Entah
dari awal semester 1 itu yang pernah aku cerita tentang nilai kimia yang dapet
76 adalah sebuah kisah yang teringat jelas.
Lain
halnya dengan cerita yang kali ini.
Ini
mengenai ulangan logika matematika semester 4 yang gurunya adalah Pak Danu
Wardoyo, guru kekar, ganteng, kece, nan oke. Dia itu adalah PA aku selama aku
SMA, selama 3 tahun. Emang sih nggak terlalu banyak interaksi. Sms-an aja nggak
pernah, pernahnya telepon, itupun ngijin karena nggak masuk. Ada banyak cerita
tentang dia dan yang paling heboh adalah kasus di semester 5 dan 6 ketika
detik-detik kelulusan.
Tapi
yang mau dibahas di sini bukan itu. Yang aku suka dari Pak Danu adalah dia guru
yang objektif tapi tetap aja, punya perasaan yang baik. Jadi begini
ceritanya...
Waktu
itu pas lagi ujian matematika, tentang logika matematika. Tentang mengingkari
ingkaran, dan, atau, semua, tidak semua, tentang ya dan ya adalah ya, tentang
tidak dan ya adalah tidak, tentang benar, benar, benar, tentang salah benar
salah adalah salah... Yah pokoknya tentang pemutaran kata.
Merasa
ujian Pak Danu kali ini adalah yang termudah karena soal Pak Danu terkenal soal
dewa yang emang sih ada soal bonusnya, tapi setaraf matematika kimia sekarang
kali yah... Pokoknya untuk anak SMA susah, titik. Jadi, setelah merasa yakin
bakalan dapet nilai bagus, aku nya sih PD.
Ketika
dibagikan ulangan, weits, temen dapet 80-an, bagus. Yang lainnya juga, bahkan
ada yang dapet 98. Wah... ini mah positif berarti hampir semuanya bisa-lah yah.
Rata-rata kelas bisa-lah yah. Pokoknya gitu-lah yah. Dan ketika aku disebut di
ketiga terakhir, aku maju dan mendapati nilai aku...jeng-jeng... 76.
Loyo...
merasa aku ini kok loser banget. Udah
sok PD eh malah begitu.
“Berapa
lo?” tanya seorang temen.
“Errr...”
aku berpikir dulu mengecek ulanganku dan kemudian berpaling ke Pak Danu. “Pak,
ini kayanya saya bener deh.” Berusaha mencari pembelaan.
Pak
Danu senyum-senyum. “Aduh –nama saya-, harusnya kamu tuh dapet 74, ini sudah
saya kasih bonus daripada nanggung remed.” Makasih Pak, bapak emang PA saya
satu-satunya the good...
Makin
jeng-jeng lagi. Emang KKM di sini 75, emang anak-anak di sini entah mengapa
terlalu pintar dan jenius dan aku seperti terdampar di negri-negri orang
pintar.
Lanjut
mengenai nilai 76. Ini terjadi di Biologi 3, semester 3. Guru yang juga
berwajah baru. Sebut saja namanya Pak Eko. Jadi Pak Eko ini baru aja married semester kemarin dan nggak single. Untukku, biologi yang diajar Pak
Eko sangat jelas, tapi ada suatu hal yang membuat, sepertinya, Pak Eko sebal
dengan saya.
Waktu
itu pelajaran biologi materi tentang sistem imun. Aku sebangku dengan teman
dekatku sewaktu SMA, sebut saja namanya San-san. Kami duduk di tengah baik
secara vertikal maupun horizontal. Lalu, entah mengapa dengan hari itu, kami
berdua ngobrol asik. Hanya sekilas lalu aku mendengar pembicaraan Pak Eko
menjelaskan materi. Tiba-tiba, sebelum pelajara usai, Pak Eko menyerukan, “Ya,
materi selesai, sekarang kita ulangan.”
Sontak
aku kaget karena tidak mendengar materi secara detail. Pak Eko menatap kami
berdua dengan senyum kemenangan. Akhirnya, negosiasi untuk membatalkan ditolak.
Jadilah sekelas ujian. Karena aku memang tidak tahu apa jawabannya, jadilah aku
mengisi seadanya dan ternyata selesai pertama. Seluruh mata memandang aku
ketika berjalan dari tengah kelas ke depan untuk mengumpulkan kertas ulangan.
“Weits,
mantap. Pasti bisa nih,” celutuk salah seorang teman.
Kembali
aku duduk dan kertas ulanganku langsung dinilai.
“Ya,
-sebut namaku-, nilai kamu 28.” Pak Eko tersenyum manis.
“Ah,
masa sih Pak, kebalik kali,” seruku dari tempat duduk.
“Kalau
tidak percaya ke sini saja.”
Akhirnya
aku menuju meja guru di depan kelas dan ternyata benar, nilaiku 28, dari 4
nomor yang benar hanya satu, yang lain tinta merah dicoret besar. Aku kaget. Ketika
kembali ke tempat duduk, teman-teman yang lain langsung bertanya, “Bohong kan?”
Aku cuma tersenyum.
Sementara,
ternyata nilai San-san yang lebih rendah dari aku, tidak dipamerkan sedemikian
rupa oleh Pak Eko, di depan kelas. Selamat!
Masih
subjek yang sama, waktu itu UTS, nilai sudah keluar. Semua teman sudah
melihatnya, kecuali aku. Ketika salah seorang teman memberitahukan, “-Sebut
namaku-, nilai lo peringkat terbawah.” Aku awalnya tidak percaya. Lalu bertemulah
aku dengan Pak Eko.
“Pak,
saya mau lihat nilai.” Biasanya nilai di print dan diurut sesuai besarnya
nilai. Dan aku harus mencari sampai nomor ke 40 dari 40 murid untuk menemukan
namaku. Benarlah, aku peringkat terakhir dengan nilai 58. Aku ingat persis dan
aku langsung menangis.
“Pak,
gimana dong? Kok nilai saya jelek?”
“Kamu
sih kerjanya main dan ngobrol.”
“Saya
udah usaha Pak,” masih mewek jelek.
“Ya
sudah masih ada UAS kok.”
“Baiklah,
saya akan berusaha. Bapak akan lihat nanti bahwa saya akan memperbaiki hal itu.”
Pak
Eko cuma tersenyum dan aku keluar dengan wajah stress berat.
Sejak
saat itu, biologi adalah suatu momok tapi merupakan pelajaran yang aku
prioritaskan untuk diperjuangkan. Ini sudah diujung tanduk!
Pada
akhirnya, nilai akhir yang tertera di raport adalah...76. YUP! Aku yakin itu
juga nilai katrol belas kasihan karena si bapak melihat kegigihan seorang murid
manisnya ini, haha.
Setelah
semester 3 berakhir, semester 4 yang mendapat guru biologi Pak Eko ternyata
mengatakan bahwa nilai akhir mereka di semester 4 minimal 80 semua. Wow! Hal itu
disebabkan istrinya tengah hamil. Untuk menghindari sumpah serapah dari
murid-muridnya digantikan dengan doa yang bagus-bagus buat si jabang bayi dan
kelancaran melahirkan, akhirnya lebih dipermudah oleh bapaknya.
Bapak,
kenapa sih istri bapak nggak hamil
pas bapaknya ngajar saya aja? Ahhhhhh.....
That is always
memorable the worst and best things.
Walaupun
demikian mepet, aku bersyukur banget pada akhirnya bisa lolos buat beberapa hal
yang bener-bener serasa berjalan diatas seutas tali rapuh dalam menyebrangi
suatu jurang dalam. Thanks GOD, love YOU so much...
Sekian
kisah mengenai nilai mepet KKM yang biasanya adalah nilai bonus karena faktor X
lainnya.
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar