Langsung ke konten utama

Satu Ginjal Cukup

Hari ini aku jogging pagi. Niatnya biar sehat, kurusin badan, akhirnya malah bikin badan sakit dan makin gemuk karena makan tambah banyak, tapi topic malam ini bukan itu. Eh, udah subuh deh, bukan malam lagi.
Jadi karena tempat olahraganya asik, pemandangannya bagus, dan ini putaran ke-11 sehingga aku jalan dengan langkah lambat, aku menikmati pemandangannya dulu.
Pohon yang hijau, tanah yang coklat-setengah kering setengah berlumpur-, langit yang biru dan berganti kelabu, awan yang putih bergumpal di satu sisi dan menyisakan kecerahan di sisi lainnya, angin yang semilir membawa bau rumput yang disiram embun pagi, udara yang sejuk namun juga hangat di saat yang bersamaan dengan sinar matahari pagi yang menerpa, sejauh mata memandang ada gunung yang seolah menembus kelangit karena puncaknya disembunyikan awan, dan beberapa gedung tinggi. Wajah-wajah para pelari lain yang riang walau dipenuhi peluh, derap langkah kaki berlari yang berirama –cepat dan lambat-, atau sekedar obrolan ringan mengundang tawa. Tangan-tangan berotot yang mengangkat diri naik-turun di tiang palang, atau orang-orang yang melakukan pemanasan di ujung lapangan. Rumput yang hijau-coklat karena sebagian rumput yang botak berada di tengah lintasan sebagai lapangan futsal, lengkap dengan gawang-gawangnya yang berdiri kokoh. Di sisi sebelah sana, ada lapangan basket dengan pemainnya yang semangat mengoper bola, dribble, dan shooting. Aku kangen main basket.
Tiba-tiba, aku punya harapan kecil. Siapapun yang mendapat mataku nanti, aku harap dia bisa melihat seindah, bahkan lebih indah daripada apa yang aku lihat. Mensyukuri dan menikmati segala keindahan yang diciptakan Tuhan ini.
Aku pernah bilang kan, aku akan menjaga kesehatan, menjaga diriku sendiri karena menjaga diriku sama dengan menjaga saudara-saudaraku. Kenapa?
Karena dengan memiliki tubuh yang sehat, organ tubuh yang sehat, aku bisa menyumbangkan ginjalku buat saudaraku kelak.
Hasil gambar untuk ginjal in cartoon
Ada seorang saudaraku yang saat ini sedang dekat-dekatnya denganku. Dia sakit ginjal. Sejak kecil, ginjalnya sudah diambil lewat operasi yang bekas luka operasi masih ada di bagian perutnya, menjadi tanda yang berbekas di sana. Aktivitasnya banyak dan perlu minum air yang lebih banyak daripada orang normal lainnya, karena ginjalnya yang hanya satu harus bekerja ekstra untuk aktivitas normal yang dilakukan orang berginjal dua. Saat ini, aku masih punya dua ginjal, dan dia boleh berbagi pakai denganku satu-satu kalau memang dibutuhkan.
Aku kembali melihat sekeliling dan sekali lagi memandang bumi dan langit bergantian. Apa lagi yang perlu aku pertahankan dari tubuhku sendiri kalau ternyata itu bisa berguna buat orang lain selama kami masih berada di jalur yang sama, visi yang sama, keyakinan yang sama. Aku rela. Mungkin ini hal bodoh, tapi aku menyadari bahwa diriku sudah terlanjur jatuh cinta padaNYA, pada mereka.

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...