Langsung ke konten utama

Anomali pada Kaki

Oke, karena sudah semakin banyak yang menyadari hal ini, mulai dari teman di SMA paska kejadian, teman kuliah, hingga teman kantor yang blak-blak-an tanya, dan terakhir teman kuliah (lagi) di kondisi yang berbeda.
Awalnya mungkin aku akan sedih untuk mengatakan apa alasannya, lalu lama-kelamaan jadi terbiasa.
Aku menyadari betul bahwa hal ini adalah hukuman yang patut aku dapatkan. Suatu kesalahan karena keegoisanku menyebabkan orang lain meninggal. Seorang bapak yang memiliki seorang istri dan tiga orang anak, mereka harus ditinggalkan. Salah satu penyebab bapak itu meninggal, karena aku dan orang-orang yang ditinggalkan harus hidup tertatih dari sisa warisan yang ada.
Seandainya saat itu aku tidak tertidur, seandainya saat itu aku menunggu waktu dan berdoa pada waktu yang tepat, tidak perlu ada kecelakaan itu, tidak ada luka di bahu kanan ku dan memperparah keadaan kaki kananku. Kanan…suatu hal ngeri bagiku ketika bagian tubuh sebelah kanan mengalami sakit atau luka.
Awalnya aku masih biasa, aku kira penyakit kanker itu yang menggerogoti bapak itu yang menjadi penyebab utama kematiannya, tapi ternyata kesalahanku juga ikut ambil andil. Sedih, yah. Tapi selalu ada hikmah, selalu ada juga hukuman.
Dan keanomalian yang terjadi pada kaki kananku adalah hukuman yang layak aku terima. Aku terima setulus hatiku. Aku terima sama seperti keluarga itu memaafkan aku dan menghapus suatu hutang darah. Berkali-kali aku ingin mengobatinya, tapi aku urungkan. Bukan takut resikonya, tapi biarlah ini menjadi tanda, walau ngilu dan nyeri tidak jarang juga datang menghampiri, apalagi kalau bahu kananku sudah terlalu berlebihan mengangkat beban. Rasanya, engsel yang dulu bergeser masih bergesekan dan belum sempurna benar di mangkuknya seperti orang normal.
Tapi ya sudahlah… aku ikhlaskan.

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...