Sudah tiga hari ini
teman sejawat belum juga memunculkan batang hidungnya. Sudah lima hari juga
belum bertemu. Rasanya agak lama. Lalu terngiang dua sesi obrolan penuh makna
dan berbobot berat, tentang kuantitas vs kualitas, tentang idealisme vs perfeksionisme.
Teman sejawat ini begitu
pandai, baik pandai untuk dirinya maupun pandai berbagi. Seringkali diajari
olehnya lebih dapat dimengerti ketimbang dosen asli yang memberi mata kuliah
tersebut. Aku sangat optimis, suatu saat nanti, dia akan menjadi pengajar favorit. Orang boleh bilang dia perfeksionis, aku juga mengatakan
demikian, awalnya. Tapi seiring berjalannya waktu dan sempat mengobrol dengan
penuh makna itu, perfeksionis bagi dia, bahwa sesuatu yang dipandang sangat
ideal untuk dirinya sendiri dan menurut pemahamannya sendiri, sementara
idealisme adalah pandangan yang menganggap suatu keadaan ideal bagi suatu
kumpulan dan pemahaman oleh sekelompok tertentu. Kalau tidak salah ingat,
begitulah hal yang aku tangkap. Dari pemahaman sederhana ini aku menyadari bahwa
kalaupun yang ia terapkan adalah sifat perfeksionis-nya itu, itu tidak akan
menjadi gangguan bagi orang lain atau hal yang dapat menyusahkan mahasiswanya
kelak bila ia benar-benar menjadi seorang dosen, tentu saja ini menurut
pandangan dan pendapat aku.
Mengutip dari salah satu
status seseorang, “Universitas sebagai
instutisi pendidikan tidak hanya memberikan mahasiswa nilai tetapi juga Nilai-Nilai.”
Mungkin
memang benar, apakah Universitas sekarang hanya memberikan angka-angka atau
huruf bagi mahasiswanya tanpa memberikan nilai-nilai yang cukup berarti untuk
dipahami lebih mendalam. Entahlah.
Ini pun
menjadi topik bahasan aku dengan teman sejawat tentang tugas yang dinilai
berdasarkan banyak atau tidaknya tulisan yang kemudian diberi nilai bagus tanpa
memeriksa baik atau tidaknya isi dari tugas itu, atau penilaian berdasarkan hal
yang sebaliknya, bagus atau buruknya suatu tugas tanpa mempertimbangkan soal
banyak atau tidaknya kemudian baru diberi nilai bagus.
Agak
sedikit terkejut bahwa dibalik kejeniusannya, ada pola pikir diluar bidang akademik,
yang begitu terstruktur dan tertata rapi sehingga ketika hal tersebut
disampaikan, menjadi buah pikir yang patut untuk mendapat perhatian, walau
memang harus memutar otak (kembali). Sekedar berbagi kisah tentang teman sejawat
yang kehadirannya dinantikan kembali di bangku kuliah, sesegera mungkin.
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar