Hari ini aku
harus merelakan waktuku menjaga keponakan dan sepupuku, yang sama-sama masih
berumur 8 tahun.
Dua anak ini,
cewek dan cowok, memiliki latar belakang keluarga yang sama. Divorce, kurang kasih sayang, yang cowok
hidup cukup, yang cewek hidup pas-pasan. Yang cowok keponakan, yang cewek
sepupu.
Miris melihat
hidup anak-anak ini. Seandainya mereka bisa ngomong, “Saya juga tidak minta
dilahirkan di keluarga demikian!” Lantas apa respon kita? Masih memikirkan diri
sendiri, kesenangan pribadi, dan mempermak penampilan diri, bukan hati. Padahal,
kalau tujuan kita hidup saat ini untuk maksud penyelamatan, dimana aplikasinya?
Kumpulan itu
bukan sekedar memberi makan, bukan sekedar mengenyangkan perut, tapi memenuhi
ruang hati setiap orang yang hampa, mengisinya dengan kualitas tinggi dan
bermutu yang tidak pernah bisa dapat dipenuhi dan ditawatkan oleh dunia ini,
KASIH.
Mereka butuh
kasih, mereka butuh perhatian, mereka memerlukan pertolongan, untuk membalut
setiap luka hati, membangkitkan semangat juang untuk hidup, bukan melulu
melihat kesalahan dan kemalangan yang terjadi dalam hidup mereka.
Dalam tiap
belaian sebelum mereka tidur, keponakanku tampak sangat menikmatinya. Seringkali
marahan, makian, pukulan, diterima olehnya. Ia ingin ada kelembutan, ada
pengertian untuk dirinya, ada secuil perhatian untuk dirinya untuk menyatakan, “Saya
ada di dunia, tolong lihat saya, tolong bantu saya.”
Sedih adalah
ketika tahu apa yang terjadi tapi tidak bisa segera melakukan apa-apa untuk
mengatasinya saat ini. Miris adalah ketika kesedihan itu sirna ganti egosentris
padahal jelas hal tersebut ada di depan mata, terjadi di lingkungan sekitar.
Siapa yang tahu
bahwa mereka juga terpilih menjadi suatu kumpulan yang terserak, yang diberi anugrah?
Siapa yang tahu bahwa kebaikan didasarkan dari kebenaran dapat membuahkan hasil
yang manis dan menyenangkan Empunya pemilik tanah?
Banyak hal yang
masih perlu diperhatikan selain diri sendiri. Banyak…
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar