Berhubung
lagi WA-an sama orang yang bersangkutan, membangkitkan kembali ingatan dan
semangat aku buat nulis review ini
yang sebenarnya udah mau aku tulis dari beberapa hari yang lalu, tapi nggak
tahu gimana memulainya.
Well, yah, jadi temen aku
ini baru kenal di SMA pas semester berapa entah. Katakan Mr. Mochi. Mr. Mochi
ini ternyata udah tahu aku itu orangnya yang mana karena aku temenan sama
temennya dia, walaupun kita semua satu kelas. Tapi emang aku susah banget hafal
nama orang, baru bisa hafal dua bulan, pas kuliah baru bisa hafal satu
semester.
Semester
pertama adalah semester ansos dimana sehari itu aku bisa sempet-sempetin balik kosan
buat mandi, bahkan rekor mandi sehari 5 kali. Hebat kan? Waktu MPKT ditanya
hobi apa, aku jawab aja, mandi.
Mana
ini pengalaman pertama nge-kost, jauh dari ortu, nggak bisa masak, nggak bisa
nyuci, nggak bisa nyetrika, sapu-ngepel ngasal, nggak pernah kerja di rumah,
nggak pernah keluar malam sendiri, makan selalu ada yang masakin dan atur dan
ingetin makan, sekarang semua nggak ada. Sendiri.
Dan,
disanalah Mr. Mochi ini.
Yang
waktu awal nemenin makan malam hampir tiap malam, makan siang keliling kantin
hampir seluruh fakultas di UI, kecuali Vokasi, FK, dan FKG.
Pernah
jemput ke kampus. Kalau malam diantarin pulang sampai depan kos banget,
dibawain payung pas payung aku rusak, dikasih payung pas payung aku rusak.
Dijajanin
pas lagi nggak ada uang.
Disediakan
waktu buat curhat, buat nonton film bareng sampai malam di depan kos dan rela
jalan jauh dari kosan aku ke kosan dia tengah malam. Atau, anterin aku sampai
depan kosan tengah malam waktu nonton bareng film di kosan dia.
Yang
tahu gimana kondisi aku yang (hampir) sebenarnya itu gimana, bukan cuma
kehidupan kampus, tapi kehidupan rumah, yang tau tentang Daddy itu sebenarnya
siapa, yang tau rumah aku dimana karena nyari di peta, nyari alamat entah di
mana, kayanya dari ijazah atau identitas waktu SMA.
Mr.
Mochi ini yang setia banget, nasehatin waktu pakai baju kebuka dikit, marahin
kalau pakai legging ke kampus, yang komentarin sikap aku kalau udah mulai
bertingkah aneh dan mulai centil sama cowok lain.
Mr.
Mochi ini yang mau aja nemenin aku buat laporan praktikum seabrek, yang kasih
tahu basecamp jurusan dia di mana,
kenalin ke temen-temennya, rela nggak pulang di akhir pekan buat nemenin aku
jogging atau sekedar ke pasar kaget buat sarapan, atau karena aku minta temenin
di akhir pekan karena nggak pulang lantaran ngurus kepanitiaan.
Yang
nggak bosen ingetin makan siang lantaran tahu aku punya penyakit maag, yang
nemenin keliling komplek kosan buat nyicip makanan di warung-warung makan,
selalu ucapin selamat ulang tahun, kasih kado, betulin laptop.
Nggak
semua aku inget, iya, tapi nggak aku lupakan juga sebagian besar, yang bahkan
nggak semua bisa aku tulis.
Dan,
aku jadi sedih, pingin nangis sekarang. Nggak tahu ada orang sebaik Mr. Mochi
ini yang setia, nggak bosen, nggak dendam, walau kata orang apa tentang aku kek, aku dibilang manfaatin, PHP-in,
nggak tahu, aku nggak pernah berpikiran dan bermaksud seperti itu.
Seneng
banget bisa kenal orang seperti dia dalam hidup aku, yang bisa ngobrol panjang,
yang bisa terbuka kalau ngomongin keluarga kita masing-masing, walau belum
saling ketemu tapi berasa uda kenal sama keluarga Mr. Mochi, adiknya, mamanya,
papanya. Nggak kenal-kenal amet sih, cuma tahu aja, biar mendramatisir tulisan
ini.
Aku bener-bener
berharap dia dapat pasangan yang baik, yang nggak jahatin dia, yang bisa jaga
dan rawat dia, yang setia, yang terbaik dan paling cocok buat dia. Agak lebai
alai gimana sih aku nih sok-sok melankolis, tapi dari hati aku, aku pingin kita
tetap temenan, kalau bisa, visi dan misi, serta pandangan hidup kita yang
selama ini menjadi ‘penghalang’ diantara kita, bisa diluruskan menjadi satu-pandangan-seperti-pandangan-aku-bukan-seperti-pandangan-dia.
Masih
banyak hal yang belum tertulis, walau nggak tahu kapan dibaca, yang jelas pihak
bersangkutan pasti tahu ini tentang dia, dan bagi pihak lainnya, jangan jealous.
Akhir
kata,
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar