Ini sebuah kisah nyata dari pengakuan seseorang yang tidak ingin identitasnya dibeberkan. Tapi dia ingin agar pengunjung blog ini dapat membaca pengalaman yang cukup mengharukan (bagi saya).
Begini ceritanya...
Seorang kakak memiliki seorang adik. Saat itu sang adik akan menempuh ujian akhir nasional.
Suatu hari, sang kakak ingin agar adiknya lebih tekun belajar karena dia melihat nilai try out adiknya selama dua kali berturut-turut kurang memuaskan. Sang adik malah membantah dan nge-dumel walaupun akhirnya dikerjakan dengan setengah hati.
Setelah selesai mengoreksi soal yang kakak berikan, sang kakak memanggil adiknya.
"Dik, kemari sebentar."
"Kenapa?" tanya adiknya sebal karena ingin melanjutkan acara nonton tv.
“Ada yang ingin kakak bicarakan, duduk sebentar sini,” sang kakak menepuk tempat di sampingnya, sang adik menghempaskan pantatnya dengan keras tanda sebal.
"Jujur, dalam doa kakak, kakak mendoakan kamu supaya nilai kamu bagus dan kamu makin rajin. Kamu tahu kenapa sampai sekarang kakak belum punya pacar?" sang kakak mencoba mengarahkan.
Sang kakak langsung melanjutkan, "Karena kakak ingin fokus pada kuliah, supaya cepat lulus, supaya bisa segera kerja untuk biaya sekolah kamu nanti. Kakak tahu susah ujian itu, kakak sudah mengalaminya tiga kali. Dan kakak tahu kamu les tapi jangan jadi malas karena itu, setelah les langsung merasa cukup untuk belajar, bukan begitu. Kakak juga pernah les, tapi setelah les kakak akan mengulang materi yang diajarkan lagi. Kakak kecewa lihat nilai adik tadi. Kakak ingin agar nilai adik bagus. Mulailah sekarang tekun belajar."
Suara sang kakak sudah kepayahan, air matanya meleleh ke pipi padahal satu jam yang lalu dia baru saja berbicara dalam pikirannya sendiri agar tidak akan menangis lagi di depan orang lain karena hal itu dianggapnya memalukan.
Sang kakak tidak mereka-reka akan menangis. Lalu lanjutnya, "Kakak pulang ke sini karena libur supaya bisa nemenin kamu belajar. Kakak ingin punya waktu membimbing kamu dalam belajar karena tahu kamu akan menghadapi ujian akhir. Bisa saja kakak santai-santai dan tidak pulang di sana. Tapi kakak tidak mau, kakak kepikiran kamu. Kamu tahu Dik, kakak di sana bukan malas-malasan, santai-santai, dan bersenang-senang, tapi kakak di sana juga berusaha seperti kamu. Berusaha sebaik mungkin menjalankan kuliah kakak."
Sang kakak terdiam melihat adiknya yang mematung.
Kuharap dia merenungi dan sadar, harap sang kakak.
Keduanya terdiam cukup lama. Sang kakak sudah berhasil mengendalikan emosi kembali. Kini giliran sang adik yang menangis dalam diam.
Komentar
Posting Komentar