Langsung ke konten utama

Another Beler


Dan kembali aku terdampar dalam keterpurukan dalam sendiri… Nggak ding…lebay bener.
Selama dua bulan ini aku mengalami depresi bertahap, mulai awalnya ringan hingga berat, menurun, lalu sedikit meningkat, dan mencoba untuk menurunkan lagi. Alhasil, jerawat dan bekas merahnya nggak nahan, tersebar di wajah.
Sebelumnya, ketika skripsi aku juga stress berat dan mengalami sindrom yang sama, dan ke dokter kulit untuk penyembuhan malah makin sadis.
Sekarang, aku sudah meninggalkan (masih tahap mencoba) dunia estetika dan dermatologi ini sebagai pasien karena ternyata kulit aku secara ajaib dapat menyembuhkan dirinya sendiri dengan hanya menghilangkan stress dan tekanan batin sama sekali. Hal yang malah sangat sulit untuk dilakukan saat ini.
Syukurnya, satu ganjalan sudah dibereskan, walau masih banyak kerikil tajam yang menusuk-nusuk otakku (ini nggak lebay, ini fakta).
Nah, ngomong-ngomong soal sakit, sering banget kepala aku sakit, sebelah kanan yang sering. Nyut-nyutan dan bahayanya ketika aku lagi setir (entah malam entah siang), dan kalau sudah menyerang, itu dijedotin kepalanya (karena saking nahan sakitnya) tapi yang ada malah tambah sakit karena benjol (kali yah).
Terus regulasi reproduksi yang tidak lancar ditambah pertulangan kaki kanan semakin parah. Manusia penuh derita… nasib.
Dikarenakan kecemasan (tak beralasan kuat) dari kesaksian diatas, aku jadi lebih menghargai hidup (masih belajar). Soalnya, aku bener-bener nggak tahu apakah masih akan ada hari esok buat aku atau nggak, buat ketemu orang-orang di sekitar aku (lebay). Walau, habis melakukan suatu kesalahan biasanya aku sedih sendiri karena mengingat hal ini.
Sebenarnya yang lebih sakit dari semua keluhan di atas adalah…
Ketika tahu kondisi tertentu yang terjadi di orang sekitar yang kita sayangin, tapi nggak ada yang bisa aku bantu atau lakukan sesuatu. Itu SAKIT! Sakitnya tuh di sini.
Ya sudahlah, aku jadi ngelantur dan nggak beralur dalam menulis.
Ini blog isinya curhatan mulu yah, kaya diari yang bisa dibaca semua orang.
Akhir kata,
ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...