Aku lagi G4L4U.
Iya kamu… karena kamu nih. Jadi beralay ria. Soal stress… ah
aku kan memang mudah mengalami stress hingga depresi tingkat ringan-menengah. Tapi
kamu mah asik-asik aja di sana, ya?
Kata bunda, biarkan aja. Nggak usah dipikirin kamu sama
siapa, lagi apa, ngapain aja…tapi itu buat aku frustasi ketika aku bilang ke
otakku ‘jangan’ tapi dia bilang ‘harus’. Jadi pro dan kontra dalam satu area
yang sama yang disebut otakku.
Katanya, bagaimana aku mencintai Tuhan yang tak berupa kalau
kamu yang terlihat saja tidak kucintai. Duh, masalahnya kamu juga nun jauh di sana… dan kita sekali lagi
terpisahkan jarak.
Jangan dong, hatinya jangan terpisah. Di sini itu banyak
godaan. Jadi eksis itu pilihan dan aku sebenarnya lebih milih kamu tuh di sini, jangan jauh… dan aku mulai
nangis bombay nggak jelas.
Berhari-hari mimpi ditinggal, gils, itu sedih banget. Aku memang nggak suka banyak hal, nunggu
lama, makan nggak sehat, cerewet sana-sini, tapi lebih nggak suka lagi
dibohongin. Emang sih kamu nggak ngelakuin, eh
nggak tahu deh. Namanya bohong mana tahu sih. Di sini kaya sistem kepercayaan
aja yah. Take and give. Nunggu dalam
penantian yang entah kamu bakalan sesabar apa.
Soal nunggu, 2 tahun ekstensi kamu sanggup? Karena aku mulai kleyengan dengan kata menunggu dan
bersabar. Ternyata mencintai kepercayaan itu nggak semudah mencintai keberadaan
yang nyata tapi semu.
Seandainya cinta itu nggak serumit termodinamika dan ketidakidealan
yang harus diselesaikan dengan berjibun
rumus dan cacing-cacing integral yang merayap naik. Seandainya cinta itu
semudah mengkhayal sesuatu yang indah pada akhir cerita kemudian selesai. Dan seandainya
jatuh cinta pada dasar yang empuk sehingga tidak harus mendarat pada
tanah-tanah kasar yang keras sehingga tidak perlu ada luka. Seandainya cinta
tidak perlu mengorbankan, tapi menikmati…ah…nikmatkah cinta yang demikian? Karena
aku sedang dimabuk asmara. Cemburu dan rindu membuat akal budi kadang
timbul-tenggelam.
Berhari-hari tanpa kabar aku udah blingsatan, kamu? Adem ayem
yah di sana? Atau aku dituding berpikir negative lagi dan lagi dan lagi-lagi? Karena
tidak ada notifikasi chat masuk dari
kamu atau dering telepon yang aku tunggu berhari-hari. Berharap setiap bunyi
itu dari kamu dan ketika mendapati bukan, nggak kecewa juga, cuma yah…plong gitu loh di dada. Nyess, kamu kapan?
Pernah merayakan efek kupu-kupu dalam perut? Berdebar ketika
kulit-kulit saling bergesekan? Atau sekedar melebarkan senyum semaksimalkan
mungkin? Dan melihat aktivitas seseorang bahkan detail sekecil apapun? Aku pernah.
Aku merasa gila. Dan aku sudah mencapai batas ambang ke-abnormalan yang nggak
perlu dilewati oleh orang yang nggak punya perasaan apa-apa. Masalahnya, aku
punya perasaan yang katanya harus dibuang, soalnya bakalan bawa-bawa perasaan
terus.
Lantas, aku harus gimana?
Udah ah, selesai kata-kata galau nggak jelas ini.
Walau tidak ada yang ingin aku akhiri. Karena menahun itu
bukan waktu yang singkat. Bayangkan, sakit menahun adalah hari-hari seperti
kiamat yang harus dihadapi tiap hari, suatu hal yang tidak mengenakkan. Sama aja,
hari-hari indah yang dilalui, siapa sih yang mau mengakhiri?
Oke, fine, end.
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar