Langsung ke konten utama

Kalau keputusan Tuhan mutlak, mengapa harus dipertanyakan?



Banyak orang suka berkomentar ini dan itu mengenai orang lain.
“Pemimpin apaan, begitu kok nggak bisa!”
“Ah, managerku gitu, nggak ada apa-apanya!”
Lantas, pertanyaan saya, kenapa bukan kamu yang jadi manager kalau kamu lebih baik dari dia?
Apa benar unsur politik?
Atau memang kamu harus akui bahwa ia memang sebenarnya layak di posisi itu dan bukan kamu? Tapi kamu malu mengakuinya.
Atau, mengapa hanya ada satu manager untuk memimpin 100 pekerja, bukan 100 manager memimpin 1 pekerja?
Pasti ada hal yang dilihat oleh pemilik perusahaan dalam diri manager (ini di perusahaan yang benar) yang kamu nggak punya dan itulah yang menjadi nilai jual si manager itu. Nggak semua orang mau lelah-lelah membentuk pola pikir dan kebiasaan hidup yang tepat dan benar. Rasanya saya sudah hebat dan sempurna!
Semakin saya tahu banyak, semakin saya tahu bahwa saya belum tahu banyak.
Seandainya saya tahu banyak bahwa scoop hidup luas dan saya baru hanya memenuhinya seperseratus dari ‘kotak’ pengetahuan itu, saya akan menyadari betapa kecil dan bodohnya saya.
Tapi orang yang sama sekali tidak mengerti mengenai lingkup di sekitarnya, akan menganggap cukup bahwa dirinya sudah hebat, sudah tahu banyak, mampu diantara yang lain…padahal kenyataannya bisa bertolak belakang, bahwa orang tersebut sangat tidak kompeten sebenarnya.
Balik ke pekerja, setiap orang punya kecenderungan melihat kesalahan orang lain dan itulah yang perlu digembleng agar hal yang sebenarnya sepele dan benar-benar nggak penting secara dunia, diabaikan dan dijauhkan dari kehidupan kita sendiri.
Kalau pemilik sudah menentukan siapa manager tiap divisi, ia pasti memiliki prinsip, dan analisis pribadinya tentang orang yang akan diangkat jabatannya.
Abraham tidak pernah mempertanyakan mengapa Tuhan menyuruh ia membunuh anak yang dinantikan dalam tempo lama, namun Abraham tetap dilakukan. Hosea tidak mempertanyakan keputusan Tuhan mengenai dirinya harus menikahi perempuan yang tidur dengan banyak laki-laki. Lot tidak marah kepada Tuhan ketika atas ketidaktaan istrinya sendiri, menjadi tiang garam.
Setiap ‘penyerangan’ yang dilakukan, pasti memiliki jawaban dan keputusan. Seperti contoh, Musa mengatakan ia tak pandai bicara ketika diutus Tuhan di Gunung Muria, tapi Tuhan mengutus Harun sebagai pemenuhan kebutuhan Musa.
Jadi intinya, kalau keputusan Tuhan itu mutlak tidak bisa digangu gugat, mengapa masih banyak yang mempertanyakanNYA?

ADIOS.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...