Langsung ke konten utama

Etalase Toko


Aku pernah bilang ke salah seorang senior aku, bahwa aku orang yang open waktu dia ngajak ngomong bareng, oke jangan salah kaprah, keadaan ngomong bareng di sini sama sekali nggak ada hubungannya untuk ngomongin masalah cinta-cintaan, tapi tentang spiritual dalam suatu komunitas kampus. Sebenarnya, apa arti 'open' itu?

Aku bayangin etalase toko yang sangat mewah, elegan, bergengsi, katakanlah toko tas mewah di salah satu mal di Jakarta. Aku yakin tas-tas di sana mahal-mahal harganya, jutaan, mungkin sampai angka ratusan. Bagi sosialita itu bukan masalah, bagi aku yang bahkan belum pernah masuk ke toko itu, jadi masalah keseganan.

Toko itu dibatasi dinding kaca, setiap orang bisa melihat pameran tas dari luar, tapi berapa banyak orang yang berani masuk untuk sekedar melihat, menyentuh, dan mencoba memakainya? Paling-paling karena sudah ter-mind set harga mahal, mungkin saja SPG-nya bakal jutek kalau nggak jadi beli dan nggak dilayanin kalau outfit yang dipakai kurang kece, atau takut jantungan lihat harga yang tertera di pricetag-nya. Nggak banyak yang akhirnya memutuskan untuk melangkah masuk sekalipun pintu toko terbuka lebar, hanya kebanyakan melihat dari luar kaca.


See? Itulah sebabnya kenapa aku bilang aku orang yang terbuka dan nggak segan untuk berbicara, bercerita apa yang perlu aku informasikan sesuai porsi. Tapi kembali pada permasalahan awal adalah beranikah membuka pintu itu dan melangkah masuk? Atau sekedar melihat-lihat dari luar kaca?

ADIOS

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...