Langsung ke konten utama

Banci

 Jujur, untuk seorang waria tulen, yang penampilan cowok berubah jadi cewek, aku nggak terlalu bermasalah. Yang bermasalah adalah ketika seorang pria yang memiliki jiwa perempuan, memiliki keegoisan seorang perempuan, dan menuntut hak seorang perempuan tapi tidak mau diabaikan hak kelaki-lakiannya juga tapi pura-pura berlindung dibalik fisik seorang pria.
Baru saja aku diajak oleh seorang teman untuk menghadiri suatu acara. Dimulai dari persiapan saja, aku melihat, untuk yang angkat barang, susun kursi, angkat ini dan itu, kebanyakan perempuan. Laki-laki hanya diam saja atau pura-pura sibuk dengan hal yang lain atau pura-pura tidak tahu.
Hal itu baru sebagian saja, ketika perempuan bekerja mengambil sampah di kaki laki-laki, pria itu hanya diam saja tanpa membantu apapun, padahal dia bagian dari panitia itu.
Aku hanya heran, acara itu baru saja dilaksanakan, mengusung tema mengenai kenegaraan dan segala macam omong kosong tentang cinta tanah air yang membawa nama Indonesia, tapi ternyata tidak ada rasa saling memiliki, saling ingin menolong, saling ingin meringankan walaupun bukan secara langsung bertanggung jawab, namun tetap memiliki andil dalam kegiatan tersebut.
Aku jadi tidak heran ketika temanku itu jadi ilfeel sama semua cowok di kampusnya, di fakultasnya, kepada senior maupun teman-teman lelakinya. Hampir semuanya banci kaleng. Rasa egois itu yang berpikir, “Buat apa ikut repot, aku kan bukan panitia, aku cuma mengawasi,” atau “Buat apa susah, bawahan aja yang kerjain.”
Makin nggak beres ketika ketua atau pemimpinnya hanya laki-laki pengecut seperti pria yang dikebiri, tidak punya kemaluan. Aku hanya geleng-geleng kepala dan urut dada. Semua rakus jabatan tapi lupa apa pekerjaan mereka, posisi mereka, wibawa mereka, dan tanggung jawab mereka. Bagiku, hal seperti itu hanyalah sampah.


ADIOS.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...