Langsung ke konten utama

Selubung

Sebelum aku keburu beneran males dan nggak tahu apa yang harus dikerjakan selain baca-baca kembali hingga menatap layar laptop sampai mata semaput, baiklah aku akhirnya mengetik kembali.
Sebenarnya tadi pagi suasana sudah hening dan tenang, rasanya damai walau sebenarnya nggak akan bisa begini suasana di ruangan ini, gedung ini, komplek ini.
Siang sedikit, suasananya sudah ramai kembali karena orang-orang yang terhilang kini telah kembali.
Sebenarnya aku nggak males-males banget berada di sini, bukan karena aku males bekerja, hanya, hanya saja aku lagi bener-bener nggak mood untuk bersosialisasi dan berhuru-hara mengumbar kata-kata.
Mungkin, ini hanya mungkin, tekanan dari pihak peneliti dan segudang tugas yang terasa menggebuk punggung, ditambah kondisi seperti cakaran perlahan namun mengupas kulit, menambah rasa tidak mood itu. Sebenarnya dikarenakan juga efek minder akibat totol-totol merah di wajah yang paling bikin mental down dan frustasi. Jujur, aku sedang mengalami krisis kepercayaan diri sampai rasanya aku mau menutup diri untuk lingkungan ini dan segera menyelesaikan pertempuran ini dengan sesegera mungkin.
Sebenarnya, bukan ketakutan dikomentari akan diberi penilaian dari pihak ini, hanya saja mengkhawatirkan bagaimana laporan yang akan diterima oleh orang yang sudah merekomendasikan aku untuk berada di sini dan bagaimana respon orang itu.
Kenapa dengan orang itu? Bukan, bukan karena dia sanggup memberi nilai, tidak lagi seperti itu saat ini, jadi hal nilai sedang dalam keadaan aman. Hanya saja, orang ini memiliki adik, dimana adiknya ini mengenal orangtua. Bagaimana berita dari bibir ke bibir hingga ke telinga orangtua, itu hal yang perlu diwaspadai dan dikontrol agar dipastikan dapat tersalurkan dengan baik.
Oke, sebenarnya nggak ada yang salah dengan regulasi di tempat ini, mereka hanya kesusuban salah seorang mahasiswi yang hanya bersuara kalau ditanya, bertanya bila mencapai puncak ketidaktahuan dan berurusan dengan proyek kerja, selebihnya usai sudah. Hanya diam seribu kata tanpa ekspresi dan tanpa niat untuk ‘nyemplung’ dalam pesta tawa dan canda.

Oke, ini sebenarnya tulisan nggak jelas dan nggak akan dimengerti bagi pembaca sekilas yang nggak tahu latar belakangnya bagaimana, jadi maaf-maaf saja yah viewers. Mungkin, mungkin saja, mungkin aja nih, suatu hari nanti bisa diceritakan bagaimana dan apa yang sebenarnya terjadi. Yah, sebenarnya, ini yang sebenarnya terjadi.
ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...