Oke, aku akan cerita kenapa aku
sebegitu SO-nya, setidaknya di mata kalian.
Aku pernah GAGAL, yah, gagal,
sekali. Tapi itu sungguh-sungguh jadi cambukan besar buat aku. Bahasa lebaynya
gitu. Aku gagal buat masuk fakultas yang lagi nge-trend itu, di kampus Ganesha di Kota Kembang.
Orang-orang sudah cukup puas dan
bangga, mereka dengan enteng bilang, “Selamat Le, masuk kampus kuning itu.”
Aku cuma ngangguk dan senyum,
dalam hati miris teriris.
Kamu-kamu nggak tahu sih betapa
aku ingin masuk kampus itu, betapa aku sudah berjuang sebegitunya siang malam
sama buku, dan aku masih gagal. Di sini aku pakai kata gagal karena aku nggak
ada kesempatan buat ngulang lagi di kampus itu, jurusan itu, gelar sarjana.
Orang-orang akan bilang, “Syukuri
aja.”
Aku tetap bersyukur, tetap
terima. Tapi prosesnya panjaaaaaaaaang banget.
Aku nangis terus di semester 1
kuliah, aku sering nyalahin diri sendiri, aku males berinteraksi dengan yang
lain, jadi si kupu-kupu, kuliah-pulang-kuliah-pulang.
Aku denger kok temen aku sampai
bilang aku si SO-lebay. Kerjanya tiap hari nyalain lampu belajar dan duduk
berjam-jam di sana. Bertengger rapi dan ansos, jarang bertegur sapa, nonton
film di laptop sampai subuh. Iya, itu aku. Si SO-lebay.
Aku pernah rasain namanya gagal
untuk sesuatu yang aku pingin banget, yang uda aku perjuangin banget. Bukan cuma
aku yang kecewa masalahnya tapi ini menyangkut seseorang dan sesuatu. Aku udah
kecewain orang lain, itu masalah terbesarnya.
Jadi, aku makin nggak peduli
orang bilang aku SO-lebay. Aku SO karena aku butuh SOS. Siapa yang bisa balikin
aku ke masa tes seleksi dan jamin aku masuk kampus gajah itu? No one!
Jadi, SO nggak SO, aku tetap SOS.
Komentar
Posting Komentar