Langsung ke konten utama

Berani berkarya itu, keren!


Kenapa setiap karya yang dianggap sastra banget lalu dianggap sebuah seni itu adalah karya yang menggunakan banyak bahasa berat yang bahkan kadang penulisnya saja tak tahu maknanya apa. Seringkali, pemilihan kata Indonesia yang asing ditelinga orang awam itulah yang dianggap bagus.

Pernahkah kita memposisikan diri sebagai pembaca dari kalangan orang awam yang pada umumnya dikelompokan 'bisa membaca saja sudah bersyukur', bagaimana harus menterjemahkan lagi 'segepok' kata-kata sulit.

Bukankah lebih asyik ketika tulisan kita dapat dibaca dan DIMENGERTI oleh banyak orang sehingga memberikan suatu manfaat yang berguna bagi mereka yang membaca?

Okelah kalau beberapa kesusastraan Indonesia memiliki kualitas tatanan bahasa dan kata-kata tingkat tinggi, tapi tidak melulu itu saja yang menjadi penilaian tentang suatu estetika, suatu keindahan dalam sebuah sastra.

Bayangkan, cerita Hansel dan Gratel, Cinderella, Snow White, dan beberapa cerita anak lainnya milik Hans C. Andersen bisa menjadi terkenal karena kerangka berpikir dan pola bahasa yang sederhana, bisa dimengerti oleh anak-anak dan tetap teringat di otak mereka lalu membuat fantasi sendiri sampai mereka dewasa. Bahkan pembuatan film kartun Disney dilakukan oleh orang dewasa yang menikmati cerita sederhana itu.

Bahwa kesederhanaan memberikan suatu efek yang luar biasa. Sesuatu yang telah ada, apa yang terjadi di sekitar kita, dengan sedikit imajinasi dan polesan di sana-sini, maka bisa saja terbentuk suatu alur yang menakjubkan dan dapat dicerna oleh berbagai kalangan masyarakat.

Yuk, jangan takut dan malu berkarya. Mengungkapkan apa yang menjadi bahan pemikiran kita dalam suatu tulisan adalah hak manusia, saya rasa… :) Karena menurut saya, tidak ada karya yang bagus dan jelek, yang ada hanyalah menarik dan kurang menarik. Asal terus diasah, tanpa bakat yang sering dijunjung sebagai faktor utama, orang dapat tetap menjadi penulis.

Berani berkarya itu, keren!

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...