Langsung ke konten utama

12 April 2015

Finally, aku bisa lagi ngetik setelah selama beberapa waktu lamanya nggak megang Iony, akhirnya dia udah mau berteman lagi, lebih tepatnya aku yang berteman kembali dengan dia karena kemaren-kemaren itu temenan sama buku.
Sempat galau mau pilih buku kecil IELTS atau buku besar tebal iBT yang kalau dilihat udah bikin males. Berkutat dengan IELTS, daftar IELTS tapi telat bayar, besoknya langsung dapet jadwal bulan berikutnya, padahal punya deadline yang harus dikejar, membuat aku akhirnya banting setir buat ambil iBT yang ternyata dijadwalkan tanggal 12 April 2015 berlokasi di PIK.
Naas-nya, di hari yang sama, adalah hari lamaran cece aku dan jumpalitan pas baru inget, padahal udah aku pasang di kalender hp untuk ingetin, dan baru tahu seminggu sebelum hari-H dan hari setelah bayar iBT itu. Gilak! Nggak mungkin aku batalin iBT karena harus bayar lagi, juga nggak mungkin nggak ikut acara lamaran ini, secara aku ini adik sebapak-seibu secara bilogis, bisa terjadi peledakan kata-kata panjang dan lama. Wah, stress.
Setelah mencari beberapa info mengenai jangka waktu tes iBT, hal ini lebih singkat walau ada yang sempat ngeluh kaya kerja rodi tanpa jeda, jeda cuma 10 menit, ditambah capek mata karena menatap layar computer lama, tapi hal ini ada keuntungannya karena nggak perlu nunggu giliran speaking lama sama native speaker karena berkutat di sistem yang sudah baku, program computer.
Dan, puji TUHAN banget karena DIA sudah mengijinkan aku ikut iBT, karena jadwalnya, timing-nya, pas banget. Aku selesai tes jam 12 siang, sementara acara lamaran diadakan pukul setengah tiga sore, phew. Ditambah, memang butuh hasil dengan cepat. Jadi, kembali ke topic, walau memang mempersiapkan tes ini dengan waktu yang singkat, tapi well semua berlangsung dengan baik dan lancar.
Jadi, maaf kepada para bloggers karena aku sudah agak lama tidak menulis, namun aku tidak mengabaikan apalagi kalau akan meninggalkan dunia tulis-menulis.
Sekian informasi dari saya, kurang lebihnya mohon maaf.

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...