Langsung ke konten utama

Dua Status

Kalau kata salah satu temen aku, “Kalau punya pacar, nggak usah dipublish lah, jadi kalau putus ga rempong.”
Terus kata temen aku yang lain, “Akan sulit mengalami pertumbuhan rohani yang sehat ketika menjalani HTS, Backstreet, dsb even dengan alasan yang terlihat sangat rohani, that’s truth!”
Berdasarkan dua pernyataan yang sangat bertolak belakang ini, dari dua orang yang dulunya selek, sekarang udah baikan, meskipun salah satunya tidak merasa berantem *tepok jidat*, nah ini dia komentar aku sebagai…korban.
Mereka ini kan pasang status, terus muncul gitu di recent updates. Statusnya ditulis saat insiden itu.
Masalahnya adalah, emang iya sih enak kalau HTS, putus, nggak usah rempong deklarasi ke temen-temen atau menjelaskan ke orangtua kalau udah nggak sama dia lagi. Tapi…masa sih pacaran tujuannya buat putus diem-diem, yang ada juga harapannya langgeng adem ayem sentosa sampai naik pelaminan.
Jadi kalau disuruh backstreet, BIG NO NO PAKE BANGET! Aku juga lagian nggak bakalan boleh sembunyi-sembunyi bohong sama ortu. Beuh, jangankan pacar, kalau aku cerita nih lagi deket sama cowok ini, komentar ortu, “Suruh dia datang Nak, kami mau lihat.”
Beuh, beuh, beuh. Gawat kan. Baru juga cerita deket, udah disuruh datang, kaya mau lihat calon mantu aja.
Menginjak usia yang makin tuir, duh, persoalannya makin ribet.
“Mana pacar kamu?”
Terus kalau udah punya pacar.
“Kapan nikahnya?” (Status aku masih kuliah nih padahal).
Kalau udah nikah nih, pasti pertanyaannya, “Kapan punya anak?” terus berlanjut, “Kapan anakmu punya adik?”
Terus ketika anak kita udah besar, “Kapan anakmu punya pacar, menikah?”
Kalau anak kita udah nikah, “Kapan nimang cucu?”
Dst, dst, dst…
Duh, please deh!
Back to the main topic.
Jadi kalau backstreet itu, nggak mungkin terjadi (lagi) di kehidupanku saat ini karena aku nggak memikirkan suatu hubungan untuk sekedar pacaran (lagi). Ayolah serius, kita kan udah gede…(uhuk!)
Kalau dibilang jangan publish, sudah dilakukan kayanya, makanya kalau kepo-in aku dengan pertanyaan, “Single or in relationship?” jawabannya nggak ketebak (di kehidupan kampus minimal). Enjoy aja…

ADIOS.

Komentar

  1. Mungkin lebih bagusnya dijalani sebagai "teman" kan belum tentu itu 100% jadi calon :D
    kalau udah mau nikah baru di umumkan :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...