Langsung ke konten utama

Test 1 2 3

Sebelum aku memulai tugas lagi, ada baiknya aku menulis dulu.
Bukan ngeluh, beneran, bukan ngeluh, cuma mengeluarkan uneg-uneg dan nggak mau curhat sama orang lain dulu. Kenapa? Karena pasti orang lain bosen denger ceritanya, dan aku disuruh bersabar.
Iya, aku udah sabar banget, aku juga berusaha untuk nggak menghindar, berusaha melakukan yang terbaik, tetap diam meskipun makin nggak enak apa yang aku denger. Aku berusaha buat BAPA, agar jangan karena aku, nama DIA dicela.
Tapi mana mau tahu orang-orang, mana mau ngerti mereka. Sibuk dengan pekerjaan masing-masing saja tak cukup bagi mereka. Sibuk mengurusi urusan orang lain dan senang bergosip ria.
Aku butuh obrolan berbobot, setidaknya yang memotivasi, membicarakan pekerjaan sehingga dapat menambah wawasan dan bertukar informasi, diskusi yang membawa masing-masing pihak ke arah perubahan yang membangun.
Ya ampun, bahasa aku berat banget.
Tapi jujur aja, dunia kerja adalah dunia yang (kemungkinan besar) belum siap untuk aku jalanin, setidaknya saat ini. Kenapa? Karena terlalu kejam. Walaupun pada akhirnya aku (pasti) akan (dipaksa) menghadapi dunia kerja ini.
Ada yang patut disyukuri, pastilah ada.
Pertama, aku senang karena pernah dan bisa mengalami ke awkward-an parah, akut, sepanjang sejarah perjalanan hidup yang aku lalui di kancah per-studian (baik KB, TK, SD, SMP, SMA, kuliah, magang).
Kedua, aku jadi tahu bagaimana kualitas kinerja para pekerja di sini, baik! Aku juga tahu bagaimana moral dan sifat secara permukaan orang-orang di sini, kurang baik!
Ketiga, bagaimana perusahaan itu maju memang dipengaruhi juga dari tingkat pendidikan (profesionalitas) dari para pekerjanya, tapi itu bukan hal pokok untuk menjadi permasalahan utama. Ulet, inisiatif, dan tulus, serta jujur. Kenapa ulet, yah tentu saja kalau mau bekerja maksimal (totalitas) harus mau mengerahkan seluruh kemampuan, baik tenaga maupun pikiran. Inisiatif bukan berarti bekerja sendiri, inisiatif ini lebih ke membantu pekerjaan orang lain yang kita mampu ketika pekerjaan kita sudah selesai tentunya, tidak segan-segan memberi info dan mau belajar dari setiap orang, baik junior maupun senior, baik muda maupun tua. Tulus, segala hal yang dilakukan tulus pasti penuh ucapan syukur, menerima keadaan diri dan bersedia untuk intropeksi diri demi meningkatkan kualitas diri. Ketulusan akan dibarengi dengan loyalitas pada pihak yang pantas menerimanya. Jujur, tak ada korupsi yang bukan hanya dalam bentuk material, tapi juga waktu, info dan data. Jujur dapat menilai secara objektif, bukan subjektif, bukan dengan pikiran, tapi akal budi yang benar, bukan dengan perasaan semata-mata, tapi dengan hati yang transparan (jujur).
Ketika perusahaan mensosialisasikan hal ini, menerapkannya pada para pekerja mereka dan para pekerja memahami betul tujuan yang ingin dicapai perusahaan selain keuntungan untuk perusahaan, tapi juga berefek pada pencapaian terhadap kesejahteraan mereka sendiri.
Sederhana untuk dibaca tapi sulit untuk diaplikasikan pada kehidupan yang sesungguhnya (aku masih tahap belajar mengaplikasikannya, bukan berarti aku telah mencapai hal-hal tersebut, hanya berlari-lari untuk mencapai tujuan dan memperoleh upahnya kelak).
Yah, namanya juga aku cuap-cuap saja berdasarkan pengalaman dan pengamatan yang aku alami langsung selama 5 minggu perjalanan. Masih ada 3 minggu lagi yang belum aku planning akan melakukan apa ditiap harinya, yang jelas tetap senyum… J
(Udah planning sih, merencanakan ijin buat penelitian, persiapan presentasi, menyelesaikan laporan magang, dll).

ADIOS.

Komentar

  1. Hmm,,, kamu g harus kerja kok " buk" :D


    kalaupun kerja enjoy aja, nanti kamu akan bisa menjalaninya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...