Aku
pernah bilang ke salah seorang senior aku, bahwa aku orang yang open waktu dia ngajak ngomong bareng,
oke jangan salah kaprah, keadaan ngomong bareng di sini sama sekali nggak ada
hubungannya untuk ngomongin masalah cinta-cintaan, tapi tentang spiritual dalam
suatu komunitas kampus. Sebenarnya, apa arti 'open' itu?
Aku
bayangin etalase toko yang sangat mewah, elegan, bergengsi, katakanlah toko tas
mewah di salah satu mal di Jakarta. Aku yakin tas-tas di sana mahal-mahal
harganya, jutaan, mungkin sampai angka ratusan. Bagi sosialita itu bukan
masalah, bagi aku yang bahkan belum pernah masuk ke toko itu, jadi masalah
keseganan.
Toko
itu dibatasi dinding kaca, setiap orang bisa melihat pameran tas dari luar,
tapi berapa banyak orang yang berani masuk untuk sekedar melihat, menyentuh,
dan mencoba memakainya? Paling-paling karena sudah ter-mind set harga mahal, mungkin saja SPG-nya bakal jutek kalau nggak
jadi beli dan nggak dilayanin kalau outfit
yang dipakai kurang kece, atau takut jantungan lihat harga yang tertera di pricetag-nya. Nggak banyak yang akhirnya
memutuskan untuk melangkah masuk sekalipun pintu toko terbuka lebar, hanya
kebanyakan melihat dari luar kaca.
See?
Itulah sebabnya kenapa aku bilang aku orang yang terbuka dan nggak segan untuk
berbicara, bercerita apa yang perlu aku informasikan sesuai porsi. Tapi kembali
pada permasalahan awal adalah beranikah membuka pintu itu dan melangkah masuk?
Atau sekedar melihat-lihat dari luar kaca?
ADIOS
g penting tas mahal :D
BalasHapus