Langsung ke konten utama

The New Me

Rasanya seperti lahir baru kembali, mengingat lupa yang sempat ditinggal dan menemukan kembali apa itu bahagia yang ternyata kesemuaannya sederhana.
Seperti, laptop yang baru aja di-install dan sukses lancar jaya tinggal beberapa aplikasi dimasukan kembali, bahagia.
Bisa menyelesaikan tugas baca jurnal, bahagia.
Nggak mikir aneh, nggak ada beban, sensitive, menghalau pikiran buruk, bahagia.
Nggak cepat marah dan tersinggung, tetap bertahan dalam kesedihan yang segera ditepis, dan nggak perlu terlalu perduli dengan pelecehan karakter yang dilakukan orang, bahagia.
Sesederhana itu bahagia, bahwa bukan perkataan orang, bahkan bukan pemikiran diri sendiri yang mesti dipikirkan, itu sudah meningkatkan kebahagiaan aku 300%.
Semua itu berawal dari keterpurukan aku pada tanggal 18 Februari 2017, aku merasa di ujung kematian, tidak diinginkan, ditinggalkan dalam kesendirian, mencoba bertahan pada kaki yang rapuh dan pijakan yang seolah goyah karena diguncang sebegitu hebatnya. Aku terlepas dari peganganku karena peganganku tidak sekokoh itu untuk aku bertopang, pikiranku sendiri.
Aku terhempas jatuh dan hancur berkeping-keping. Ini tidak berlebihan karena seperti tidak ada yang tersisa, bagai abu yang diterbangkan ke udara bebas tanpa meninggalkan jejak. Mungkin hanya memori yang ada yang akan terlahap oleh waktu juga nantinya. Semuanya hilang.
Meratapi dalam waktu 7 hari, dan pada hari yang kedelapan, aku seperti lahir baru. Aku dibangun kembali, dan aku tidak pernah sama seperti sebelumnya. The new me!
Yang lebih ajaib, aku menyambung benang-benang merah, memintalnya menjadi rajutan kasih bahwa aku tidak pernah sekalipun ditinggalkan, aku bukan tidak diinginkan. Aku hanya dipaksa belajar cepat dalam waktu yang singkat, mengingat keterbatasan waktu yang semakin menyempit.
25 Februari 2017, mengingatkanku bahwa kebenaran tidak akan tersembunyi, bahwa ia akan dengan sendirinya memunculkan dirinya. Lalu untuk apa berusaha menonjolkan diri? Untuk menunjukkan kepalsuan diri? Terlalu sia-sia.
26 Februari 2017, memakukan ingatanku bahwa kelahiran baru, menjadi manusia baru, menanggalkan yang lama, tapi menjadi sesuatu yang tidak akan pernah sama seperti sebelumnya. Perubahan perlahan itu tidak perlu, terlalu menyakitkan karena meluruh sedikit demi sedikit. Perubahan mendadak bisa jadi tidak mudah diterima, tapi akan lebih manjur untuk dilakukan perbandingan, seperti kontras antara hitam dan putih, tanpa sempat kita melihat adanya zona abu-abu. Karena hanya ada iya dan tidak, diantaranya adalah kenihilan.
Hasil gambar untuk as simple as that
Tentu saja kesemuannya harus diuji, yang entah cara bagaimana pun emas yang murni didapat dalam proses yang tidak sesederhana itu untuk dilakukan, menjadikannya sesuatu yang mahal dan berharga. Tidak mengapa karena orientasi hasil yang baik berbuah dari rangkaian proses yang tepat dan benar. Kesemuannya sekali lagi adalah jalan-jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan yang lebih kekal, lebih tajam, lebih terarah, dimana fokus utama tidak lagi berhubungan dengan dunia.
Tentu saja kelelahan selama proses mungkin tidak terhindarkan, tapi mohonkanlah pada Sumber Energi agar dicukupkan dan dimampukan, toh kita hanya tulang balut kulit, butiran debu yang menjadikannya ada lalu tiada. Mungkin hanya bersisa nama untuk dikenang, atau mati untuk selamanya.

ADIOS.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...