Bercerita lagi untuk dua hari yang terjadi dengan
uniknya di tiap pagi hari.
Jadi ceritanya tempat magang ini mengadakan upacara
hari kemerdekaan Republik Indonesia. Keren kan, kerja aja masih ada upacaranya.
Jadilah dengan niat yang setengah niat, berangkat ke kantor. Dikiranya bakal
panas, lama, berkeringat jadi basah ketek dan bau asem. Untungnya, berada di
tempat yang adem dan nggak terlalu lama. Sebenarnya ceritanya sederhana aja
yang ini.
Lanjut ke hari Selasa, hari dimana akan presentasi
akhir dan mungkin akan jadi hari terakhir di minggu ini untuk masuk. Well, I care, but not really. Tapi di
pagi hari lagi-lagi dilanda sindrom sakit perut biasa kalau orang nervous, walau sebenarnya itu karena aku
kebanyakan makan pas sarapan. Sampai kantor, aku langsung masuk melewati palang
dan langsung parkir motor. Ini udah hampir telat. Eh tiba-tiba aku dipanggil,
kaya anak kecil yang dipanggil bapaknya.
“Mbak! Mbak!” teriak si satpam. Aku
celingak-celinguk memastikan nggak salah dengar dan nggak salah sangka kalau
aku yang dipanggil.
Seorang pengendara motor lainnya yang tadi aku
dahului membuka helm setelah parkir lalu langsung marah, marah. “Iya, mbak ini
dari kemarin langsung celonong aja!
Bla blab la…” aku nggak dengerin lagi ocehan bapak-bapak di pagi hari.
Bapak-bapak kok cerewet? Lebih cerewet dari emak-emak. Nggak kenal juga. Aku
sebel tapi malah nyengir-nyengir bego. Masalahnya, begini…
“Mbak pegawai baru?” tanya Pak Satpam yang
sebenarnya galak tapi pasti di tahan-tahan biar tetap ramah.
“Bukan Pak, anak magang.”
“Mbak tadi itu kan ada bapak ini (nunjuk bapak-bapak
rempong) yang lagi buka palang, mbak nggak boleh langsung masuk begitu aja, kan
bapak ini yang buka palangnya. Kalau nanti palangnya ketutup kena mbak gimana?”
“Oh, begitu yah Pak, saya nggak tahu. Dari kemarin
kan palangnya rusak, jadi langsung masuk begitu aja, katanya nggak usah di
tap.” Dengan muka polos. Karena jujur aku beneran nggak tahu dan nggak mau
disalahin. Nih yah, kemarin pas pulang mau tap, karena rame antrian katanya
nggak usah, langsung lewat aja. Kemarin-kemarin pas masuk, palang kebuka tapi
aku tetap tap, katanya nggak usah, langsung masuk aja. Kan jadi serba-salah,
nggak ada pengumuman pintu palang udah bener atau belom, masih rusak atau
nggak. Jadinya di sini ini yang aku sempet sebel dan nggak terima dimarahin.
Ishhh…
Ditambah pas-pas-an bapak yang sekantor, seruangan,
kenal, yang sering makan siang bersama,, yang sering ngobrol juga, lewat dan
ngelihat, walau cuek nggak peduli, tapi kan malu juga…
Aku malah berpikir apa yah yang dipikirkan bapak
itu? Apakah…
1.
Dih, nih anak
masih magang udah buat masalah
2.
Kasihan,
pagi-pagi udah diomelin
3.
Itu kenapa yah?
Ah, tetap stay cool aja nggak mau
ikut campur
4.
Pasti dia
langsung bad mood deh, pagi-pagi udah
begitu
Fakta pertama adalah aku nggak menganggap itu
marahan, lebih seperti peringatan aja (oleh si satpam, bukan bapak-bapak
rempong), kan baru kali ini aku berlaku begitu dan (baru tahu bahwa aku) ternyata
salah. Kedua, aku bener-bener cuek, nggak peduli bagaimana pandangan aku di
mata para pekerja maupun perusahaan ini tentang sikap aku, karena aku udah
berusaha melakukan sesopan mungkin, sehalus mungkin sehingga tidak mengganggu
kestabilan yang sedang terjadi di pabrik ini. Ketiga, aku memang malu sih dan
penasaran si bapak itu kepo nggak yah
nantinya pingin tahu. Keempat, aku sama sekali nggak bad mood walaupun agak males sama bapak-bapak rempong, bukan pak
satpam, dan semoga aku nggak ketemu lagi, kalaupun ketemu sama bapak rempong
semoga aku lupa bentuknya gimana mahkluk yang satu ini supaya aku nggak sebel
lagi, tapi mengingat gaya alay si
bapak yang rambutnya sekuning jagung, wah…mudah dikarakterisasi jadinya.
Oke, intinya saat ini nggak bad mood walau sedikit sebel, tapi udah agak samar-samar dan baiknya
si bapak sekantor nggak bahas sama sekali seolah nggak ada yang terjadi.
Senangnya, dengan kejadian ini aku jadi bisa cerita
banyak, senang…
Syukurlah. Haha…
Thank YOU, Lord Jesus.
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar