Jujur,
untuk seorang waria tulen, yang penampilan cowok berubah jadi cewek, aku nggak
terlalu bermasalah. Yang bermasalah adalah ketika seorang pria yang memiliki
jiwa perempuan, memiliki keegoisan seorang perempuan, dan menuntut hak seorang
perempuan tapi tidak mau diabaikan hak kelaki-lakiannya juga tapi pura-pura
berlindung dibalik fisik seorang pria.
Baru
saja aku diajak oleh seorang teman untuk menghadiri suatu acara. Dimulai dari
persiapan saja, aku melihat, untuk yang angkat barang, susun kursi, angkat ini
dan itu, kebanyakan perempuan. Laki-laki hanya diam saja atau pura-pura sibuk
dengan hal yang lain atau pura-pura tidak tahu.
Hal
itu baru sebagian saja, ketika perempuan bekerja mengambil sampah di kaki
laki-laki, pria itu hanya diam saja tanpa membantu apapun, padahal dia bagian
dari panitia itu.
Aku
hanya heran, acara itu baru saja dilaksanakan, mengusung tema mengenai
kenegaraan dan segala macam omong kosong tentang cinta tanah air yang membawa
nama Indonesia, tapi ternyata tidak ada rasa saling memiliki, saling ingin
menolong, saling ingin meringankan walaupun bukan secara langsung bertanggung
jawab, namun tetap memiliki andil dalam kegiatan tersebut.
Aku
jadi tidak heran ketika temanku itu jadi ilfeel
sama semua cowok di kampusnya, di fakultasnya, kepada senior maupun teman-teman
lelakinya. Hampir semuanya banci kaleng. Rasa egois itu yang berpikir, “Buat
apa ikut repot, aku kan bukan panitia, aku cuma mengawasi,” atau “Buat apa
susah, bawahan aja yang kerjain.”
Makin
nggak beres ketika ketua atau pemimpinnya hanya laki-laki pengecut seperti pria
yang dikebiri, tidak punya kemaluan. Aku hanya geleng-geleng kepala dan urut
dada. Semua rakus jabatan tapi lupa apa pekerjaan mereka, posisi mereka, wibawa
mereka, dan tanggung jawab mereka. Bagiku, hal seperti itu hanyalah sampah.
ADIOS.
Yang penting mule ga ikutan malas kaya lelaki yang pemalas :D
BalasHapus