Langsung ke konten utama

Perihal : Handphone


Mungkin bagi sebagian orang ini hanya sebuah kebetulan. Lagi-lagi sebuah kebetulan, keberuntungan orang menyebutnya. Kalau begitu, aku adalah orang yang beruntung yah.
Sebuah kisah kecil, sebuah pengalaman yang hanya bisa aku ceritakan, entah percaya atau tidak.
Sore itu, setelah berbincang sebentar dengan teman untuk mengurusi beberapa permasalahan yang syukurnya bisa terselesaikan sore itu juga, aku akhirnya pulang karena masih dalam masa-masa UAS dan besok masih ada mata kuliah yang diujikan dan aku harus mempersiapkannya.
Setelah berjalan dari kantin menuju halte, dari halte naik bus, turun bus menuju tempat aku menetap selama aku berkuliah, akhirnya aku dapat mendaratkan pantatku di kursi belajar yang biasa aku duduki.
‘Ngadem’ sebentar lalu aku berganti pakaian. Aku merogoh-rogoh ke dalam tas bagian depan untuk mencari handphone-ku. Aku sering menggenggamnya dan bila tidak diperlukan, maka handphone itu akan aku masukan ke dalam tas bagian depan.
Aneh, aku sudah mencari lagi dan lagi di tempat itu, tidak ada.
Entah kenapa, aku hanya berkata, “Hilang yah? Ketinggalan?”
Hatiku tenang saja, tidak ada perasaan takut dan cemas.
“Cari lagi,” suara hatiku memberi instruksi.
Aku mencari lagi di tempat yang sama. Hasilnya sama, nihil. Aku memutar otak, apakah handphoneku tertinggal di kantin? Kalau ya, aku berharap temanku tadi menemukan dan menyimpankannya untukku. Kalau tidak, aku berharap petugas kantin menemukan dan jujur mengembalikannya padaku.
Akhirnya, aku berganti pakaian yang tadi, masih sempat ikat rambut dan memakai jam tangan. Aku mengunci pintu dan menuju halte untuk kembali ke kampus. Entah mengapa saat itu aku membawa kembali tas-ku ke kampus, padahal hanya untuk mencari handphoneku. Aku tidak berlari kencang-kencang, hanya berlari kecil seperti orang jogging. Aneh, rasanya tenang dan aku masih sempat tersenyum sendiri. Entah untuk meredakan ketegangan atau memang...tidak, aku memang tenang.
Jadi, baru saja aku melangkah keluar dari pintu tempat aku menetap sementara (bukan pintu kamar), aku mendengar nada sms handphoneku yang sudah sangat aku hafal.
“Tring-ling-ling-tring.”
Aku menghentikan langkah. “Itu kan?”
Aku kembali masuk ke dalam dan duduk di sofa di ruang tamu untuk mengecek kembali ke dalam tas ku.
KETEMU! EUREKA!
Handphoneku ada di bagian saku tas yang tak terduga itu. Aku jarang sekali menaruhnya di sana. Dan serasaku, aku sudah mengeceknya. Karena handphone terletak di bawah kalkulator yang menutupi, jadi mungkin tadi terlewat saat pengecekan.
Aku mengecek sms yang masuk ke handphoneku dan pengirim pesan adalah teman yang tidak terlalu sering berkomunikasi denganku lewat sms untuk sekedar mengobrol, kami sms kalau memang penting. Saat itu dia menanyakan perihal perkuliahan semester pendek nanti.
Aku tertawa sendiri. Entahlah kalau ada yang melihat dan mengira aku gila. Bukan karena isi sms-nya, tapi karena ‘kebetulan’ yang  orang lain sebut, tapi aku menyebutnya, ‘KEBAIKAN TUHAN!’.
Yah, coba kau bayangkan. Berapa banyak waktu dan tenaga yang harus terbuang percuma untuk berjalan menuju halte, menunggu bus, bergelantungan dan berdesakan di bus, lalu berjalan menuju kantin kampus dari halte, mencari dan bertanya sana-sini dan ternyata ada di dalam tas yang aku gendong. Betapa malunya bukan?
Aku bersyukur, sangat teramat bersyukur. Dalam suatu perkara kecil, TUHAN sangat baik dan begitu memperhatikan aku. Aku hanya dapat berkata, “Terimakasih, YESUS.”


ADIOS

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...