Di saat
melankolis kaya begini, biasa ide jadi lebih banyak mengalir.
Tadi sore
aku coba tes psikologi online yang gratis dan cukup terkejut (lebay) karena
mendapatkan hasil aku ini melankolis, padahal beberapa kali sebelumnya tes,
kalau nggak sanguine yah koleris. Ceriwis begini, terus suka mendominasi,
sangat jauh dari plegmatis yang lebih pendiam.
Dulu aku
sempat berpikir aku ini melankolis karena suka dengar music POP yang slow dan membahas mengenai cinta. Gile yeh,
anak SD kelakuan udah kaya ABG aja, sepertinya memang aku gede sebelum
waktunya, haha.
Bukan jadi
kebawa melo sih sekarang. Dari hasil itu cukup kaget aja ternyata efeknya
langsung dirasakan, bahwa hari ini aku mewek jelek.
Aku teringat
beberapa diskusi unik akhir-akhir ini.
Waktu itu
adik aku nanya, apakah aku dulu juga seperti mereka, nangis-nangis gitu?
Aku jawab,
ya dong, ga mungkin dari lahir aku udah kaya gini.
Kemudian yang
terekam di memori aku adalah bahwa adik aku nanya apa aku lahir dalam keadaan
begini? Begini itu maksudnya dengan pola pikir yang sedemikian rupa diatas
rata-rata orang-orang yang seumuran aku.
Terus aku
bahas hal ini sama seseorang, teman diskusi yang lumayan bisa mengimbangi aku. Well, bahasanya seolah-olah aku udah expert banget yah, haha… aku bisa
mengimbangi orang ini, karena kita beda usia 12 tahun dan doi udah mateng
banget, mapan banget, dewasa banget, pengalamannya banyak, pola pikir mantap,
oke punya deh karena udah pernah ngalamin langsung konsep-konsep yang dia
bilang itu.
Singkat kata,
aku menyampaikan ke doi kalau adik aku tanya apakah aku lahir dengan pola pikir
seperti ini? Terus doi nanggepin dengan serius dan bilang kalau bisa jadi,
karena aku udah punya konsep dan aku asah lagi, hemm… makin mantep, kata doi
gitu. Soalnya, doi cukup kaget dengan jawaban aku dari pertanyaan doi dan doi
bilang orang nggak akan percaya kata-kata itu dilontarkan oleh orang seumur
aku. Sejujurnya, aku lebih cengo lagi dalam hati karena ternyata hal itu
berkesan dan jadi penilaian tersendiri yang positif buat doi, karena
orang-orang di sekeliling aku yang lebih lama bersama dengan aku, tampaknya
nggak menangkap dan memperhatikan sebanyak yang doi lakukan, itu yang buat aku
kaget sih.
Aku cukup
cengo dikit (lagi), walau nggak aku tunjukkin, karena kaget, nih orang okeh
punya, tapi dia nanggepin serius kelakar kaya gitu, yang udah ternyata aku nya
salah paham, eh ternyata punya makna dalam, walau akhirnya, itu jadi bahan
perenungan aku lagi.
Kalau benar
aku terlahir dengan anugrah demikian, berarti aku memang dipersiapkan dari awal
untuk aku yang sekarang karena aku yakin nggak ada yang kebetulan.
Setelah
menulis ini, semangat aku kembali muncul dan melo-meong nggak jelas itu,
perlahan sirna, karena aku kembali ingat harus balik ke koridor dan
menyelesaikan misi yang nggak mungkin aku tinggalin, karena aku nggak professional
banget kalau aku lakuin hal itu, dan betapa pengecutnya aku punya nyali yang
kecil kalau aku menyerah, walau aku sangat ingin memilih untuk menyerah, tapi
pilihan itu nggak pernah ada di list pilihan jawaban untuk tiap ujian yang aku
jalanin, dan itu yang buat aku nggak bisa menyerah.
Walau pada
akhirnya, tulisan ini kembali jadi abstrak bagi pembaca yang baru hadir dan
membacanya dan belum mengenal bagaimana seluk-beluk kehidupan aku sebenarnya,
pasti bingung.
Akhir kata,
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar