Langsung ke konten utama

DAMAI ITU INDAH

Jadi ceritanya itu habis berdamai dengan seseorang, walaupun sebenarnya nggak ada pernyataan tentang perang terbuka, damai yang dimaksud di sini, baikan.
Ngomong-ngomong soal damai, ada sedikit harapan aku buat bangsa Indonesia ini.
Melihat dari carut-marutnya kancah kampanye politik yang kian kusut, membuat aku sedikit gerah. Ini apaan sih, berita nggak ada kejelasan faktanya, nggak ada video rekaman atau suara yang menguatkan isu-isu politik yang ada, mulai dari calon pemimpin yang katanya cuma boneka, dan yang satunya lagi si ‘Penghilang Jejak’, tapi isu-isu diadopsi sebagai sebuah fakta yang diyakini kebenarannya, aneh!
Well, mari kita lihat ke masyarakatnya. Apakah masyarakat Indonesia sudah layak jadi masyarakat? Sudah layak hidup sebagai manusia? Atau masih seperti hewan?!
Contoh konkrit. Masih ada tuh korupsi, pembunuhan karena masalah sepele kaya ditolak cintanya, ada juga pemerkosaan ayah kepada anak (kan gila!), pencurian dan perampokan demi uang untuk membeli narkoba, seks bebas yang merajalela, dan para pesakitan yang terkena virus MERS dan HIV yang belum tertanggulangi. Kenapa hal-hal itu nggak diurus aja? Kenapa ributin calon presidennya siapa. Kalau merasa layak jadi pemimpin, silahkan daftarkan diri. Negeri kita negara demokrat. Silahkan ajukan diri dan kalau memenuhi syarat. Kenapa harus ricuh begitu sedikit diberi isu? Mulai dari setiap sudut jalan yang terpasang berbagai baliho dan spanduk, berbagai iklan yang mengumbar janji ini itu, sampai ke dunia maya sekalipun. Mulai dari rakyat biasa, hingga mahasiswa, dosen, buruh, dan pejabat-pejabat, semua meributkan mengenai calon presiden.
Kenapa nggak ributin soal global warming yang lebih mengancam kehidupanmu saat ini! Perlahan tapi pasti. Kenapa nggak pusingkan aja skripsi dan sidang yang sebentar lagi menjadi penentu kelulusanmu?! Kenapa nggak pikiran tentang gundulnya hutan-hutan di Kalimantan sana, rakyat di Papua yang masih kesulitan listrik dan air bersih, busung lapar di Nusa Tenggara? Kenapa nggak fokus pada peningkatan mutu pariwisata di Bali, Manado, dan Raja Ampat? Kenapa nggak fokuskan diri pada generasi penerus bangsa yang berprestasi secara akademik melalui kompetisi olimpiade, atau prestasi di bidang seni dan olahraga?
Masih banyak tuh yang bisa di expose di media tentang hal-hal yang lebih bermutu dibandingkan debat calon presiden ini dan itu. Masih banyak kok yang harus jadi fokus kita, nggak cuma gossip tentang kedua calon pemimpin negara itu. Soalnya, riweh banget lihat status di FB, postingan berita dan gambar di FB.
Yah, walau blog ini nggak juga jadi sarana yang berisi mengenai fokus-fokus yang disebutkan di atas, tapi seenggak-enggaknya, nggak berisi berita yang menjatuhkan atau menjelekkan calon presiden di negara Indonesia ini. Jadi, rakyat Indonesia, lebih bijak dan lebih tenang menghadapi isu yang ada, plus, jadikan negara kita negara yang damai, karena damai itu indah, kan?!

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...