Langsung ke konten utama

Laki-laki Dipegang dari Ucapannya

Sibuk!
Sibuknya emang kebangetan. Daddy memang begitu. Dia selalu sibuk dan jarang punya waktu. Pas aku punya waktu, dia nggak bisa. Pas dia punya waktu, aku lagi kuliah. Jadilah sulit waktu yang cocok buat cerita. Jadi, dibuatlah blog ini yang sering cerita tentang kuliah dan curhatan yang sewaktu-waktu bisa dibuka daddy sehingga dia bisa tahu cerita yang belum sempat diceritakan.
Waktu itu ada seorang teman bertanya, lebih milih kualitas atau kuantitas? Langsung aja aku jawab, kualitas. Sebenarnya, nggak pernah punya pilihan kualitas dan kuantitas, tapi pilihan buat aku adalah kualitas atau tidak sama sekali.
Daddy pernah bilang, “Saya memang nggak punya banyak waktu buat anak-anak saya, tapi ketika ada waktu, saya akan buat waktu itu jadi waktu yang berkualitas.”
Waktu itu juga, daddy pernah janji, sewaktu-waktu bakalan nganterin aku ke Depok.
Waktu itu hari Minggu malem, hujan, besoknya ujian akhir analisis kuantitatif, semester 3. Terus tiba-tiba selesai ibadah bersama, daddy bilang, “Ayo kita antar Mule naik mobil.”
Terus aku kaget banget. “Beneran?” sampai nggak percaya gitu.
“Laki-laki itu dipegang dari ucapannya.” Satu kalimat itu yang terus aku pegang, daddy laki-laki yang menepati ucapannya, walau lama banget baru terjadi, yang penting terjadi. Seneng banget, ada mommy, ibu, dan beberapa saudara yang juga ikut anter.
“Karena sudah diantar, ujian besok yang bagus yah. Harus dapat nilai A!” kata Daddy sungguh-sungguh.
Sampai di Depok sudah jam sepuluh malam dan aku belajar setelah itu sampai jam 1 pagi, lanjut besok paginya sebelum ujian jam 10 atau jam 1 siang gitu, jadi masih ada waktu belajar.
Dari cerita ini intinya adalah bahwa emang nggak banyak waktu daddy buat anak-anaknya, tapi selalu buat waktu itu jadi waktu yang menyenangkan. Kebayang tiap hari bareng, sebelahan, tapi diem-diem aja. No meaning banget.
Sekali lagi, laki-laki dipegang dari ucapannya.


ADIOS.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...