Langsung ke konten utama

LDR=Ruang


LDR bicara tentang perjuangan, jarak dan waktu, hati, kepercayaan, dan bagaimana belajar bersikap dewasa. Terdengar klise dan mudah diucapkan, pas dijalanin, alamak! Berat kali kurasa #gayabatak.
Kali ini aku akan membahas mengenai keuntungan LDR, sekaligus bisa menjadi keburukannya juga. Bagaikan pisau bermata dua, bagaikan racun dan madu di tangan kiri dan kanan…
Baiklah. Bisa dibaca di judulnya. Selesai.
Ruang. Apa yang dimaksud dengan ruang?
Sebelumnya aku akan mengajak pembaca untuk membayangkan…
Bayangkan kalau gaya pacaran non-LDR, dengan tipe cewek seperti aku yang maunya gelayutan manja setia setiap saat (#bukaniklan).
Bayangkan setiap hari harus antar-jemput melebih tukang ojek langganan.
Bayangkan makan bersama pagi, siang, malam, dibayarin lagi (tekor pacarnya).
Bayangkan, nggak ada waktu untuk berteman di akhir pekan, atau di waktu luang, karena larinya pasti bareng pacar (selayaknya lari di lapangan sambil pegangan tangan seperti yang kulihat tadi pagi ).
Bayangkan, betapa sempitnya dunia karena hanya berdua-an terus, nggak ada RUANG untuk berbagi, sampai muncul istilah kalau ‘dunia milik berdua, yang lain ngontrak’. SERAM!
Jadi, aku bersyukur dengan keadaan sekarang, LDR yang sudah menginjak tahun ke-… semenjak awal pacaran hingga sekarang. Bersyukur karena si doi bukan tipe posesif seperti cengkeraman elang pada mangsanya. Bersyukur karena doi nggak curiga-an, biasanya aku yang curiga karena banyak hal yang aku cerita-in ke doi, tentang dengan siapa saja aku bergaul (bahkan aku sebutkan namanya dan menunjukkan foto, meskipun doi nggak kenal), kejadian apa saja, dosen di kampus, pelajaran di kampus, proposal, dan kegiatan apa aja tiap hari-nya. Kaya koran saja…tapi sekarang sudah banyak berkurang karena keterbatasan waktu doi dalam membalas chat dan telepon (katanya, lebih berguna waktunya digunakan buat belajar koding dan bahasa Jepang). Sementara doi lebih senang cerita kalau ketemu padahal ketemu saja jarang. Yang curang siapa? #curcol.
Untuk menghilangkan kesepian, mengisi waktu luang, jadilah aku mulai membuka diri untuk bergaul. Awalnya dengan mas-mas dari toko sebelah, berlanjut ke uda-uda dari lab setempat. Berhubung si uda sudah mempunyai pacar, jadilah aku mulai mencari ‘mangsa’ lain yang mau diajak hang out, cerita ngalor-ngidul­, dan yang cukup penting, diajak olahraga dan jalan jauh (tanpa pakai ngeluh). Awalnya senang, lama-lama jadi bingung. Yang diajak kebanyakan lawan jenis dan sangat ditakutkan, diartikan berbeda oleh oknum terkait. Padahal, dua cincin sudah melingkar cantik di kedua jari manis (kanan dan kiri). Memang, cincin itu dari kakak perempuan aku, tapi setidaknya dapat mengecoh bagi yang melihat, itu bayangan aku tapi nyatanya tidak ada yang bergeming melihat hal itu.
Akhirnya aku memutuskan untuk menenggelamkan diri pada tugas, proposal, dan mulai mengisi blog, bahkan mau memulai menulis novel-novel lagi (tapi untuk yang ini ditunda dulu soalnya kalau sudah menulis bisa sampai lupa waktu).
Oke, mungkin kisah di atas sedikit sharing dari teman-ku buat para pembaca. Semoga kisah temanku, tips dan trik yang dia lakukan bisa bermanfaat bagi para pembaca yang sedang LDR. Intinya, pergunakan waktu dengan bijak, jangan BAPER, jangan terbawa suasana, tetap setia, jangan merasa kesepian, buatlah pertemanan, bijak memilih kegiatan yang positif, kalau kesepian bisa hubungi teman, atau beribadah dan berdoa sesuai kepercayaan dan agama masing-masing.
Pantengin terus blog ini. Terimakasih.
ADIOS.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...