Langsung ke konten utama

DEMONSTRASI=BEMO+TERASI


Bicara soal demonstrasi, negara Indonesia menjadi sorotan media baik dalam skala nasional maupun internasional. Bukan berarti para demonstran di Indonesia hebat tapi karena seringkali setiap demonstrasi, akan diakhiri dengan aksi anarkis dan kericuhan, membuat jalanan macet dan menjadi sebuah teror bagi masyarakat sekitar yang kebetulan melalui lokasi demonstrasi.
Bukan berarti negara lain bebas dari aksi anarkis demonstrasi di negaranya, bahkan saling pukul dan saling tikam tak segan-segan untuk dilakukan. Namun, lagi-lagi Indonesia seolah menjadi kambing hitam, menjadi olok-olok dan tontonan komedi bagi dunia. Akhirnya, demonstrasi di Indonesia tenar, setenar alat transportasi khas di beberapa wilayah Indonesia, bemo, dan seterkenal sambal pedas khas Indonesia yang harum, unik, dan sangat pedas, terasi (konon katanya merupakan sambal terpedas mengalahkan sambal di India dan Meksiko).
Apakah para demonstran lantas berbangga dengan ‘Prestasi’ macam ini?
Salah seorang kolega membantah ketika suatu komentar saya mengenai demonstrasi yang dilakukan mahasiswa yang diagungkan sebagai kaum intelektual itu.
“Saya tidak setuju dengan demonstrasi macam itu yang kalian lakukan tempo dulu. Malu tahu!” kata saya.
“Malu? Lo sih nggak tahu, kita itu melakukan aksi membela rakyat,” sahutnya tegas.
Saya hanya diam saat itu, bukan karena terpukul kalah dengan jawaban itu, hanya saja sudah terlanjur malas berdebat dengan orang yang sudah terlalu ‘fans club:mode on’ dengan jiwa ‘sosialnya’ (maaf bila ada yang membaca dan merasa kurang enak), saya hanya jujur dalam sudut pandang saya.
Mari saya paparkan...
Bolehlah anda punya keinginan membela rakyat, memajukan bangsa, menegakkan keadilan. Saya pun demikian. Rasa nasionalis, sosialis, idealis, sosis-sosis, dan lain sebagainya, bagus untuk ditanamkan dalam dada sedalam-dalamnya. Itu menandakan anda adalah si Homo sapiens yang berbeda dari makhluk hidup lainnya yang hanya bekerja berdasarkan insting saja.
Tapi dengan cara yang bagaimana anda tempuh, itulah yang menjadi sorotan yang utama.
Saya menawarkan solusi lain. Ini cara yang rahasia tapi akan saya beritahukan supaya pikiran kita boleh bertambah luas cakupannya.
Sebagai calon saintis bangsa dalam ilmu yang katanya adalah center of sciene-chemistry, mudah sekali bagi kami-kami ini, dalam bidang yang kami geluti untuk mengguncangkan negeri. Jadi kami adalah pemimpin dari pemimpin-pemimpin yang beberapa diantaranya telah berbau tengik itu. Bagaimana caranya? Senjata kimia bisa dengan mudah diciptakan. Zaman perang dunia dulu, keahlian kamilah yang diandalkan, kimia berkembang begitu pesat sehingga melahirkan senjata-senjata mematikan baru yang membuat lawan gemetar.
Tentu saja saat ini kita tidak akan mengadakan perang dengan hal semacam itu.
Tapi bagaimana kalau dibalik untuk tujuan yang lebih mulia?!
Misalnya, mahasiswa seperti kita memiliki banyak potensi untuk mengembangkan teknologi dan pengetahuan. Dari apa yang kita pelajari, bisa kita aplikasikan di kehidupan sosial yang sebenar-benarnya, tentang memecahkan masalah yang ada di masyarakat, sampai tepat sasaran memenuhi apa yang masyarakat butuhkan.
Bukankah itu LEBIH membela hak rakyat, karena hak rakyat itu tentang hajat hidup, tentang apa yang mereka perlukan, bukan melulu tentang materi dan segala tetek bengek lainnya, tapi perhatian. Tidak pernah terbayang oleh anda bahwa mama papa anda adalah bagian dari masyarakat yang mengharapkan anaknya sukses, bukan secara material saja tapi juga moril, menjadi buah bibir sedap dan panutan di masyarakat sekitar misalnya. Tapi anda mengabaikannya, PASANG BADAN TARUHAN NYAWA BELA RAKYAT, padahal ibu anda juga bertarung nyawa ketika melahirkan anda dan anda tak peduli dengan perasaannya ketika dia berharap-harap cemas melihat anaknya berada di kancah ‘perang’ jalanan ibukota, misalnya.
Sok pahlawan, sedikit kata penuh makna buat para demonstran-demonstran keledai itu.
Saya geram dan jangan salahkan saya dengan kegeraman saya karena saya geram dengan fakta yang ada.
Tetangga saya ikut dalam parade partai X. Ketika saya tanya apa dia pendukung partai X tersebut, dia menjawab dengan santai, “Tentu bukan, saya pendukung partai A.”
Lantas, mengapa dia ikut parade tersebut?
“Saya dibayar lima puluh ribu rupiah perorang. Lumayan, sehari bisa dapat seratus lima puluh ribu rupiah, ajak istri dan anak.”
APA? ANAK?! Padahal anaknya itu baru SD, mengerti arti partai dan politik yang sesungguhnya saja belum tahu, bahkan untuk ikut pemilu saja belum boleh, lantas apa ini? Apa suara hati nurani sudah begitu murah, hanya dengan selembar uang kertas, harga diri bisa dibeli? Kalau begitu, anda hanyalah seperti barang pabrik, murah meriah dan mudah dibeli, setelah rusak akan berakhir di tempat pembuangan menjadi timbunan sampah.
Tentang demonstrasi para buruh, ketika saya bertanya kepada salah satu demonstran ada masalah apa yang sebenarnya sehingga para buruh harus turun ke jalan, dia menjawab, “Saya nggak tahu Mbak, saya cuma diajak temen, biar kompak gitu. Kepala bagian yang menyuruh kami ikut, kalau tidak, kita bakalan dipecat.”
MAIN KOTOR. Dengan ANCAMAN yang lemah harus tunduk dalam kekuasaan pihak yang lebih kuat. Miris dan menangis. Ketika fakta yang ada seperti ini...
Kalau begitu bagaimana pendapat anda sekarang? Masih salahkah bila saya tidak setuju dengan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh kaum intelek itu, yang memakai almameter biru tua angker, kuning ngejreng, coklat muda abstrak, merah maroon menantang, sampai ungu eye cathcing itu? Atau masihkah anda bersikukuh dengan slogan, DENGAN DEMONSTRASI DI JALAN KAMI MEMBELA RAKYAT?
Silahkan menilai sendiri dengan hati nurani dan sudut pandang anda.

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber

Lagu Penuntun Malam (yang Dingin) #4

Malem ini dingin banget dan saya kedinginan, bukan maksud ambigu yang lain loh, cuma emang tubuh menggigil. Mungkin karena hujan terus sepanjang hari, mungkin juga karena tubuh yang lagi nggak fit. Bukti kedinginan ( lebay ): Udah pake syal, selimut, sweater ... dan oh, kaos kaki juga. Tapi di malam yang dingin ini ditemani lagu-lagu yang sedikit banyak menghibur. You’ll Be in My Heart-Phill Collins ost. Tarzan (Disney) Come stop your crying It will be all right Just take my hand Hold it tight I will protect you from all around you I will be here Don't you cry For one so small, you seem so strong My arms will hold you, keep you safe and warm This bond between us Can't be broken I will be here Don't you cry 'Cause you'll be in my heart Yes, you'll be in my heart From this day on Now and forever more You'll be in my heart No matter what they say You'll be here in my heart, always Why can't they understand the wa

Pasar TB

Ini pengalaman yang lain lagi. Jadi sesuai dengan judulnya yaitu pasar TB, aku bersama mama pergi ke pasar TB. Kenapa yah nama pasarnya TB, kenapa nggak BT atau BB? Mungkin TB itu singkatan dari Toko Bangunan, karena banyak toko bahan bangunan di sekitar sini. Kalau BT, nanti pada marah-marah semua pedagangnya. Kalau BB, ugh, bau badan tuh, bisa pada pingsan deh. Pengalaman ke pasar sih biasa-biasa aja. Liat pedagang-pembeli, jual-beli, bayar-kembali, ada barang ada harga. Yang nggak enaknya sih ke pasar itu, yang bawa barang belanjaan aku. Ugh, berat. Soalnya aku kan masih muda nih, masih kuat. Kan kasian mama mesti bawa barang belanjaan. Biasanya di pasar tradisional kaya gini kan tawar menawar. Yang aku heran lihat mama belanja itu, mama jarang nawar barang, bahkan hampir nggak pernah kali tuh. Alhasil, mama sering dikasih barang lebih, bonus, bahkan diskon tanpa diminta. Wah, enak juga kali yah. Eit, tunggu dulu. Namanya juga pasar. Ini hanya sekedar permainan dan