Entah
mau bilang apa di tulisan kali ini karena aku hampir gila.
Aku
stress, depresi berat, sehingga hormone tidak stabil menyebabkan peradangan
parah pada kulit wajah sehingga lebih dari 4/7 orang yang aku temui akan
berkata, “Kok jerawatan?” padahal mereka nggak tahu, yang buat jerawatan makin
parah yah kata-kata semacam itu.
Hehe,
bukan deh. Aku uda imun dengan hal seperti itu.
Yang
sadis, aku ketemu orang yang menyebalkan banget dan main kucing-kucingan. Aku
sebel banget sama orang yang bohong, walau aku bukan orang yang jujur, tapi
ketidakjujuran itu nggak merugikan pihak lain. Lah, kalau ini merugikan banyak pihak. Waktu, tenaga, dan biaya!
Dan
sepanjang perjalanan menyetir, aku merasa (dan semoga perasaan aku saja) aku
berada di alam mimpi dan seseorang meneriaki aku, “Bangun! Bangun! Sadar Le!”
tapi aku masih saja bergeming di depan cermin dan menatap wajahku sendiri
seolah bingung dan tidak mengenali siapa yang dihadapan aku. Aku hanya merasa
aku bukan aku. Sadis!
Aku
tidak menemukan tempat yang aman, tidak ada yang bisa kupercaya. Seseorang
bilang, sikap kewaspadaanku kini menjurus kepada hal negative. Bisa jadi. Aku
benar-benar curiga pada semua kondisi dan semua tokoh yang kemudian terlibat
dalamnya karena aku sudah bosan diberi harapan palsu.
Entah
lagi, aku tidak terlalu suka menunggu terlalu lama, tapi itu terus yang
disuguhkan padaku untuk aku kunyah dan telan, seolah hanya sendirian menjalani
bagian pahitnya. Bosan, jenuh, flat, hambar, entah sejuta kata apa lagi yang
mau menggambarkan ketidak-nyamanan yang terjadi sehingga hampir menggoyang
bangunan itu. Untunglah, fondasi yang menjadi dasar bangunan dibangun dengan
sangat kuat dan cermat sehingga tidak gampang tergoyahkan.
Kembali
melanjutkan dari alinea ke-6, kini aku berpikir dan memutuskan untuk tidak
perlu menceritakan apa-apa pada siapa-siapa (walau pada akhirnya ditulis juga
di blog ini) karena, buat apa? No one can
help me, that is the point! Who’s
care?! Seolah terbuka dan menceritakan segala hal, yang cuma cerita
permukaan tidak berisi, bagiku itulah yang bisa aku tampilkan saat ini.
Sementara aku mengubur sisi terdalam dari diriku sendiri, kusimpan untuk diriku
dan berharap aku lupa menaruh kunci-nya sehingga tidak perlu kubuka lagi
hal-hal yang nggak perlu untuk dibahas. Walau tumpukan peti-peti nya semakin
memenuhi ruang. Aku takut suatu saat ruang itu tak cukup lapang lagi untuk
menampung seluruh peti dan isinya sehingga explode,
somehow. Don’t know.
Merasa
every single way adalah bagian aneh,
kejadian aneh, keputusan aneh, perasaan aneh, yang nggak bisa aku ungkapkan
karena hanya akna ada pernyataan, “Kamu salah.” Dan aku nggak bisa ngomong
lebih panjang lagi, tak bisa mengeluh lagi, atau meminta saran dari siapapun,
karena aku hanya perlu memberikan diri untuk disetir. Kemudian aku menyadari,
otak dan pikiranku sia-sia dan nggak diperlukan sama sekali selain untuk
belajar.
Sajak
indah, lagu merdu, dan pantun penuh teka-teki, semua hanya bohong belaka untuk
dinikmati, karena selebihnya sudah hilang lenyap ketika waktu berlalu, yang seharusnya
tidak. Kita hanya penikmat tanpa arah dan tanpa tahu makna. Selebihnya, tidak
ada respon atau penghargaan kepada penciptanya.
Entah,
aku lagi-lagi entah. Aku tidak mau kehilangan arah dan seolah ingin memegang
kendali atas hidupku sendiri, tapi kendali itu tak kupunyai kuasa untuk
memilikinya. Aku bukan punyaku, bukan kuasaku, dan bukan diriku.
Sering
aku lelah, tapi untuk mengucapkan kata lelah tidak boleh. Hanya boleh mendengar
kata itu terucap dari bibir orang lain. Dunia terasa kejam, tidak, bukan
terasa. Dunia memang kejam. Dan kehadiran aku seharusnya makin memunculkan sisi
kejamnya dunia sehingga aku bisa katakan, jangan berada di dunia yang kejam
ini.
Sebagai
manusia biasa, pada akhirnya hanya berjuta doa dan bertubi-tubi permintaan yang
terucap bilamana tangan saling bertaut dan mata menutup pada kepala yang
tertunduk. Menunjukkan kepasrahan bahwa diri bukan milik pribadi. Aku hanya
berserah. Semoga Tuhan yang adalah Sumber damai sejahtera, memberikan
kemurahanNYA dan nikmat untuk merasakan kasihNYA selama aku masih menumpang di
kemah dunia ini.
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar