Oke,
karena sudah semakin banyak yang menyadari hal ini, mulai dari teman di SMA
paska kejadian, teman kuliah, hingga teman kantor yang blak-blak-an tanya, dan
terakhir teman kuliah (lagi) di kondisi yang berbeda.
Awalnya
mungkin aku akan sedih untuk mengatakan apa alasannya, lalu lama-kelamaan jadi
terbiasa.
Aku
menyadari betul bahwa hal ini adalah hukuman yang patut aku dapatkan. Suatu kesalahan
karena keegoisanku menyebabkan orang lain meninggal. Seorang bapak yang
memiliki seorang istri dan tiga orang anak, mereka harus ditinggalkan. Salah satu
penyebab bapak itu meninggal, karena aku dan orang-orang yang ditinggalkan
harus hidup tertatih dari sisa warisan yang ada.
Seandainya
saat itu aku tidak tertidur, seandainya saat itu aku menunggu waktu dan berdoa
pada waktu yang tepat, tidak perlu ada kecelakaan itu, tidak ada luka di bahu
kanan ku dan memperparah keadaan kaki kananku. Kanan…suatu hal ngeri bagiku
ketika bagian tubuh sebelah kanan mengalami sakit atau luka.
Awalnya
aku masih biasa, aku kira penyakit kanker itu yang menggerogoti bapak itu yang
menjadi penyebab utama kematiannya, tapi ternyata kesalahanku juga ikut ambil
andil. Sedih, yah. Tapi selalu ada hikmah, selalu ada juga hukuman.
Dan
keanomalian yang terjadi pada kaki kananku adalah hukuman yang layak aku
terima. Aku terima setulus hatiku. Aku terima sama seperti keluarga itu
memaafkan aku dan menghapus suatu hutang darah. Berkali-kali aku ingin
mengobatinya, tapi aku urungkan. Bukan takut resikonya, tapi biarlah ini
menjadi tanda, walau ngilu dan nyeri tidak jarang juga datang menghampiri,
apalagi kalau bahu kananku sudah terlalu berlebihan mengangkat beban. Rasanya,
engsel yang dulu bergeser masih bergesekan dan belum sempurna benar di
mangkuknya seperti orang normal.
Tapi
ya sudahlah… aku ikhlaskan.
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar