Sedih loh pas liat pengumuman pemenang lomba cerpen dan ternyata saya nggak menang. Haha. Emang sih dalam kompetisi itu ada yang menang dan kalah, tapi kan...tapi kan...saya ngarep...
Hiks, rasanya pingin banting bolpen atau laptop dan bilang, “Saya nggak mau nulis lagi!”
Tapi nggak bakalan juga ding saya lakuin, itu mah lebay. Itu artinya nggak berbesar hati menerima kekalahan.
Kalau inget lagu di Petualangan Sherina, dia nyanyi, “Yang namanya jagoan, harus rela berkorban.”
Terus hubungannya?
Hubungannya adalah, yah kalau saya jagoan nulis *ehem* saya harus rela berkorban. Mungkin yang menang-menang itu meres otak tujuh malem tujuh hari buat nyari ide, ketik dan edit tiga hari, nggak makan seharian, nggak mandi dua hari, cuma buat nulis minimal 5 halaman naskah buat jadi pemenang. Sementara saya, sambil minum, ngemil, mandi, mikir bentar *clingcling* jadi sebuah kisah yang saya modifikasi dari kehidupan nyata ditambah bubuhan imajinasi yang lebay.
Yah sudah. Saya kalah dan saya senang. Haha. Plinplan, awalnya sedih jadi senang.
Soalnya setelah nulis ini saya jadi merasa, oh yah, diatas langit masih ada langit, pepatah lama yang, uhm, nggak sepenuhnya bener tapi nggak sepenuhnya salah. Wong langit yang dimaksud yang mana, diatasnya yang mana, abstrak kan?
Pokoknya saya bersyukur saja, artinya saya masih harus banyak belajar dan menghasilkan karya-karya yang lebih bermutu.
Kata seseorang, “Sepanjang hidup seseorang terus belajar sekalipun dia dianggap profesor, dia akan tetap belajar. Belajar itu bukan tentang akademik saja, tapi bagaimana menjalani hidup dan mengolahnya menjadi sesuatu yang berarti, dan pembelajaran itu nggak melulu di bangku formal.”
Yowes, pokoknya saya akan belajar lagi, lagi, dan lagi.
Sekian curhat kilat dari saya.
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar