Langsung ke konten utama

Hati-hati 'Tercebur'

Seorang pengajar pernah memberitahu begini,”Hati-hati dalam memilih pekerjaan. Pilih yang sesuai minat. Lebih baik lambat memilih tapi cocok, daripada bekerja dimana kita tidak suka, akhirnya menjadi terpaksa. Sebab jika sudah terpaksa, itu akan terus berlanjut. Mikirin kalau berhenti nanti gaji lebih kecil, kalau berhenti nggak ada kerjaan lagi gimana. Mikirin ini, mikirin itu.”
Tanpa aku sadari, ternyata hal itu terjadi padaku saat ini. Memang sih bukan kerjaan yang menghasilkan uang, malahan keluarin uang. Masalahnya adalah jika aku keluar maka akan merugikan nama baikku dan orang lain, banyak orang malah. Jika aku tetap bertahan seperti saat ini, membuat diriku sendiri stress, tertekan, dan emosi. Alhasil, seperti yang pengajar itu bilang, aku telah tercebur terlalu dalam hingga susah kembali untuk keluar darinya, kecuali aku berenang dan terus berenang hingga mencapai tepi, dalam artian aku menyelesaikan ini semua.
Bicara soal kesulitan yang dialami, dulu aku juga berada di posisi ‘pekerjaan’ seperti saat ini, tapi aku punya ‘atasan’ yang bisa bekerja, bisa meng­-handle kegiatan yang berhubungan dengan uang itu. Sejujurnya, keadaan berbeda saat ini. Mungkin orang itu tidak mau rugi, entahlah, tapi sulit dan keras kepala, mengambil keputusan sendiri dan tiba-tiba.
Aku tahu, seharusnya siap kapanpun ketika dalam situasi yang tak terencana. Tapi itu seolah tak bisa dilakukan di sini ini. Seorang laki-laki bisa dihormati saat dia memiliki kewibawaan ketika berbicara, ketegasan dalam mengambil keputusan, kepastian dalam bertindak, kedewasaan dalam berencana. Seharusnya demikian. Sekarang ini sangat jarang dan langka sekali pria yang memiliki karakter demikian. Entah, apa ini kebetulan yang aneh, tapi beberapa pria yang aku temui, yang bekerja sama, yang berada di sekitarku, masih belum aku temui karakter seperti itu. Catat! Beberapa memang ada, tapi sangat teramat jarang.
Mengingatkan kembali jawaban “Terserah”, “Nggak tahu” ketika ditanya hal yang seharusnya bisa dijawab dengan kata-kata lain, membuat orang lain akan berpikir, “Serius mau bantu nggak sih nih orang.” Atau “Bisa ‘diandalkan’ nggak sih nih orang.” (Ya, walaupun salah besar mengandalkan orang lain), tapi kira-kira begitulah gambarannya.
Nggak kesel, nggak juga marah, tapi jujur, hal itu akan menurunkan pencitraan, rasa menghargai, dan akan memandang bahwa orang tersebut akan dicoret dari daftar teratas ‘Orang Pertama yang Ditanya atau Diceritain’.
Mungkin ada yang kurang paham dengan tulisan ini, tapi toh memang tak mudah memahami. Ini hanya curahan hati dari seorang gadis yang sedang bingung mau cerita pada siapa dan menjelaskan seperti apa pada orang lain tentang apa yang dirasakannya saat ini.

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Lagu Penuntun Malam (yang Dingin) #4

Malem ini dingin banget dan saya kedinginan, bukan maksud ambigu yang lain loh, cuma emang tubuh menggigil. Mungkin karena hujan terus sepanjang hari, mungkin juga karena tubuh yang lagi nggak fit. Bukti kedinginan ( lebay ): Udah pake syal, selimut, sweater ... dan oh, kaos kaki juga. Tapi di malam yang dingin ini ditemani lagu-lagu yang sedikit banyak menghibur. You’ll Be in My Heart-Phill Collins ost. Tarzan (Disney) Come stop your crying It will be all right Just take my hand Hold it tight I will protect you from all around you I will be here Don't you cry For one so small, you seem so strong My arms will hold you, keep you safe and warm This bond between us Can't be broken I will be here Don't you cry 'Cause you'll be in my heart Yes, you'll be in my heart From this day on Now and forever more You'll be in my heart No matter what they say You'll be here in my heart, always Why can't they understand the wa...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...