Aku suka pemandangan pantai. Entah kenapa rasanya ada kebebasan di sana. Coba lihat, kita tak dapat memastikan di mana ujung horizon itu, lengkung cakrawala yang seolah tanpa batasan. Luas dan lapang, seolah tak tersentuh. Ketika langit serasa hanya gantungan dan kita bisa meraihnya, padahal jauh di atas sana dan tak tersentuh.
Coba lihat, pantai adalah tempat di mana daratan dan lautan berbatasan. Darat tempat di mana kita berpijak, sementara lautan adalah sesuatu yang tak pernah bisa kita genggam. Sesuatu yang kontras menjadi perbandingan, sesuatu yang sangat berbeda. Namun mereka berusaha bertemu walau masih ada batas yang terlihat.
Di pantai, kita bisa melihat karang yang kokoh. Mereka menantang sang ombak, mereka memecahkan terjangannya. Karang berdiri kokoh, ia tak takut badai. Baginya, gelung ombak adalah teman sepermainannya. Karang dan ombak tak bisa saling menyombongkan diri. Mereka hanyalah sepasang keharmonisan yang sering orang abaikan.
Pantai tempat di mana kapal berlabuh dan dari sana pula kita melepas kepergian sang kapal. Burung-burung di langit mendapat makan dari laut, sementara manusia mendapat suatu santapan pemandangan yang alami. Entahlah bagaimana seharusnya kuceritakan pantai. Di sana ketika suara-suara manusia ditelan deru ombak. Di sana ketika suara-suara hanyalah sebuah gaung yang dipecah di udara. Ketika suara gelak tawa dan tapak-tapak manusia berlarian tercetak di atas pasir lalu kemudian tersapu ombak dan hilang. Di sana terkisah suatu pengalaman yang menjadi rahasia yang orang lain tak tahu. Tiap orang, tiap waktu, tiap zaman dan masa, tiap hal berbeda, terjadi di atas pasir pantai. Di sanalah tempat harapan dilabuhkan. Di pantai, ketika senja hari. Ketika matahari menjadi pertunjukan utama di layar langit yang biru. Ketika semua mata tertuju pada satu hal. Langit, pasir, dan laut. Ketika hal yang dipersatukan dalam satu pemandangan, PANTAI.
Komentar
Posting Komentar