Langsung ke konten utama

Deka Month

Seandainya menulis skripsi itu bisa sebebas menulis tulisan di blog ini, atau sebebas ngobrol ngalor-ngidul, atau sejelas sharing atau sekedar diskusi tukar pendapat, pasti skripsi itu bakalan lebih mudah untuk diketik tanpa terikat oleh peraturan macam apapun. Ditambah, nggak perlu detail untuk memberi penjelasan dengan alasan dibalik alasan atau memikirkan apa jawaban dibalik jawaban yang sudah diberikan.
Entah merasa ngeri atau ngilu, sidang yang sebentar lagi bakal dihadapi dan nggak ada alasan buat bilang nggak siap, aku harus siap.
Setelah berbulan-bulan bergulat dengan penelitian, penulisan skripsi, rasa suka dan duka, keki ataupun kesal dalam perjalanan panjang penuh peluh ini, dimana harus menghadapi dan mengontrol begitu banyak perasaan yang emosional dengan tingkat kehati-hatian dan kewaspadaan akut, akhirnya bisa menemukan jalan yang hampir bisa dikatakan, akan segera diakhiri.
Rasanya seperti terlepas dari lilitan karet sayur yang dipakai buat main karet-karetan sewaktu SD dulu…
Rasanya itu…seperti makin mendekati…kepada satu kata…pengangguran.
Yap, setelah lulus sidang, resmi sudah aku menjadi pengangguran sementara, dimana mencari pekerjaan akan sangat dituntut, dan usia yang kian beranjak tua kembali dibahas, dalam penitian karier maupun masalah pendamping hidup.
Entah mengapa, hari-hari yang jahat kian mendekat membuat aku bertanya-tanya, se-absurd apa lagi kata-kata orang buat aku dengar, mengenai masalah sensitive dalam hidupku yang semestinya nggak perlu diikut-campur-adukkan dalam kehidupan rumah tangga orang lain, tapi yah sudahlah. Anggap saja itu bentuk caring mereka padaku.
Dan sekali lagi, dalam ke-abstrak-an yang terlintas sekejab setelah melihat blog sendiri dan rasa menggelitik untuk mengisi barang satu post saja, yang mungkin setelah ini nanti akan aku hide, yah sudah-lah, aku lagi pingin ketik sesuatu yang walau isinya nggak jelas, tetap jadi satu halaman di word buat di posting di blog ini.
Akhir kata,

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...