda dapat sekarang…
Tapi aku senang. Karena dulu aku nggak merasakan santai seperti ini, aku nggak mau saudara-saudaraku merasakan hal serupa. Makan sehari sekali di warteg pula hanya dengan lima ribu rupiah selama satu semester, miris. Beli buku aja ga bisa, minjem senior. Fotocopy aja ngirit, kadang nyatet sendiri. Baju yah itu-itu aja sampai belel dan bule. Sepatu jebol, tas jebol, masih aja di pake. BIG NO NO! nggak mau balik ke jaman dimana hidup itu tidak mencapai standar, bahkan hampir nggak layak. Sarapan dan makan malam hanya biscuit hingga ke remah-remahnya. NEVER!
Nah, sekarang sudah bisa santai. Supaya kita bisa mengerti betapa baiknya TUHAN yang telah mengajari kita bagaimana bersyukur dalam kondisi. DIA yang memberi DIA pula yang mengambil. Aku di sini saat ini, bisa jadi untuk backing up si adik aku ini. Biar taraf hidup meningkat, gaul dikit gitu, yang lebih penting biar dia tahu, aku tahu, kita tahu bahwa penyertaan TUHAN itu selalu ada dan nggak perlu khawatir sama hari esok karena hari ini punya kesusahannya sendiri, cukup untuk hari ini aja.
Nah… ini nih konsep santai aku. Lagipula, dipagi hari bisa disapa secangkir kopi susu nikmat, martabak, dan sarapan favorit aku sejak dulu, gandum plus madu, cukuplah menu sarapan. Makan siang dan malam, ada lainnya lagi.
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar