Langsung ke konten utama

Abstrak 5 Jam

Sebenarnya bingung banget mau ngapain. Tadi juga lupa persiapan kalau nunggu lama. Dikiranya wi-fi bakalan terhubung dengan baik, nyatanya bapuk banget. Jadi nunggu lama, sendirian pula. Biasanya memang butuh waktu sendiri dan ada yang harus dilakukan, tapi berada di gedung A saat ini dengan pasangan yang asik pacaran di sebelah kiri, bikin krik-krik sampai garing.
Mana mau download driver aja nggak bisa, padahal butuh printer. Itu mungkin salah satu alasan malas ganti device, apapun, entah itu laptop, printer, hp, kamera. Semuanya yang terpenting dari gadget itu, bukannya tentang kecanggihannya saja, tapi juga dari memori yang tersimpan di dalamnya.
Harusnya aku melakukan hal yang lebih penting seperti mencatat data, tapi rasanya ngantuk, tertunda dan berkata nanti aja pas di kosan baru kerjain. Walaupun sendiri dan sepi, tetap aja ada orang lain di sana, keberadaan yang tidak bisa diabaikan.
Soalnya males banget ketika orang ngeliatin aku kaya apa aja. Pakaian? Apa yang aku bawa? Penampilan? Atau karena SARA? Kadang nggak sopan aja cara melihat seperti itu. Mungkin mulai besok aku harus siap sedia sumpit. Selain bisa untuk ikat rambut, sumpit juga bias colok mata orang-orang yang nyebelin kaya gitu.
Terus duduk-duduk di sini, ngetik nggak jelas, nggak mood, nggak ada ide, internet lemot, udah makan dengan tertib, bayar uang kuliah, menunggu kelas, nunggu ke PPMT ada orang lagi. Semua kegiatan itu tetap aja, harusnya waktu yang lowong ini diisi dengan tidur, nonton. Tapi toh faktanya malah duduk-duduk di sini, nggak jelas. Sebenarnya milih tempat yang jarang dikunjungi orang ini biar nggak ketemu sama itu tuh. Soalnya reseh, bikin emosi, jelek, dan nggak sopan. Duh, malah jelekin itu, itu siapa aja aku nggak tahu. Sebenarnya bukan orangnya sih, tapi keadaan sekitar, lingkungan, dan kondisi yang terjadi.
Kampus kembali jadi tempat yang nggak nyaman. Bye-bye nongkrong, selamat datang kembali ‘kupu-kupu’, itu jauh lebih menyenangkan.

ADIOS.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...