Langsung ke konten utama

Step by Step

Melihat kondisi aku bagi orang yang tahu bagaimana keadaan yang terjadi tentang suatu hubungan yang sedang terjalin, sebenarnya memang sedikit aneh. Oke, ralat. Aneh, tapi nggak pake banget.
Tapi yang aku pikirkan lebih banyak, dominasinya yaitu bagaimana meraih achievement yang sebenarnya pingin banget itu menjadi nyata.
Step by step.
Itu yang jadi prioritas untuk dijalanin. Lakukan langkah satu dahulu, baru kemudian lanjut ke langkah selanjutnya. Yang aneh, aku bukan type orang yang ngebet banget ada cincin melingkar di jari manis tangan kanan sebagai tanda pengikat. Oke, itu sesuatu yang kudu, wajib, harus, dan pasti akan terjadi kan?!
Tapi tentang menyelesaikan jenjang-jenjang yang menjadi tanggung jawab demi masa depan yang lebih baik adalah sesuatu yang patut diperjuangkan, setidaknya dalam jangka waktu pendek sampai menengah.
KB, TK, SD, SMP, SMA, menyelesaikan S1, lanjut S2, sebisanya S3, bahkan sampai gelar profesor sekalipun adalah bagian yang menjadi harapan sebagian besar orang intelektual.
Belum lagi membangun usaha.
Kata daddy, jadi orang jangan punya mental pekerja, usaha means jadi pengusaha, karena seseorang yang menjadi orang itu adalah orang merdeka, bukan jadi budak.
Okelah, bahasanya berat, tapi daddy memang begitu orangnya, komunikasi walau jarang selalu berbobot.
Merasa beruntung mempunyai dua pasang orang tua yang unik, punya saudara banyak, entah satu darah atau nggak. Oh my! This is amazing life! Thanks Lord Jesus!
Haha, oke balik tentang langkah demi langkah. Jadi, membangun mimpi nggak mudah, karena nggak semua orang berani bermimpi. Banyak orang takut bermimpi karena takut ketika tersadar, harapan dan kenyataan mereka nggak seperti mimpi mereka. Tentu saja, aku nggak bilang siapa-berani-ambil-resiko-selalu-jadi-orang-sukses. Bermain aman, juga nggak menjamin bener-bener aman.
Hanya orang yang benar yang akan sukses! Kata BAPA sih begitu, cuma kataNYA harus lewat ujian. Sama-lah kaya kalau mau masuk PTN, mau lulus, juga mesti diuji dulu, biar tahu sejauh mana bisa survive and qualify.
Jadi, balik ke langkah demi langkah yang harus diusaikan dengan baik, bukan cuma mulus, seperti layaknya mengurai benang kusut, harus sabar, telaten, satu per satu.
Oh, yah, balik lagi tentang mengucap syukur. Itu penting, karena artinya kita menikmati hidup, mengerti bahwa hidup cuma sekali, nggak ada sistem reinkarnasi, kalau menurut pengertian aku yang telah tertanam dalam-dalam. Supaya aku bisa ngerti dan menghargai setiap detik kehidupan yang aku alami ini berharga dan tahu cara menikmati dan mengambil kesempatan yang ada.
As always, nggak akan tercipta yang namanya Mule seperti ini kalau nggak di push sedemikian rupa dan di giving advice dan diperlakukan sebagaimana orang yang dianggap dewasa (aku sudah pernah bahas ini sebelum-sebelumnya di blog ini juga).
Oke, ngomong-ngomong soal dewasa, aku nggak pernah nyangka aku bakal menginjak usia berkepala 2 demikian cepat. Jujur, aku nggak siap jadi tua, nggak siap umur puluhan tahun. Pas ulangtahun 17-an (kaya tanggal 'Hari Kemerdekaan Republik Indonesia'), aku merasa baru kemarin umur 12 tahun, sekarang sudah 17 aja. Pas umur 20 tahun, masih merasa belasan tahun. "Tidak! Tidak! Bagaimana mungkin aku sudah 20 tahun!" Batinku memberontak. Itu sebenarnya perasaan aku. Nah, karena merasa masih muda, berjiwa muda, masih mau sekolah melulu, belum terburu-buru seperti dikejar target harus hidup berumah tangga di usia dini.

This is my answer if some people asked me, 'When you get married?'
ADIOS.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...