Langsung ke konten utama

Di-Reset


Setelah berimajinasi sejenak, aku memikirkan tentang waktu. Terkadang ketika manusia ingin mencoba sesuatu yang baru karena keingintahuannya dapat mengakibatkan dua hal. Pertama, keadaan akan membaik. Kedua, keadaan akan menjadi buruk. Kedua hal ini dapat bertukaran suatu saat nanti.
Ketika sesuatu menjadi baik, kemudian manusia lupa akan kesulitan yang lalu, lupa bersyukur. Ketika keadaan menjadi buruk, manusia akan mengeluh dan mengatakan bahwa masa lalu lebih baik, lalu menyesal.
Setelah menyesal, lalu apa yang akan dilakukannya?
Manusia, tentu saja, tak dapat memutar ulang kembali waktu yang telah lalu. Mereka tak dapat mengulangi untuk memperbaiki tindakan dari permasalahan apa yang telah terjadi dalam hidupnya. Tapi menurut pendapatku, manusia bisa saja memperbaikinya.
Ada dua cara.
Pertama, memperbaiki apa yang salah dalam dirinya, lalu hubungannya dengan sesama dan lingkungan, dan berubah menjadi lebih baik.
Cara pertama ini memang sulit dilakukan. Butuh tenaga ekstra dan mental baja untuk menghadapi semua kepahitan pada awalnya.
Cara kedua yaitu, bertahan. Membiarkan semuanya berlalu seperti itu saja karena merasa diri tak mampu memperbaikinya, tidak diberi kesempatan untuk perbaikan, maupun kerusakan parah dari situasi yang ada. Bertahan disini maksudnya yaitu sampai tiba waktunya nanti, mengubah semua keadaan yang ada. Hidup di lingkungan baru, orang-orang baru, kebudayaan baru, bahasa baru, memiliki sikap adaptasi yang baru, dan cara hidup yang baru.
Aku menamakan ini me reset waktu. Waktumu yaitu pengulangan kembali hidupmu tanpa perlu merubah kehidupan lama yang kini menjadi kenangan, menjadi sebuah pengalamanmu untuk belajar. Belajar bersosialisasi, bertingkah, berbicara, menahan amarah dan sabar, belajar mengasihi, belajar mengampuni dan meminta maaf sebagai kerendahan hati.
That’s all .
Terimakasih sudah membaca sampai sini.
ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...