Aku tidak
marah, hanya sedikit sedih, sedikit merasa kasihan, bukan pada diri aku
sendiri, tapi pada orang itu.
Hari itu
tanggal 9 Mei 2015, hari yang harusnya jadi mungkin titik balik dalam kehidupan
orang itu jika Tuhan berkenan, tapi tidak. DIA tidak berkenan. Orang itu tidak
datang padahal sudah janji dan seakan-akan positif datang. Mungkin membatalkan
janji di hari H-1 bahkan beberapa jam saja sebelum janji temu dengan alasan
interview (yang aku nggak tahu bener atau nggak karena orang itu bilangnya
nggak mau kerja dulu), bisa dengan mudah, mudaaaaah banget diucapkan. Padahal,
aku yang beneran ada interview di perusahaan yang cukup bonafit sampai
mengundurkan waktu interview supaya bisa ketemu sama orang itu, dan akhirnya
nggak dipanggil interview lagi. Mungkin dikiranya aku berdalih juga kali yah
kaya orang itu, tapi jujur, ini ada email buktinya.
Kaget aku
ketika kejadian seperti ini terjadi. Padahal aku batalkan interview beberapa
hari sebelum akhirnya dia juga batalin janji temu. Tapi ya sudahlah, hidupku toh di tangan Tuhan yang mengatur keluar
masuk-ku dimanapun. Lalu hal ini aku ceritakan pada orang tua-ku setelah
selesai kejadian. Daddy cuma senyum dan bilang, “Janji itu mahal yah, Le.”
Dan aku
tahu, saat itu juga, seseorang yang sudah tidak bisa menepati janjinya, bukan
lagi orang mahal, yah, bukan lagi orang yang perkataannya saat ini mudah
dipercaya.
Aku nggak
ngerti kenapa aku (merasa) dianggap rival. Kenapa? Padahal aku temenan selalu
tulus. Nggak takut kesaing atau gimana. Apa yang aku tahu aku bagi. Toh akhirnya memang kapasitas aku sekian
dan kapasitas orang itu sekian dan saat orang itu mendapatkan nilai lebih baik
dalam akademik, apa aku marah? Malahan aku sedikit banyaknya bangga, aku
ceritakan pada orang tua, pada saudara mengenai temanku itu, bukan malah iri
hati. Kenapa yah? Kenapa orang susah untuk menjalankan hubungan yang tulus?
Jujur, bagi
aku, sainganku yah diriku sendiri. Keberhasilanku bukan bergantung sepenuhnya
pada orang lain yang sikut-menyikut atau bagaimana. Kalaupun demikian
keadaannya, itu bergantung bagaimana aku diberi kekuatan oleh TUHAN-ku untuk
berjuang dan bertahan, bagaimana kreatifitasku justru dipacu lebih.
Kenapa? Kenapa
marah ketika membaca ini bagi pelaku? Mengapa? Ada yang salah-kah dengan
ucapanku? Atau ada yang salah dengan kelakuanmu? Kenapa? Kenapa marah? Kenapa mencoba
nggak tulus? Aku nggak bisa balas, tapi TUHAN yang kiranya menjadi hakim
diantara kita. Semoga sukses yah J jujur,
kudoakan semoga cita-citamu tercapai dan menjadi orang hebat. Aku, aku hanya
mau menjadi orang yang berguna dan berkenan dihadapan TUHAN-ku.
ADIOS.
curhat ni ye, sabar :D
BalasHapus